Cukup ga, Ya, dicukup-cukupkan !
Konsumsi nasi, hanya saat sarapan dan makan siang. Sementara untuk makan malam, diganti dengan masak mie instan di kostan. Rutin puasa Senin Kamis, pada kamis malam ke pengajian di masjid sembari numpang makan malam gratis.
Pengiritan demi pengiritan dilakukan, hingga ada sisa uang hasil berhemat pada akhir bulan. Umur sembilan belas, akhirnya bisa membuka rekening Bank. Buah dari ketelatenan, mengumpulkan selembar dua lembar sisa gaji beberapa bulan.
Kalimat 'Pokoknya harus cukup' diterapkan, uang di dompet harus mencukupi kebutuhan sebulan. Berkaca dari kisah ibu, saya sangat menghindari kebiasaan berhutang.
Tahun kedua bekerja, gaji mengalami kenaikan dan berani mendaftar kuliah. Pendidikan sebagai modal penting, diyakini bisa membuka peluang dan pergaulan lebih luas.Â
Jatuh bangun kuliah sambil kerja dijalani, dengan tetap disiplin mengelola keuangan. Memegang prinsip tidak berhutang, membuat saya semakin giat mencari tambahan penghasilan. Membawa barang dagangan, seperti baju, mukena, ditawarkan ke teman kuliah yang sebagian besar pekerja.
Pada semester enam, mata kuliah mulai agak longgar, saya mengambil siaran part timedi stasiun Radio. Sebisanya membagi tenaga dan waktu, antara kuliah dan bekerja di dua tempat.
Beruntung, kebiasaan berhemat sudah diterapkan dari awal punya gaji. Selama kuliah, nyaris tidak pernah menunggak pembayaran. Sampai akhirnya lulus, bapak dan ibu tampak bahagia melihat anaknya di hari wisuda.
Memasuki usia seperempat abad, terbetik keinginan menabung untuk membeli rumah -- padahal belum ada calon.
Menyimpan uang dalam bentuk deposito, menjadi pilihan tepat bagi saya. Deposito sengaja dipilih, agar tidak mengambil uang sesuka hati sebelum jatuh tempo. Ada konsekwensi ditanggung pemilik uang, kalau mencairkan sebelum tanggal disepakati.