"Ketenangan hati berasal dari keihklasan kita dalam melihat dan menerima peristiwa yang terjadi dalam hidup kita, serta mampu mengambil hikmah dari hal itu."
Sikap yang ditunjukkan oleh Syek Ali Jaber tatkala mengalami insiden penusukan saat mengisi acara tausiyah beberapa waktu lalu memang patut diacungi jempol.Â
Keikhlasan beliau dalam menjalani peristiwa yang mengancam nyawa itu menggambarkan betapa mulianya pribadi beliau dalam menebar keteladanan bagi umat.Â
Sesuatu yang teramat jarang ditemui di era kehidupan seperti sekarang ini. Mulia yang tidak menaruh dendam, amarah, dan kecurigaan itu seperti mengingatkan kembali kalangan muslimin akan kepribadian mulia baginda Nabi Muhammad SAW pada masanya.
Kala itu kanjeng nabi diperlakukan tidak manusiawi, dilempari baru, diludahi, bahkan sampai diancam pembunuhan sama sekali masih tetap bersikap ikhlas karenanya.Â
Sampai-sampai saat ada malaikat yang menawarkan diri untuk menghukum kaum durhaka tersebut dengan hantaman gunung sang baginda nabi tidak mengizinkan.
Saat ada seorang buta yang setiap hari mencaci maki beliau hal itu justru dibalas dengan ksaih sayang dengan menyuapinya makan. Akhlak macam apa itu yang begitu mulia dan luar biasa?Â
Rasa-rasanya tidak masuk akal untuk dilakukan oleh manusia biasa manapun, terlebih pada masa seperti sekarang ini. Sikap yang ditunjukkan oleh Syekh Ali Jaber seperti membuka mata kita lagi bahwa akhlak seperti itu ternyata bisa dilakukan oleh manusia biasa.
Sigi Nur Raharja atau biasa disapa Gus Nur justru berharap agar Syekh Ali tersulut emosinya oleh karena hal itu. Jikalau peristiwa itu menerpa Gus Nur maka dirinya menyatakan akan marah meskipun pada akhirnya akan memaafkan juga.
Ada sebuah perbedaan besar disini. Syekh Ali samasekali tidak menunjukkan ekspresi tersulut emosi dikala nyawanya terancam. Sebuah pertanda bahwa keberserahdirihan beliau kepada Sang Khaliq amatlah tinggi. Dan kepentingan beliau akan dunia rasa-rasanya tidak ada sama sekali. La hawla wala quwwata illabillah.
Sesungguhnya tidak ada daya dan upaya melainkan dengan kekuatan Allah SWT. Itulah yang melandasi keyakinan seorang Syekh Ali Jaber.Â
Tingkatan beliau telah berada diatas orang kebanyakan yang pasti masih mendapat pengaruh kuat sistem emosinya. Sikap dari Gus Nur barangkali lumrah dialami oleh orang kebanyakan. Termasuk halnya dengan diri kita.
Apabila Gus Nur dan kebanyakan dari kita masih berada dalam tataran kecerdasan emosi, maka Syekh Ali Jaber sudah berada pada tingkatan kecerdasan spiritual.Â
Yang satu masih dalam tahap otak, sedangkan yang lain sudah mencapai tahap hati. Yang pasti tidak dengan sendirinya level Syeckh Ali Jaber itu dicapai oleh semua orang.Â
Butuh sebuah proses panjang dan pemahaman akan esensi hidup bahwa sebenarnya yang terjadi di dunia ini tentulah sudah berada dalam skenario Sang Maha Besar.Â
Setiap peristiwa yang terjadi sudah dituliskan hari, tanggal, jam, menit, bahkan detiknya. Inilah keyakinan mendalam tentang ketentuan dan ketetapan Sang Pencipta.
Dalam hal ini kita belajar tentang bagaimana memandang hidup. Ada banyak hal yang sebenarnya kita tidak tahu bakal terjadi pada kehidupan kita saat ini atau pada masa-masa mendatang.Â
Kita hanya bisa berupaya yang terbaik dan menebar kebaikan. Seperti halnya Syekh Ali Jaber dengan komitmen dan konsistensinya menyebarkan nilai-nilai mulia kepada umat.
Bukankah terasa sejuk hati ini tatkala kita sudah bisa merasa tentram layaknya Syekh Ali Jaber miliki? Apabila level itu sudah mampu kita capai maka sepertinya kita tidak akan pernah gelisah dalam menjalani kehidupan yang penuh ujian ini.
Salam hangat,
Agil S Habib
Refferensi:Â [1]