'Saya pengin beli cash' tekad ini membulat.
Dengan membeli rumah secara cash, tentu terbebas dari lewajiban membayar cicilan. Pikiran menjadi lebih tenang, hidup lebih tentram tanpa tanggungan hutang. Meskipun untuk mewujudkan keinginan ini, sungguh, bukan perkara mudah.
-0-
Ibu, perempuan tangguh di mata saya. Pengorbanan membesarkan enam anak, tidak disangkalkan lagi. Ayah seorang guru sekolah dasar, dengan gaji tak seberapa menghidupi delapan kepala. Â
Cita-cita ibu meneruskan sekolah kandas, setelah lulus SD langsung dinikahkan. Siapa sangka, keinginan bersekolah bagai bara dalam sekam. Dalam keterbatasan, ingin harapan terpendam diteruskan anak-anaknya.
Ibu tak segan pontang panting, berhutang kesana kemari untuk membayar sekolah. Membuka warung kecil di pasar kampung, untuk menjaga asap dapur tetap ngebul. Meski ngos-ngosan mengais rupiah demi rupiah, mimpi dan pengharapan tak boleh padam.
Saya bungsu keluarga bersahaja ini, menjadi saksi atas usaha keras diiringi doa dan air mata. Kesulitan dialami terekam di benak, menanam tekad meringankan beban ayah dan ibu.
Berbekal ijazah SMA melamar pekerjaan, diterima sebagai tenaga kasar di sebuah perusahaan. Pada tahun kedua kelulusan sekolah atas, baru mendaftar di kampus swasta atas dorongan ibu.
 'HEMAT' kata kunci selalu dipegang. Saya sangat berhitung, bahkan serupiah dua rupiah pengeluaran harian.
Pengelolaan keuangan sederhana diterapkan, gaji diterima langsung dibagi tiga puluh hari. Hasilnya pembagian, sebagai besaran pengeluaran harian.
Mulai ongkos angkutan umum, makan minum dan kebutuhan harian tak boleh melebihi jatah ditentukan.