Mohon tunggu...
Agustina Mappadang
Agustina Mappadang Mohon Tunggu... Dosen - Assistant Professor, Practitioner and Tax Consultant

Dr. Agoestina Mappadang, SE., MM., BKP., WPPE, CT - Tax Consultant, Assistant Professor (Finance, Accounting and Tax)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mungkinkah Ekonomi Indonesia Bangkit Pasca Pandemi Covid-19?

9 Juni 2020   20:48 Diperbarui: 10 Juni 2020   09:10 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 ditetapkan sebagai Bencana Nasional Nonalam melalui Kepres No. 12 tahun 2020.

Keprihatinan ini harus menjadi momentum pemerintah untuk dapat memahami mitigasi bencana disemua aspek sehingga dapat mengantisipasi dampak ekonomi, sosial dan budaya di saat terjadi pandemi dan pasca pandemi. 

Saat ini sudah tercatat lebih dari 7 juta manusia di dunia terkena virus covid-19, namun sampai saat ini belum dapat diketahui kapan akan meredanya secara tuntas.

Kondisi tersebut menyebabkan hancurnya perdagangan global internasional sehingga semua negara yang terdampak wabah covid-19 mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi.

Apa Yang Dilakukan Pemerintah ?

Penulis melihat pemerintah sangat menyadari hal tersebut sehingga untuk mengatasi akibat yang mungkin terjadi, pemerintah melakukan "kendali darurat" pada penanganan sektor ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan dengan mengeluarkan kebijakan:

(a) Stimulus fiskal, (b) stimulus moneter dari Bank Indonesia, (C) realokasi anggaran untuk kesehatan dan perlindungan sosial. Ketiganya bertujuan mengatasi masyarakat terdampak dan persiapan pemulihan ekonomi nasional.

Stimulus fiskal yang telah dilakukan dibidang pariwisata, dengan diskon tiket penerbangan serta pembebasan pajak restoran dan hotel dilanjutkan dengan stimulus ekonomi yang berisi kebijakan fiskal dan nonfiskal . Utamanya untuk menopang aktivitas industri. 

Termasuk dalam paket stimulus fiskal yakni pembebasan pajak penghasilan (PPh) 21 untuk pekerja, penundaan pengenaan PPh Pasal 22 impor, dan pengurangan PPh Pasal 25 Badan sebesar 30% yang berlaku untuk industri manufaktur selama enam bulan. Selain itu terdapat juga percepatan dan kenaikan batas maksimum restitusi pajak. 

Sedangkan stimulus nonfiskal berupa penyederhanaan dan pengurangan larangan terbatas eksportir dan importir bereputasi baik, dan terikat pengawasan logistik.

Untuk menopang kebijakan ekonomi dalam rangka perlindungan sosial maka  pemerintah melakukan Bantuan Sosial dengan pengawasan yang ketat dengan melibatkan TNI-Polri dan upaya menjamin tersedianya sembilan bahan makanan pokok serta menjaga stabilitas harganya, terlebih saat tersebut akan masuk bulan puasa.

Selain itu disektor kesehatan, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta melakukan koordinasi lintas kementrian serta mengerahkan semua sumber daya yang dimiliki BUMN maupun swasta untuk menyiapkan penanganan kesehatan.

"Kendali Darurat" berikutnya adalah melakukan upaya untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan dengan mempercepat pengajuan Perppu No.1 tahun 2020 yang saat ini telah disahkan oleh DPR menjadi UU No. 2 tahun 2020 dengan tujuan memberikan ketegasan kepada setiap aparat pemerintah pusat maupun di daerah dalam melakukan kebijakannya untuk penanganan Covid-19 dengan menjamin tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana serta bukan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara (PTUN). 

Namun untuk mencegah adanya kekebalan absolut maka dalam UU tersebut ditegaskan semua kebijakan yang diambil haruslah mengacu kepada penyelamatan perekonomian dari krisis dengan dasar itikad baik dan sesuai ketentuan perundang-undangan. UU No.2 tahun 2020 ini akan berakhir pada tahun 2022, yakni prediksi dampak pandemi covid-19 telah secara total berakhir.

Setelah langkah pertama dan kedua dilaksanakan maka pemerintah mulai menerapkan langkah ketiga, yakni melakukan "New Normal".

Pengertian "New Normal" adalah memberlakukan perilaku disiplin kepada masyarakat dan pelaku usaha terhadap protokol keselamatan dan kesehatan agar penyebaran virus melambat, dengan tujuan agar jumlah yang meninggal sedikit sehingga sistem perawatan rumah sakit dapat menangani jumlah pasien yang ada dengan baik. Sebab, disadari saat ini virus masih ada sedangkan vaksin belum ditemukan. 

Tujuan lain dari "New Normal" adalah agar kegiatan usaha dapat segera berjalan kembali dengan mencari cara-cara baru, produk baru, solusi baru yang dibutuhkan oleh masyarakat saat menjalani kehidupan dengan suasana dan budaya yang baru.

Apa Syarat Diberlakukannya "New Normal" ?

Sesuai ketentuan WHO, suatu Negara dapat melaksanakan "New Normal", jika:

  1. 1. Angka Reproduksi (RO) di bawah 1, yang berarti situasi dapat dikatakan terkendali. (Sementara RO di Indonesia berada di kisaran 2,2-3,58)
    2. Sistem kesehatan yang ada sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, pengujian, pelacakan kontak, hingga melakukan karantina orang yang terinfeksi. Sistem kesehatan ini mencakup rumah sakit hingga peralatan medis.
    3. Resiko wabah virus corona harus ditekan untuk wilayah atau tempat dengan kerentanan yang tinggi. Utamanya adalah di panti wreda, fasilitas kesehatan mental, serta kawasan pemukiman yang padat.
    4. Penetapan langkah-langkah pencegahan di lingkungan kerja yang meliputi penerapan jaga jarak fisik, ketersediaan fasilitas cuci tangan, dan penerapan etika pernapasan seperti penggunaan masker.
    5. Resiko terhadap kasus dari pembawa virus yang masuk ke wilayah harus bisa dikendalikan.
    6. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk memberi masukan, berpendapat dan dilibatkan dalam proses
    masa transisi menuju "New Normal".

Untuk itulah pemerintah Indonesia mulai memberlakukan ketentuan tersebut untuk setiap daerah di Indonesia. Diharapkan setiap daerah benar-benar berupaya memenuhi ketentuan tersebut agar aktifitas usaha dapat berjalan kembali.

Dikarenakan BUMN adalah perusahaan yang berhubungan pelayanan publik sehingga BUMN harus tetap berjalan dalam suasana pandemi covid-19 ini maka BUMN harus siap melaksanakan protokol 'New Normal".

Untuk hal tersebut pemerintah segera menyusun protokol "New Normal" untuk BUMN dan atau untuk setiap pelaku usaha agar segera dapat dipersiapkan dan dilaksanakan.

Apa yang diharapkan dengan realisasi "New Normal"?

Langkah "New Normal" merupakan implementasi pemerintah yang menyatakan kesiapannya untuk bangkit kembali dalam menata perekonomian Indonesia yang kian hari kian memburuk akibat pendemi covid-19 ini. 

Akibat physical distancing dan PSBB yang diberlakukan pada awal bulan April 2020, Indonesia telah mengalami distorsi dibidang perekonomian, yakni pertumbuhan yg awalnya 4,97 di kuartal sebelumnya  (kuartal IV 2019) menjadi 2,97 di kuartal I 2020.

Berdasarkan analisa data yg dikeluarkan The Singapore University of Technology and Design pada tanggal 5 Mei 2020, pandemi di Indonesia diprediksi berangsur akan berakhir pada akhir Juli 2020.

Sehingga penulis memprediksi apabila pemerintah tidak mencari peluang-peluang baru untuk meningkatkan produksi barang dan jasa untuk meningkatkan pendapatan nasional, maka pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 ini akan mengalami titik terendah yakni dibawah 1%.

Dan tidak tertutup kemungkinan pengaruhnya akan berimbas kepada pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV 2020.

Untuk itulah pemerintah sangat menyadari bahwa sangat penting keberhasilan realisasi "New Normal" setelah dilakukannya "Kendali Darurat" di sektor ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan serta penanganan kesehatan masyarakat sebab diharapkan Indonesia dapat segera bangkit dan konsentrasi untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi, serta dapat segera berbenah diri untuk memperbaiki kembali untaian global supply chain (rantai pasokan dunia).

ANntara lain, mengupayakan lancarnya bahan baku untuk produksi, pemenuhan konsumsi masyarakat dunia dan kembalinya realisasi investasi, khususnya yang bersifat pengalihan teknologi.

Selain melakukan "Kendali Darurat" serta berupaya terciptanya kepatuhan pelaksanaan "New Normal" secara ketat.

Perlu juga segera dilakukan perbaikan dari sisi kepastian hukum dan reformasi birokrasi perizinan yang berhubungan dengan investasi, serta iklim ketenagakerjaan yang sehat. 

Untuk itulah RUU Omnibuslaw perlu segera dimatangkan dengan melibatkan seluruh pihak terkait sehingga dapat diterima secara kondusif sehingga dari sektor keuangan diharapkan akan dapat meningkatkan perekonomian secara berangsur di kuartal III 2020 dan kuartal IV 2020 agar roda produksi dan ekonomi masyarakat  Indonesia akan dapat kembali berjalan dengan baik.

Penulis meyakini perekonomian Indonesia akan segera bangkit kembali tanpa ketergantungan negara lain.
Penulis, Sabtu 6 Juni 2020
Agustina Mappadang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun