Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rekonsiliasi Topeng Monyet

11 Juli 2019   07:10 Diperbarui: 11 Juli 2019   07:22 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.inews.id

Di dalam hiburan ini kita disuguhkan oleh atraksi monyet "pintar" yang bisa mengendarai sepeda motor, berjalan memakai payung, atau berlagak seperti orang yang hendak pergi ke pasar membawa tas. Anak-anak kecil sangat senang menyaksikan pertunjukan ini karena disuguhkan wajah lucu si monyet serta tingkahnya yang unik. 

Akan tetapi dibalik hiburan yang cukup digemari masyarakat kelas menengah ke bawah ini, ternyata fakta-fakta yang tersimpan dibaliknya cukup memilukan.

Monyet yang menjadi "artis" utama dalam pertunjukan topeng monyet ini "dilatih" dengan begitu keras oleh pemiliknya. Tidak jarang monyet-monyet itu diperlakukan dengan sangat kejam hanya agar ia bisa mengikuti arahan pemiliknya. 

Kita mungkin tertawa melihat aksi monyet yang bisa jungkir balik saat melakukan atraksi, namun pernahkah kita bertanya bagaimana keahlian itu terbentuk? Monyet-monyet itu mendapatkan perlakuan yang sangat kasar dari pemiliknya. Kebebasannya sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan sirna seiring ia dijadikan sebagai "materi utama" pertunjukan.

Rekonsiliasi pasca pilpres yang masih belum menemukan titik temu ini sama halnya dengan pertunjukan topeng monyet. Para netizen banyak yang terserap atensinya hingga ikut-ikutan melayangkan komentarnya. 

Pemberitaan media masa pun dipenuhi dengan hal ini. Siaran-siaran berita di televisi pun tidak ketinggalan untuk menyampaikan hal serupa. 

Para pekerja kantoran ikut memperbincangkan. Sepertinya memang panggung hiburan politik tengah berlangsung dan semua orang ikut larut "menikmati" hiburan tersebut. Entah apapun ending dari episode rekonsiliasi ini, namun setidaknya situasi ini sudah "berhasil" mengisi hingar-bingar perpolitikan di tanah air. 

Meski mungkin tanpa kita sadari sebenarnya rekonsiliasi ini cukup menyita atensi banyak pihak yang semestinya lebih memprioritaskan hal lain. Pada saat kita ramai-ramai tentang rekonsiliasi, perang dagang Amerika Serikat --China terus berlangsung, perputaran roda bisnis masih terjadi, pengembangan start up terus dilakukan, industri 4.0 semakin menunjukkan eksistensinya, para petani masih sibuk di ladangnya yang mengering, ibu-bu masih risau dengan pendidikan anak-anaknya pasca penerapan sistem zonasi, dan lain sebagainya. 

Banyak kepentingan bangsa ini yang tersandera. Kebebasan berfikir Bangsa Indonesia terbelenggu oleh fase rekonsiliasi seperti terbelenggunya monyet-monyet pada pertunjukan topeng monyet. 

Padahal kepentingan utama dibalik prosesi pilpres adalah segenap warga negaranya, bukan semata untuk kepentingan para politisi saja atau semata untuk Habis Rizieq saja. Jikalau seperti itu yang terjadi, maka rekonsiliasi itu memang tak ubahnya pertunjukan topeng monyet. Inilah rekonsiliasi topeng monyet.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun