Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Planmaker99, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rekonsiliasi Topeng Monyet

11 Juli 2019   07:10 Diperbarui: 11 Juli 2019   07:22 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.inews.id

Episode "pertarungan" pilpres sudah usai, periode sengketa hasil pilpres pun sudah selesai. Kini suasana politik kita tengah memasuki fase baru, sebuah fase yang digaung-gaungkan dengan sebutan rekonsiliasi. 

Rekonsiliasi diapungkan ke permukaan sebagai upaya untuk mengakurkan kembali iklim politik yang sebelumnya begitu memanas saat fase pemilihan umum dan pada saat sidang sengketa hasil pilpres. 

Salah seorang politisi kubu oposisi pernah berkata bahwa rekonsiliasi tidak diperlukan karena menurutnya Indonesia tidak pernah berkonflik, sehingga tidak perlu ada langkah untuk mengakurkan kembali segenap elemen bangsa. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan hal lain.

 Para simpatisan Jokowi-Ma'ruf dan simpatisan Prabowo-Sandi masih sering beradu opini, dan bahkan tidak jarang saling memperolok satu sama lain. 

Oleh karena itu desakan untuk melakukan rekonsiliasi pun semakin mengemuka. Jokowi dan Prabowo diharapkan segera melakukan pertemuan sebagai simbol bahwa rekonsiliasi benar-benar bisa diwujudkan.

Seiring waktu berlalu, rekonsiliasi yang begitu hangat diperbincangkan publik ini ternyata belum menemukan titik temunya. Hingga kemudian beberapa kepentingan lain pun mengemuka. Tuntutan rekonsiliasi hanya akan terjadi apabila Habib Rizieq "diizinkan" pun ikut "meramaikan" suasana. 

Panggung rekonsiliasi kini tidak lagi sebatas pada individu Jokowi -- Prabowo, akan tetapi Habib Rizieq juga ikut menjadi bagian diantaranya. Tidak menutup kemungkinan pada beberapa waktu ke depan akan ada "kejutan" baru lainnya. Kita tunggu saja.

Yang diharapkan dari rekonsiliasi sebenarnya adalah kondusivitas dalam berbangsa dan bernegara. Rekonsiliasi diharapkan menjadi titik awal baru bangsa Indonesia dimana setiap elemennya saling bahu-membahu membangun Indonesia yang lebih baik lagi. 

Jika "dendam" akibat kontestasi pilpres masih belum terhapuskan, maka sulit kiranya untuk menciptakan sinergi pembangunan bangsa pada masa-masa mendatang.

Panggung Topeng Monyet Politik

Tidak sedikit yang beranggapan bahwa upaya rekonsiliasi ini tak ubahnya hiburan topeng monyet semata.  Seperti yang kita tahu, topeng monyet merupakan salah satu hiburan rakyat yang cukup disenangi banyak orang. 

Di dalam hiburan ini kita disuguhkan oleh atraksi monyet "pintar" yang bisa mengendarai sepeda motor, berjalan memakai payung, atau berlagak seperti orang yang hendak pergi ke pasar membawa tas. Anak-anak kecil sangat senang menyaksikan pertunjukan ini karena disuguhkan wajah lucu si monyet serta tingkahnya yang unik. 

Akan tetapi dibalik hiburan yang cukup digemari masyarakat kelas menengah ke bawah ini, ternyata fakta-fakta yang tersimpan dibaliknya cukup memilukan.

Monyet yang menjadi "artis" utama dalam pertunjukan topeng monyet ini "dilatih" dengan begitu keras oleh pemiliknya. Tidak jarang monyet-monyet itu diperlakukan dengan sangat kejam hanya agar ia bisa mengikuti arahan pemiliknya. 

Kita mungkin tertawa melihat aksi monyet yang bisa jungkir balik saat melakukan atraksi, namun pernahkah kita bertanya bagaimana keahlian itu terbentuk? Monyet-monyet itu mendapatkan perlakuan yang sangat kasar dari pemiliknya. Kebebasannya sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan sirna seiring ia dijadikan sebagai "materi utama" pertunjukan.

Rekonsiliasi pasca pilpres yang masih belum menemukan titik temu ini sama halnya dengan pertunjukan topeng monyet. Para netizen banyak yang terserap atensinya hingga ikut-ikutan melayangkan komentarnya. 

Pemberitaan media masa pun dipenuhi dengan hal ini. Siaran-siaran berita di televisi pun tidak ketinggalan untuk menyampaikan hal serupa. 

Para pekerja kantoran ikut memperbincangkan. Sepertinya memang panggung hiburan politik tengah berlangsung dan semua orang ikut larut "menikmati" hiburan tersebut. Entah apapun ending dari episode rekonsiliasi ini, namun setidaknya situasi ini sudah "berhasil" mengisi hingar-bingar perpolitikan di tanah air. 

Meski mungkin tanpa kita sadari sebenarnya rekonsiliasi ini cukup menyita atensi banyak pihak yang semestinya lebih memprioritaskan hal lain. Pada saat kita ramai-ramai tentang rekonsiliasi, perang dagang Amerika Serikat --China terus berlangsung, perputaran roda bisnis masih terjadi, pengembangan start up terus dilakukan, industri 4.0 semakin menunjukkan eksistensinya, para petani masih sibuk di ladangnya yang mengering, ibu-bu masih risau dengan pendidikan anak-anaknya pasca penerapan sistem zonasi, dan lain sebagainya. 

Banyak kepentingan bangsa ini yang tersandera. Kebebasan berfikir Bangsa Indonesia terbelenggu oleh fase rekonsiliasi seperti terbelenggunya monyet-monyet pada pertunjukan topeng monyet. 

Padahal kepentingan utama dibalik prosesi pilpres adalah segenap warga negaranya, bukan semata untuk kepentingan para politisi saja atau semata untuk Habis Rizieq saja. Jikalau seperti itu yang terjadi, maka rekonsiliasi itu memang tak ubahnya pertunjukan topeng monyet. Inilah rekonsiliasi topeng monyet.

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun