Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Implementasi Kurikulum Merdeka dalam Menangkal Ancaman "Stunting" Pendidikan

24 Maret 2023   14:30 Diperbarui: 24 Maret 2023   14:31 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Impelementasi Kurikulum Merdeka | Sumber gambar : kurikulum.kemdikbud.go.id

Maraknya pemberitaan mengenai perilaku buruk anak muda masa kini, termasuk yang masih dibawah umur, memantik kekhawatiran para orang tua terhadap nasib anak-anaknya.

Kasus-kasus kriminalitas dan kenakalan remaja seakan menjadi cerminan akan bobroknya keadaan yang terjadi sekarang.

Selama ini, kekhawatiran terhadap proses tumbuh kembang anak mungkin lebih banyak dikaitkan dengan pertumbuhan secara fisik. Dimana prevalensi stunting Indonesia memang masih belum memenuhi standar WHO.

Sekadar informasi, prevalensi stunting anak Indonesia  per tahun 2022 menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) masih pada kisaran 21,6%, sedangkan standar WHO adalah dibawah 20%[1].

Padahal, menilik situasi yang terjadi saat ini sebenarnya kita juga patut khawatir terhadap proses tumbuh kembang generasi muda berkaitan dengan perilaku, moralitas, dan kadar intelektualitas mereka.

Kita ambil contoh perilaku seksual generasi muda sekarang. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, sekitar 2% remaja wanita dan 8% remaja pria usia 15-24 tahun mengaku telah melakukan hubungan seks sebelum menikah[2].

Penyalahgunaan narkoba di kalangan anak muda pun juga cukup mengkhawatirkan. Menurut Data Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2021 oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), jumlah pengguna narkoba di Indonesia 22,5% diantaranya adalah kelompok umur 15-24 tahun. Bahkan 9,2% diantaranya masih bersekolah[3].

Bahkan bukan hanya dimensi batiniah saja yang bermasalah, karena permasalahan serupa juga menyerang dimensi lahiriah. Yakni berkaitan dengan kadar intelektualitas.

Rilis data World Population Review menyatakan bahwa nilai rata-rata IQ (kecerdasan intelektual) penduduk Indonesia hanya sebesar 78,49. Atau menempati posisi 130 dari 199 negara yang diuji[4].

Di sisi lain, skor penilaian Programme for International Student Assessment  (PISA) menunjukkan 70% siswa berusia dibawah 15 tahun berada dibawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar[5].

Inilah yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Mas Nadiem Makarim, sebagai krisis pembelajaran (learning crisis). Yang mana kondisi tersebut diperkirakan sudah terjadi sejak 20 tahun terakhir di negara kita[6].

Sistem pendidikan kita seperti tidak mampu memberikan asupan "gizi" dan "nutrisi" memadai kepada para peserta didik sehingga pertumbuhan karakter dan kecerdasan mereka terganggu.

Pembenahan sistem pendidikan diperlukan dalam upaya meluruskan kembali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada aspek kepribadian (batiniah) maupun intelektualitas (lahiriah) warga negara, sehingga ancaman "stunting" pendidikan bisa dihindari.

Akar Masalah "Stunting" Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah sistem yang saling terkait dan terintegrasi antar elemen. Ada peran orang tua disana. Ada peran guru selaku pendidik, peran dinas pendidikan, kontribusi peserta didik, pengawas, hingga pemerintah.

Bukan tidak mungkin ada salah satu atau sebagian diantara stakeholder tersebut yang  belum maksimal dalam menjalankan peran dan fungsinya masing-masing.

Selain itu, ketiadaan atau minimnya kolaborasi antar elemen juga mengakibatkan sistem pendidikan kita berjalan tanpa harmoni.

Pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu pun juga mengakibatkan kegiatan belajar mengajar terhenti cukup lama hingga akhirnya membuka kesadaran kita terhadap masalah learning loss atau ketertinggalan pembelajaran yang menerpa sebagian generasi muda.

Belum lagi jika mengulas begitu banyaknya mata pelajaran yang harus dilahap oleh siswa-siswi di sekolah, kualitas guru dan tenaga pendidik, kondisi infrastruktur, dan sebagainya.

Sedangkan kita juga tahu bahwa internet telah merubah zaman dengan sedemikian cepat dan keran informasi terbuka tanpa terkendali. Menjadikan peradaban dari luar masuk laksana air bah.

Ketika semua hal itu berpadu maka semakin peliklah situasi pendidikan kita sekarang. Sehingga mau tidak mau akar masalah "stunting" pendidikan ini mesti diurai satu per satu.

Jika ingin membenahi keadaan tersebut maka kita perlu menengok kembali sistem pendidikan yang dijalankan sekarang. Apakah sudah link and match dengan keadaan yang ada saat ini atau tidak.

 
 "Stunting" Pendidikan mengancam proses tumbuh kembang karakter dan kecerdasan anak didik | Sumber gambar : www.unicef.org/indonesia

Relevansi Pendidikan

Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA berkata, "Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup pada zamannya bukan pada zamanmu."

Perkataan beliau ini cukup merepresentasikan perihal urgensi pola pendidikan yang mengikuti perkembangan zaman serta segala dinamika yang menyertainya.

Dengan demikian pendidikan di era sekarang seharusnya memperhatikan beberapa hal berikut :

  • Realitas bahwa infrastruktur pendidikan masih belum merata harus disikapi secara tepat dan fair. Keterbatasan fasilitas tidak boleh mengganggu tujuan akhir dari proses belajar mengajar.
  • Pengelolaan materi pelajaran perlu diperingkas. Sehingga peserta didik bisa menangkap materi yang disampaikan secara lebih mendalam tanpa harus berpacu dengan tenggat waktu materi pelajaran berikutnya.
  • Perhatian khusus pada aspek pengembangan karakter. Sebagaimana dikatakan pada awal pembahasan bahwa perilaku dan moralitas generasi muda kita sangat rentan dengan masalah.

Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan kembali mengenai konsepsi pedoman pembelajaran agar tujuan pendidikan kita terpenuhi.

Dengan kata lain, agar peserta didik bisa merasakan tempaan pendidikan yang sesuai kebutuhan zaman maka kurikulum harus dikemas sedemikian rupa sehingga mampu mengakomodasi hal itu.

Kurikulum Merdeka

Kurikulum Merdeka merupakan salah satu bagian (episode) dari program Merdeka Belajar yang diusung oleh Kemdikbud Ristek dalam upaya mentransformasi pendidikan di Indonesia.

Disamping Kurikulum Merdeka, episode lain yang turut diluncurkan sebagai bagian dari program Merdeka Belajar ini diantaranya Platform Merdeka Mengajar, Guru Penggerak, Program Sekolah Penggerak, dan sebagainya[7].

Namun, kurikulum menempati peran yang sangat krusial dalam penyelenggaraan proses pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dikatakan disana bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dengan kata lain, Kurikulum Merdeka merupakan intisari dari upaya mentransformasi pendidikan di Indonesia saat ini dan masa-masa mendatang.

Kurikulum Merdeka dimaksudkan sebagai terobosan untuk menjadikan proses belajar lebih relevan terhadap kebutuhan zaman, memperdalam pemahaman siswa, serta menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan sehingga akselerasi peningkatan mutu pendidikan bisa tercapai.

Merujuk dari beberapa penjelasan yang disampaikan oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim dan Anindito Utomo selaku Kepala Badan Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Kurikulum Merdeka disusun dan dirancang dengan mempertimbangkan dan mengupayakan beberapa aspek, antara lain :

#1. Kurikulum yang Fleksibel Bagi Sekolah

Kurikulum Merdeka diharapkan mampu mengakomodasi semua jenis fasilitas, visi misi sekolah, dan kebutuhan belajar murid pada setiap daerah dengan beragam kondisi.

Dalam hal ini, Kurikulum Merdeka menjadi sebuah kerangka yang akan diterjemahkan ke dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan atau kurikulum operasional. Sehingga aktivitas belajar menjadi lebih bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah.

Asupan pendidikan untuk murid sekolah di daerah perkotaan mungkin akan sangat berbeda dengan wilayah ujung pedesaan. Para murid di sana tentu memerlukan penanganan yang berbeda.

#2. Penguatan Pemahaman Materi Esensial Melalui Pembelajaran Terdiferensiasi  

Bejibunnya materi pelajaran yang harus dilahap oleh peserta didik seringkali dianggap sebagai permasalahan klasik yang menyertai sistem pendidikan kita selama ini.

Akibatnya penguasaan materi pelajaran menjadi kurang optimal.

Pada Kurikulum Merdeka pelajaran lebih difokuskan pada materi yang esensial saja, sekaligus jangka waktu pencapaian tujuan pembelajaran untuk setiap materi dibuat lebih panjang ketimbang kurikulum sebelumnya.

Dengan demikian, para guru akan memiliki waktu lebih untuk melakukan asesmen awal dalam rangka menganalisis kemampuan dan kebutuhan belajar murid.

Dalam Kurikulum Merdeka terkadang guru harus menyampaikan materi dengan treatment khusus pada sebagian siswanya bergantung hasil asesmen yang dilakukan. Sehingga setiap murid akan mendapatkan perlakuan yang adil dalam upaya memahami materi pembelajaran.

#3. Jam Pelajaran Khusus untuk Pengembangan Karakter dan Soft Skill

Pengembangan karakter dan soft skill mendapat perhatian cukup besar pada Kurikulum Merdeka dibanding sebelumnya. Sekitar 20-30% jam pelajaran dialokasikan untuk mengakomodasi kegiatan pembelajaran kokurikuler ini.

Mengapa ini dilakukan? Karena upaya pengembangan karakter tidak cukup melalui materi pelajaran di kelas saja. Sehingga digagaslah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang mengutamakan nilai-nilai seperti Beriman, Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia; Berkebhinekaan Global; Bergotong Royong; Mandiri; Kreatif; Bernalar Kritis.

Hal ini merupakan projek lintas disiplin ilmu yang kontekstual terhadap kebutuhan masyarakat atau permasalahan-permasalahan di sekitar lingkungan sekolah. Karena bagaimanapun juga siswa harus merasakan langsung hidup dalam masyarakat, bukan sebatas memandangi dari luarnya.

Projek ini sangat mungkin melibatkan elemen masyarakat luar sekolah untuk terlibat langsung dalam kegiatan, termasuk orang tua bisa turut andil didalamnya.

Profil Pelajar Pancasila | Sumber gambar : ditpsd.kemdikbud.go.id
Profil Pelajar Pancasila | Sumber gambar : ditpsd.kemdikbud.go.id

Pendidikan Kolaborasi

Kepala Badan Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Anindito Utomo, mengatakan bahwa kunci sukses dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah refleksi.

Infografis Menangkal
Infografis Menangkal "Stunting" Pendidikan

Semua pihak yang terlibat dalam komunitas belajar bisa saling memberikan feedback atas peran sertanya masing-masing.

Daniel Goleman dalam bukunya, Focus, menyatakan bahwa upaya mencapai kualitas terbaik dari sebuah keterampilan adalah keberadaan feeback yang dirangkai dengan implementasi konsisten berdasarkan kaidah 10.000 jam.

Implementasi Kurikulum Merdeka hanya akan optimal manakala para stakeholder bisa saling berkolaborasi memberikan feedback terhadap rangkaian aktivitas pembelajaran demi menopang upaya perbaikan berkesinambungan.

Pendidikan kolaborasi ini adalah tentang bergerak selaras dan seirama dari semua member komunitas belajar seperti guru, orang tua, hingga pemerhati pendidikan agar saling memberi masukan.

Meskipun terlihat sebagai sesuatu yang baru, Kurikulum Merdeka sejatinya memiliki beragam fasilitas yang memudahkan para guru untuk mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam mengajar.

Karena pemerintah sudah menyediakan platform Merdeka Mengajar dalam rangka menunjang segala aktivitas yang berkaitan dengan upaya suksesi kurikulum tersebut.

Melalui platform ini para guru bisa saling berbagi kiat mengajar, bertukar tips metodologi pengajaran, saling menginspirasi, dan sejenisnya dengan tujuan agar penerapan Kurikulum Merdeka benar-benar optimal terlaksana di semua Satuan Pendidikan sehingga potensi ancaman "stunting" pendidikan dapat ditangkal.

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun