Mohon tunggu...
Aghry Amirul Salman
Aghry Amirul Salman Mohon Tunggu... Lainnya - Hi I'm Here

tulisan merupakan pelarian dari liarnya pikiran

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Imaji Mimpi

24 Februari 2021   10:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   10:44 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pria itu menunggangi kuda putih dengan cepat menuju pohon besar di tengah sabana. Langit biru cerah berawan, mentari sejajar di atas kepala, membuat siang itu terasa gersang. Tapi untungnya rerumputan hijau yang tingginya tidak lebih dari mata kaki, di tambah angin yang cukup kencang, dan pepohonan yang cukup banyak mengelilingi sabana, menambah suasana menjadi lebih sejuk dan sempurna. 

Sesampainya di bawah pohon ia mengikat kudanya ke dahan pohon yang tidak terlalu tinggi sembari melihat lihat sekitar, nampaknya ia tidak asing lagi dengan tempat tersebut. Pria itu lalu berbalik membelakangi pohon dan mulai turun bersandar menekukkan kakinya, ia menarik nafas panjang dan membuka topi koboi yang di kenakan di kepalanya.

"Terimakasih Tuhan nikmatmu memang takan pernah bisa ku bayar sedikit pun." Katanya bergumam di dalam hati sembari tersenyum. Selang beberapa detik jatuh buah berwarna merah yang berukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa di atas kepalanya, dan itu adalah buah apel, ternyata pria tersebut sedang duduk di bawah pohon apel. Untungnya pada saat itu Newton sudah menemukan teori gravitasinya, jadi pria tersebut tidak perlu memikirkan lagi kenapa apel itu bisa jatuh. Tanpa berpikir panjang ia mengambil apel itu lalu memakannya.

Jam berlalu begitu cepat matahari yang tadinya berada di atas kini mulai turun perlahan meninggalkan sebelah bagian bumi. Suara sayup-sayup teriakan seorang anak kecil dari kejauhan membangunkan pria itu, ternyata ia sampai tertidur pulas di bawah pohon setelah memakan apel. Ia menoleh ke sebelah barat sembari mengucek-ngucek matanya, di sana berdiri seorang anak kecil dan wanita cantik yang seumuran dengannya, melambaikan tangan kepadanya. 

Ternyata itu adalah istri dan anaknya yang sedang berada di depan rumah mewah yang cukup besar di sebelah barat sabana, ya dan rumah itu ternyata miliknya. begitu indah kehidupannya dengan segala kebahagiaan dan kesuksesan yang sedang ia rasakan. Lalu pria tersebut mulai berdiri dan melepaskan tali pengikat kuda putihnya, namun entah kenapa karena mungkin masih setengah sadar dari tidurnya, ia pun terjatuh saat kaki kanannya salah meletakkan pijakan di atas sanggurdi. 

Seketika semuanya jadi hitam tidak terlihat apa-apa, ia mencoba membuka matanya, dan mulailah terlihat sebuah cahaya remang-remang yang mulai menusuk penglihatannya, menerangi perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, diiringi dengan suara bising dari sebelah kanan telinganya yang semakin kencang. Dengan begitu kaget pria tersebut terbangun dan melihat sebuah atap rumah dan suara alarm dari telepon genggamnya yang d letakan di meja sebelah kanan tempat ia tidur malam itu. 

Ternyata pria tersebut terbangun dari mimpi indahnya di sebuah kamar kecil dengan kasur yang sudah mulai lapuk, atap yang sudah mulai tua dan barang-barang yang berserakan di sekitarnya. Dengan raut wajah yang cukup kesal dan mukanya yang masih mengantuk, ia mengoceh tidak jelas pada diri sendiri atas kenyataannya saat ini yang tidak seindah dengan apa yang ia mimpikan tadi.

"ress... aress... bangun res sudah pagi... sini ke dapur... tolong bantu mengupas singkong." Kata seorang wanita paruh baya yang suaranya sudah mulai serak dari luar kamar memanggil. Ya pria tersebut adalah Artagena Ares Patricier ia lebih sering di panggil Ares di rumahnya, dan  di panggil Gena oleh teman-temannya. Ia adalah seorang pelajar kelas 3 SMA yang mempunyai mimpi besar untuk merubah kehidupannya yang sekarang. 

"Iya buu bentar,,, ares rapihin kamar dulu." Jawab Ares dengan nada lesu karena masih tidak menerima bahwa yang di rasakan tadi hanyalah mimpi. Ya dan suara wanita yang memanggil Ares itu adalah orang tuanya Ares, ibu kandung lebih tepatnya. Dan di usianya yang akan menginjak 50 tahun ini ia masih saja bersemangat untuk berjualan keripik singkong di depan rumahnya. Seperti hari-hari biasanya setelah kepergian sang ayah yang entah kemana hingga sampai saat ini, Ares selalu bangun pagi untuk membantu ibunya membuat keripik singkong, menahan rasa ngantuk karena jam tidur Ares yang kadang larut malam sudah menjadi kebiasaan buruk yang ia lakukan setelah masuk lingkungan SMA. Ares adalah anak tunggal satu satunya yang di miliki oleh sang ibu, di rumah yang sudah mulai tua Ares hanya tinggal berdua.

Dan pagi itu setelah membantu ibunya, Ares bergegas untuk bersiap menjalankan kewajiban dan rutinitasnya yaitu pergi ke sekolah. Jarak antara sekolah Ares dan rumahnya tidak begitu jauh jika jalan kaki memerlukan waktu 20 menit.

"bu ares berangkat mau nyari si ilmu di sekolah." Teriak Ares kepada ibunya yang sedang sibuk masak di dapur. "iyaa hati-hati nak." Saut sang ibu. Ares memang jarang untuk bersalaman dan berpamitan langsung saat pergi ke sekolah karena ia tau ibunya sedang sibuk, dan ibunya pun paham akan hal tersebut.

langkah kecil beriringan dengan semangat Ares yang kurang menggebu, suasana pagi dengan mentari yang masih tersipu malu perlahan menampakan diri seutuhnya, embun pagi di dedaunan yang mulai berjatuhan serta udara sejuk kala itu tidak menggoda Ares sedikit pun, ia masih saja dalam lamunan memikirkan kejadian mimpi tadi malam. Ternyata bukan hanya kesal yang ia rasakan tapi juga muncul keanehan yang sepertinya mengganjal, seolah olah ada sebuah memori yang menabrak ruang pikirannya dan membuat semua terasa pernah. Ares merasakan Djavu yang begitu hebat hingga ia tidak sadar bahwa di belakangnya ada seorang kawan yang sedari SD selalu satu sekolah dengannya, namanya Ezer, Danish Ezer lebih tepatnya.

"genaaa..woyy genaa .. ares budegg... tungguin boss..." Teriak Ezer pada Ares sembari berlari mendekati. Dan ternyata sapaan yang cukup kencang nan sopan dari seorang kawannya, tidak mampu membuat Ares menoleh sesenti pun. ia tetap berjalan menundukan kepalanya sedikit kebawah melihat jejalanan aspal di pinggir sawah.

Hingga tangan Ezer mendarat di pundak Ares yang sedang berjalan, dengan cukup kencang tangan Ezer berhasil menghancurkan lamunan Ares seketika. 

"woyyyy..." Teriak Ezer tepat di kuping sebelah kanan Ares. Sontak Ares kaget dan berhenti melangkahkan kakinya, lalu ia menoleh kebelakang dan melihat raut wajah Ezer yang sudah kelelahan di pagi hari karena sudah mengejarnya. 

"bikin kaget ajaa lu dan, selow dong,,, santuy kalo manggil.." Ucap Ares sembari menahan emosi dengan nada yang cukup tenang. 

"ya lu juga sih, gue udah manggil dari tadii, dari warung bang haji surdin gua lari tadi nyusul lu" Ujar Ezer mengerutu sambil ngosngosan. 

"ohh ya maap." Jawab Ares singkat. 

"lu kenapa sih, lu ngelamun apa gimana, kesambet lu ya." Tanya Ezer penasaran yang masih mengatur napasnya perlahan-lahan. 

Mendengar pertanyaan itu dari seorang sahabat lamanya atau lebih sering di panggil dani, sontak membuat Ares yang tadinya kesal mulai menaikan kepalanya dan menoleh sejenak ke atas langit biru kelabu dan menarik nafas diantara sinar surya yang oranye di pojok landscape matanya. Mulailah setelah itu Ares bercerita tentang apa yang ia mimpikan tadi malam. 

Gerbang sekolah tinggal beberapa meter lagi di ikuti dengan cerita Ares yang sudah hampir selesai, ia baru sampai menceritakan saat dirinya memakan apel, namun entah kenapa dengan lugunya Ezer memotong cerita Ares dan tiba-tiba berbicara.

"eh gen udah sampe sekolah nih santai aja gua udah tau apa mimpi lu tadi malem, dah ya gua mau duluan ke kelas, kelas kita kan beda, gua kebetulan ada pr b.indonesia bikin novel ceritanya belom  selesai dikit lagi, gua mau lanjut dulu ya babay peace bro." Ezer pun langsung berjalan ke kelasnya meninggalkan temannya Ares yang kebingungan mati kutu diam di tempat.

Kini pikiran Ares semakin liar di tambah jawaban Ezer yang dengan tiba-tiba bisa berkata seperti itu, tapi Ares mencoba untuk berfikiran positif, mungkin apa yang di katakan Ezer hanyalah candaan belaka. 

Hari berlalu seperti biasanya pergantian pagi ke siang menuju petang di habiskan dengan belajar di kelas, ketika pelajaran b.indonesia hari itu yang merupakan pelajaran terakhir.

"baik anak-anak bapak cukupkan sekian dan tolong minggu depan kalian sudah membawa cerita novel kalian yang telah di ketik." Ujar pak Tomy sesaat sebelum bel berbunyi. 

"pak kalo tema ceritanya apa ya pak?." Tanya Danan teman sekelas Ares sambil mengangkat tangan, yang kebetulan duduk tepat di depannya.

"cita-cita mu apa nan?." Pak Tomy balik bertanya kepada Danan. Dengan wajah sedikit kebingungan Danan menjawab dengan ragu-ragu.

"ee gatau pak paling mentok-mentok jadi OB." Jawab Danan di ikuti tawa kecil dari mulutnya. Mendengar jawaban tersebut pak Tomy langsung menundukan kepala dan menahan dengan satu tangannya sembari tersenyum.

"oke anak-anak jadi untuk temanya itu bapak menyarankan cita-cita kalian, apa yang ingin kalian capai coba buat jadi sebuah cerita, bapak mempersilakan kalian untuk menulis fiksi kalian kedepannya, tapi kalo kalian pengen tema yang lain silakan bapak tidak melarang."

Bel pulang pun langsung berbunyi semua anak-anak berlarian meninggalkan kelas dan sekolah, kecuali Ares. Ia terdiam merenung kembali lagi dan lagi memikirkan apa yang ia mimpikan tadi malam apalagi setelah mendengar perkataan pak Tomy tadi mengenai cita-cita. Suasana kelas yang mulai sunyi dan hiruk pikuk terdengar di luar kelas yang kian pergi, langkah kaki pelajar yang ingin pulang di buntuti sinar senja yang tak muncul karena angin kencang dan udara sore yang terasa panas menandakan akan turunnya rinai sebelum hujan. Pikiran Ares yang semakin liar menemukan titik temu kala itu, entah kenapa rasa rindu Ares dengan mimpinya terasa nyata, bagai pungguk merindukan bulan sontak ia berjanji pada diri untuk mengejar angan dari apa yang ia mimpikan tadi.

Ares menengok ke jendela kelas yang mengarah ke lapang sekolah, ia melihat ke sebelah timur dan menemukan Ezer yang sedang berdiri seperti menunggu sesuatu. Ares pun langsung keluar mendatanginya, dan benar saja Ezer menunggu Ares untuk bertanya perihal tugas Matematika. 

Sebenarnya Ezer lebih pintar di bandingkan Ares, di sekolah Ezer selalu mendapat peringkat 3 besar sedangkan Ares selalu berada di peringkat tengah. Alasan yang selalu keluar berulang kali dari Ares ketika berbicara masalah peringkat, ia selalu mengatakan bahwa hak manusia dari Tuhan yang paling besar adalah kebebasan yaitu merdeka dari segalanya begitu pun dalam belajar, ia tidak suka karena sistem pendidikan yang selalu menekan dan lebih mementingkan semua nilai pas rata-rata dibandingkan satu nilai yang luar biasa.

"mtk yang 7 soal lu udah belom gen?." tanya Ezer pada Ares lalu tersenyum, karena ia sudah tau jawabannya.

"nanya apaan sih lu? lu kan dah tau pasti jawaban gue, lu juga lebih pinter dari gue, gajelas bet dah." Jawab Ares dengan nada kesal. Tidak sampai beberapa detik Ares langsung bertanya balik tanpa menunggu tanggapan dari Ezer yang sedang tertawa sembari berjalan berdampingan di pinggiran jalan menuju rumah mereka masing-masing.

"eh gue mau nanya pendapat lu dan, jadi gua mau ngejar apa yang udah gua mimpiin tadi malem, gua mau jadi orang sukses! pasti lu gaakan percaya sih." Tegas Ares kepada Ezer.

"yaudah kejar aja bos,, gua mah ikut bantu lu aja gen, santai,, bisa di atur, kan kalo lu sukses gua pasti kecipratan juga AHAHAHAHAH." Jawab Ezer dengan santainya. Mendengar jawaban dari sahabat yang sudah lama bersamanya, tekad Ares kini menjadi batuan kuat yang sebelumnya hanya kumpulan kerikil kecil. 

Ezer menjadi saksi tak bisu sore itu, rinai petang mulai turun ke permukaan bumi, dingin nya hujan ketika mereka meneduh berbanding terbalik dengan panasnya tekad seorang remaja yang menjadi pengejar mimpi. Tatkala hujan reda mereka melanjutkan langkah menuju rumah, terbesit satu kalimat pertanyaan di benak Ares.

"mimpi lu apa dan?." Tanya Ares dengan spontan. Ezer memasukan kedua tangan kedalam saku celana SMA nya ia menengadah sejenak kepada cakrawala, seperti mencari jawaban pada pencipta, lalu ia tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya.

"gatau gen gua mah bantu lu aja dah, masa depan gua kaya aspal." Jawab Ezer serius.

"hah apa? di injek injek? masa depan lu di injek injek siapa gen?." Ares bertanya dengan lugunya sedikit kebingungan.

"bukan itu bego, Hitamm.. masa depan gua hitam, gelap. Gatau gua mau jadi apa, kagak kepikiran,, dari kecil gua gak pernah kepikiran jadi apa-apa gua cuman mau orang di sekitar gua bahagia." Jawab Ezer dengan cemas penuh harap masih memandangi sudut angkasa. Mendengar kalimat tersebut Ares langsung tertawa, karena jarang sekali Ezer berkata seserius ini.

"yaelah masa lu gaada mimpi sih, apa lu kudu kaya gua dulu, mimpi aneh malem-malem trus kesambet pengen jadi orang sukses." Ujar Ares menyinggung diri sendiri.

"ya ga gitu jugaa bos, gatau dah jangan tanya gituan, gua pokonya mau bantu lu aja titik." Jawab Ezer sekali lagi meyakinkan kepada kawan lamanya.

"idih-idih lu jangan so jadi pahlawan idup gua, ntar gua sukses malah ada berita di balik kesuskesan pengusaha muda tampan nan rupawan ternyata ada sosok teman kecilnya yang bernama Ezer, dih males bet gua nanti kudu bawa-bawa lu." Kata Ares bercanda dengan wajah yang serius.

"ya emang itu kan tujuannya." Jawab Ezer singkat. Sontak jalanan yang tadinya sepi kini dipenuhi tawa kencang dari mereka berdua.

Mulai saat itu lah keinginan Ares yang ingin menjadi seorang pengusaha sukses di gandeng oleh kawan sejatinya Ezer yang selalu membantu dan mendukung Ares demi sebuah angan.

H+1 setelah hari kelulusan pagi itu. Ares dengan tekad yang masih sama seperti beberapa bulan yang lalu ketika terbangun dari mimpinya. Kini ia sudah memiliki rencana, dengan bekal pengalaman membantu ibunya berdagang di halaman rumah setiap pulang sekolah, Ares memutuskan untuk merintis bisnisnya sendiri, Uang tabungan dari kelas 2 SMP nya di korbankan untuk menjadi sebuah modal, langkah yang bagus bagi dirinya. Ares membuka sebuah warung kopi kecil-kecilan di sebelah kota yang ia tinggali, sebenarnya niat awal Ares adalah membuka sebuah kedai cafe tapi ia mengurungkan hal tersebut karena belum memiliki keterampilan dalam meracik sebuah kopi, jadi Ares memutuskan untuk menjual kopi instan terlebih dahulu yang pembuatannya hanya perlu ia seduh, di samping itu Ares sembari mengasah dan belajar dengan Ezer cara meracik kopi. Tapi Ezer tidak sepenuhnya membantu Ares dalam usahanya tersebut, Ezer memutuskan untuk kuliah karena ia tidak bisa menolak apa yang di minta oleh orang tuanya. Ezer mengambil jurusan manajemen bisnis, ilmu yang ia dapat dari kuliah membantu sekali untuk Ares yang bisa langsung Ezer praktekan kepadanya, dan Ezer pun mendapat uang tambahan dari usaha tersebut, sebuah simbiosis mutualisme dari 2 orang anak yang saling melengkapi. 

Beberapa bulan berjualan kini usaha Ares belum juga menemukan titik maju, ia pun sadar semua butuh proses dan waktu, yang terpenting kita jangan melihat waktu tapi perlu melihat proses selama apapun waktunya jika prosesnya kurang maka itu sia-sia, jadi Ares selalu optimis bahwa apa yang ia rintis akan menjadi sebuah capaian manis. Seorang pria dengan pakaian kemeja lengan panjang yang di gulung hingga siku datang ke warung kopi Ares, dengan badannya yang cukup tinggi ia melihat lihat sekitar, seperti seorang seniman yang menilai sebuah karya. lalu ia melihat menu yang di sajikan di warung kopi itu, Ares yang sedang sibuk menyeduh secangkir kopi mencuri-curi pandangan kepada pria tersebut sembari berkata.

"sore mas, mau kopi apa?." Ujar Ares kepada pria tersebut sembari terus mengaduk-aduk gelas yang berisikan kopi susu kala itu.

"disini semua kopi sachet ya mas? kirain saya mas ngeracik bikin sendiri." Kata pria tersebut lalu duduk di kursi tepat di depan meja pesan.

"eh iyaa mas, saya belum bisa kalo untuk buat kopi sendiri, masih belajar sih lebih tepatnya. Maklum pak saya buka warung ini aja belum sampe setengah taun, bentar ya mas." Ucap Ares lalu mengantarkan kopi itu ke meja pesanan seorang wanita yang masih muda sedang membaca baca sebuah buku di sudut warung kopi.

"ini mba silakah." Kata Ares

"terimakasih mas." Jawab wanita tersebut yang langsung menurunkan pandangannya dari buku yang ia baca. Ares lalu kembali ke meja pesanan, lalu ia bertanya sekali lagi kepada pria tadi.

"jadi mau kopi apa nih mas?." Azer tersenyum sambil mengambil tisu lalu mengelap tangannya.

"ini aja deh." Pria tersebut menunjukan kopi yang di maksud.

"okee deh siap di tunggu ya mas." Ares dengan sigapnya langsung membuatkan pria tersebut kopi. Tak kunjung beberapa detik pria tersebut langsung berbicara kepada Ares.

"mas, mas ada rencana buat ngegedein lagi bisnis ini ga mas, eh sebelumnya nama mas siapa?." Tanya pria tersebut.

"perkenalkan nama saya Artagena Ares mas, mas boleh panggil saya Gena atau Ares." Ares menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan

"nama saya Tomy, salam kenal mas." Tomy yang tadinya duduk langsung berdiri sejenak, dan langsung menyambut jabatan tangan dari seorang pemuda yang sedang merintis kopi.

"sebenernya ada sih mas, dari dulu niat awal saya memang mau buat kedai cafe gitu, cuman kebetulan saya belum bisa racik kopi dan modal saya belum cukup, tapi sekarang saya udah bisa lah dikit dikit belajar buat kopi tinggal nunggu modalnya aja." Jawab Ares sembari tersenyum

"oh kebetulan banget nih mas, saya dari kedai cafe sebelah, saya ada rencana buka cabang baru, rencana tempatnya di kota sebelah, untuk modal dan segala halnya bakal di bagi dua." Kata pria tersebut kepada Ares, mendengar perkataan tersebut Ares senang karena dia ingin usahanya maju.

"wah serius mas? tapi kalo boleh tau berapa modalnya kira-kira ?." Tanya Ares kegirangan sembari memberikan pesanan kopi pak Tomy yang sudah jadi.

"untuk modal tenang saja kita 80% dan pihak terkait 20%, nominalnya itu sekitar 20 juta mas." Kata Tomy kepada Ares.

"wahh saya kalo ada modal segitu mau sih, cuman masih kurang untuk sekarang, emang bukan rezeki saya mungkin." Ujar Ares sedikit kecewa karena ia tidak punya cukup uang untuk mencapai nominal yang di tawarkan.

"memang punya modal berapa mas?." Tanya Tomy penasaran

"ya untuk sekarang masih setengah dari total tadi." Ares menjawabnya sembari melihat ke arah jalanan kota di luar sana.

"wahh kebetulan mas untuk setengah dari pembagian modal bisa mas, ntar untuk setengahnya lagi bisa di bayar ketika mas sudah ada penghasilan." Kata Tomy memberikan harapan, bak anak kecil yang di berikan mainan Ares sangat girang ketika tau akan hal tersebut.

Setelah negosiasi dan mengobrol akhirnya Ares setuju akan hal tersebut semua persyaratan ia setujui, namun ia lupa untuk memberikan informasi kepada Ezer. Akhirnya sahabat dekatnya itu marah besar dan Ares langsung menceritakan semuanya. Setelah Ezer mendengar hingga selesai sepertinya ada yang mengganjal di hatinya dan ia pun menyuruh Ares untuk membatalkannya, tapi Ares bersih kuat untuk melanjutkan persetujuan tersebut, karena menurutnya ini kesempatan bagus, akhirnya dengan berat hati Ezer menyetujui.

Satu minggu berjalan semua persyaratan telah terpenuhi uang modal yang Ares miliki pun telah di berikan, Ares memutuskan untuk menutup warkopnya yang berada di pinggiran kota. Ia menunggu konfirmasi dari Tomy saat itu sembari membereskan warung kopi yang ia rintis sejak lulus dari SMA beberapa bulan yang lalu. Dua jam sudah berlalu ia pun beres membersihkan dan merapihkan semuanya, lalu ia duduk di bangku depan meja pesan yang saat itu pernah di duduki oleh pak Tomy, ia membuka telpon genggamnya. 3 jam berlalu tak ada kabar sedikit pun dari pak Tomy gelisah cemas dan tidak sabar bercampur aduk di hatinya, ia pun mulai berfikir yang tidak-tidak. pergantian siang menuju sore menemani Ares dengan sangat lamanya, dirinya memutuskan menghubungi Ezer yang sedang berada di kampusnya, tapi karena sepertinya Ezer sedang ada kelas ia tidak dapat menghubunginya Ezer tidak mengangkat telpon Ares, kini Ares semakin panik lalu ia memutuskan untuk menghubungi pak Tomy secara langsung, tapi sudah beberapa kali pun tak di angkat olehnya. Rasa cemas khawatir akan dirinya tertipu semakin liar di otaknya lalu ia mencoba menghubungi melalui WA dan setelah di lihat ternyata Ares terblok, baru di situlah Ares menyadari bahwa ia tertipu oleh Tomy seseorang yang telah mengharapkan untuk membantu usahanya lebih maju lagi kini sirna, uang modal yang Ares miliki kini sudah habis terbawa kabur oleh Tomy, dan ketika ia tanyakan kepada cafe yang di sebut Tomy pegawai di sana tidak pernah mendengar atau pun mengetahui ada di antara mereka yang bernama Tomy.

"pantas saja selama ini saat mengurus persyaratan tidak pernah di cafe tersebut dan selalu mengajak di tempat lain." Ujar Ares kesal dalam hati. 

Setelah kejadian tersebut kini Ares jatuh sakit, karena terlalu banyak pikiran jadi ia hanya mampu terbaring kembali di kasur yang ia miliki di kamarnya tepat beberapa bulan yang lalu ia mengingat mimpinya yang sangat nyata, tapi ia melihat keadaan sekarang yang jauh dari realita selama ini yang ia punya, rasa kesal, sedih, putus asa, bersatu dalam dirinya tapi ia tetap masih bertekad untuk melanjutkan kembali usahanya karena ia masih mempunyai warung kopi yang telah ia tutup, walau penghasilan yang ia dapat selama ini di bawa kabur oleh orang yang tidak bertanggung jawab. 

Sebulan setelah kejadian tersebut dengan berbekal pengalamannya dan kesalahan yang telah ia perbuat kini Ares lebih berhati hati lagi dan lebih bekerja keras, ia perlahan merangkak lagi untuk bisa berjalan setelah sebelumnya ia hampir lari. Ezer yang masih sibuk dengan kuliahnya masih selalu membantu Ares di tengah waktu luangnya, entah itu secara fisik ataupun pemikiran-pemikiran yang ia dapatkan ketika di kelas. Sebenarnya Ezer sudah muak dengan Ares karena sebelumnya Ares tidak mau mendengarkan perkataan Ezer, tapi kerena memang niat awal Ezer adalah akan selalu membantu Ares, ia bersih kuat untuk tetap mendukung sampai kapan pun.

"ini kesempatan lu sekali lagi, orang-orang di luar sana jarang yang bisa bangkit lagi kaya lo, soalnya mereka percaya kesempatan tidak akan datang 2 kali, jadi lo harus membuktikan buat diri lo sendiri bahwa itu salah, lu kan mau jadi orang kaya yang naek kuda putih punya istri cantik." Kata Ezer memberi semangat sembari mengejek Ares.

"iyaa bawel amat si lu, ntar kalo gw dah kaya mulut lu gw sumpel pake kertas yang ada gambar soekarno hattanya ya, kalo perlu segepok dah." Kata Ares bercanda dengan nada yang kesal.

6 bulan setelah ia memulai kembali bisnisnya Ares bangun sebelum matahari terbit, ia tidak bisa tidur malam itu karena bisnis yang ia jalankan sampai saat ini ternyata belum menemu titik temu, ia malah kesusahan mendapat keuntungan, kini ia sedang berada di ujung kerugian. Ia tidak pernah menyangka bahwa apa yang telah ia lalui selama ini ternyata hanya sia sia, rasa semangat yang ia miliki satu tahun yang lalu kini sirna entah kemana, Ares terus mengutuk kepada dirinya sendiri kenapa dia tidak mampu mencapai mimpinya, pagi itu di pikirannya terlintas kata kata yang pernah Ezer katakan bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali. Ares menangis pagi itu, ia yang merupakan orang terkuat di hadapan orang-orang tedekatnya kini menangis lemas di kesendiriannya, kini ia benar benar putus asa apa yang ia mimpikan ternyata memang hanyalah fiksi yang tak mampu untuk ia non fiksikan. Ares menyerah, psarah di hadapan kuasa menerima nasib yang tak bisa di ubah, meratapi keadaan. isak tangis kecil dari seorang remaja muda yang menyerah begitu saja padahal perjuangannya belum seberapa tapi ia menganggap dirinya lah yang paling bekerja keras, ia belum sadar akan semua hal itu. 

Tepat hari itu ia menjual warung kopi yang ia miliki untuk membayar hutang-hutang yang ia punya karena di landa kerugian, Ares pun harus membelikan ibunya obat karena kini orang yang ia sayangi dan ia miliki satu-saunya sudah mulai sakit-sakitan kini ibunya sudah tidak lagi berjualan keripik singkong di depan rumahnya, Ares memutuskan untuk melanjutkan bisnis kecil-kecilan ibunya itu untung menyambung hidup sembari merawat ibunya di rumah. Ezer yang merupakan sahabat lamanya pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk Ares ia harus fokus terhadap kuliahnya sekarang.

Hari berlalu begitu cepat satu tahun sudah Ares bertahan hidup dari hasil berjualan keripik singkong di depan rumahnya, pagi itu cukup membahagiakan untuk Ares karena ibunya yang selama ini sakit tiba-tiba saja sembuh bahkan sudah berencana membantu Ares berjualan, tapi Ares menolaknya karena ia lebih memilih untuk menyuruh ibunya beristirahat terlebih dahulu. Siang itu ketika Ares sedang menjaga etalase keripik singkongnya terdengar suara perabotan dapur yang jatuh, lalu tanpa berfikir panjang ia kangsung mengeceknya, setelah sampai dengan paniknya Ares mellihat ibunya yang terjatuh tergeletak di lantai dirinya kaget setengah mati langsung berteriak.

"ibuu ibu tidakk papa?." Ares membangunkan ibunya yang telah terjatuh. Ia mencoba beberapa kali tapi sayang, orang tua satu satunya yang di miliki Ares kini sudah tak lagi menapakan kakinya di muka bumi, badannya yang sudah pucat, nafas nya yang sudah tak lagi bekerja membuat Ares berteriak di aliri bendungan air mata, ia berteriak meminta tolong berharap ada seseorang atau tetangganya yang mendengar,teriakan anak muda yang sedang terkapar memeluk ibunya sembari terus berusaha membangunkan ibunya bagaikan seseorang yang tak mampu menerima kenyataan, lagi pula siapa yang mampu untuk rela di tinggalkan oleh seseorang yang kita miliki apalagi satu satunya. Ares kemudian berlari keluar meminta pertolongan, hari itu Ares benar benar hancur padahal baru saja ia menuai harapan ketika melihat ibunya pagi itu telah sehat, tapi ternyata Tuhan memiliki rencana di luar kendali manusia, seseorang yang sangat sangat Ares cintai kini telah pergi bisnis yang ia rintis kini telah tiada, mimpi yang selama ini nyata kini terasa fatamorgana saat ini ia hanya memliki Ezer.

Tadi malam bumi di terpa hujan angin, Ares yang tak bisa tidur malam itu hanya mampu meratapi nasib pahit di usia mudanya, ia menyerah pasrah mengaku kalah pada semesta, mentalnya kini sedang di bentuk. di ujung malam ia berpasrah pada Tuhan mencari secercah harapan. 

"apapun yang engkau rencanakan di masa depan semoga berbanding pas dengan apa yang ku kerjakan hari ini Tuhan, aku tak kuasa untuk merubahnya, hanya dirimulah yang kini patut ku harapkan, semoga semua lelah dan proses selama ini mendapatkan hasil, serta semangat dalam diri semoga selalu menyertaiku." Ares berdoa dengan sungguh sungguh dini hari kala itu, tampaknya setelah satu tahun lebih kepergian ibunya kini ia telah berdamai dengan diri. Kini tekadnya kembali membara ia tidak peduli lagi jika kedepannya gagal, dengan nekad ia mencari pinjaman ke sana kesini. Mimpinya membuka kedai cafe langsung ia wujudkan dengan pinjaman yang besar nyawanya di pertaruhkan, mungkin jika ia gagal saat ini tak ada lagi kemungkinan bisa hidup. Berbekal seluruh pengalaman pengetahuan 2 tahun lebih ia kembali membuka usahanya. Sebuah kedai cafe di tengah kota, belum sampai 6 bulan ternyata ia sudah mampu melunasi semua hutang pinjamannya, kini titik terang nampaknya sudah di depan. Ezer yang sudah hampir di wisuda terus membantu temannya. 

Dua tahun berjalan kini Ares sudah bisa membuka cabang kedai baru, mimpinya selama ini sudah di depan mata Ares akhirnya berhasil di usia mudanya menggapai mimpi mimpi yang ternyata bisa ia capai jika dengan kerja keras, perjalanan menuju mimpinya sangat mulus. Rumah mewah istri cantik serta satu anaknya kini persis dengan apa yang pernah ia mimpikan saat dulu kala, sedangkan Ezer kini sudah bahagia ketika melihat temannya sukses, ia kini kehilangan arah tak memliki tujuan apa apa lagi, kabarnya tak terdengar selama satu minggu ini kepada Ares. Ares yang penasaran mencoba menghubungi Ezer, tapi tak di angkat olehnya. Karena ia penasaran akhirnya ia pamit kepada istri dan anaknya untuk pergi ke rumah Ezer yang cukup jauh, karena kini Ares lebih memilih tinggal di pinggiran kota. Dengan cemas Ares mendatangi rumah Ezer dari kejauhan terlihat orang-orang berkerumun di depan rumahnya, Ares memarkirkan mobilnya di sebuah lahan yang cukup besar sebelum rumah Ezer, Ares mendatangi kerumunan tersebut ia terkejut ketika mendengar pembicaraan orang-orang tentang Ezer ia tidak terlalu mempedulikannya, saat ia mencoba masuk kedalam ternyata Ezer sudah terbaring tak bernyawa di dalam peti mati , dengan luka merah di bagian lehernya. Ares yang tak tau akan kejadian sebenarnya menangis di hadapan sahabat sejatinya, ia merasa berdosa karena belum melakukan apa apa untuk Ezer, perjuangan dan bantuan Ezer tak dapat ia bayar sedikit pun. Ares yang tak menyangka orang terdekatnya kini sudah pergi, setelah kepergian ibunya beberapa tahun lalu kini sahabatnya menyusul entah karena apa, yang jelas kebaikan dan seluruh pengorbanan nya akan selalu Ares kenang, demi menghargai pengorbanan teman sejatinya itu ia membuka sebuah kedai cafe yang di beri nama "Ezer heroes."

Ares menunggangi kuda putih dengan cepat menuju pohon besar di tengah sabana dengan hatinya yang sedih dia mencoba menutupi dengan raut wajahnya yang bahagia. Langit biru cerah berawan, mentari sejajar di atas kepala, membuat siang itu terasa gersang. Tapi untungnya rerumputan hijau yang tingginya tidak lebih dari mata kaki, di tambah angin yang cukup kencang, dan pepohonan yang cukup banyak mengelilingi sabana, menambah suasana menjadi lebih sejuk dan sempurna. Sesampainya di bawah pohon ia mengikat kudanya ke dahan pohon yang tidak terlalu tinggi sembari melihat lihat sekitar, nampaknya ia tidak asing lagi dengan tempat tersebut. Pria itu lalu berbalik membelakangi pohon dan mulai turun bersandar menekukkan kakinya, ia menarik nafas panjang dan membuka topi koboi yang di kenakan di kepalanya.

"Terimakasih Tuhan nikmatmu memang takan pernah bisa ku bayar sedikit pun, dan untuk orang-orang yang ku cintai di atas sana semoga kau bisa bahagia." Katanya bergumam di dalam hati sembari tersenyum. Selang beberapa detik jatuh buah berwarna merah yang berukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa di atas kepalanya, dan itu adalah buah apel, ternyata pria tersebut sedang duduk di bawah pohon apel. Untungnya pada saat itu Newton sudah menemukan teori gravitasinya, jadi pria tersebut tidak perlu memikirkan lagi kenapa apel itu bisa jatuh. Tanpa berpikir panjang ia mengambil apel itu lalu memakannya.

Jam berlalu begitu cepat matahari yang tadinya berada di atas kini mulai turun perlahan meninggalkan sebelah bagian bumi. Suara sayup-sayup teriakan seorang anak kecil dari kejauhan membangunkan pria itu, ternyata ia sampai tertidur pulas di bawah pohon setelah memakan apel. Ia menoleh ke sebelah barat sembari mengucek-ngucek matanya, di sana berdiri anaknya yang masih kecil dan istrinya yang cantik, melambaikan tangan kepadanya. begitu indah kehidupannya dengan segala kebahagiaan dan kesuksesan yang sedang ia rasakan setelah melalui perjuangan yang cukup panjang. Lalu Ares mulai berdiri dan melepaskan tali pengikat kuda putihnya, namun entah kenapa karena mungkin masih setengah sadar dari tidurnya, ia pun terjatuh saat kaki kanannya salah meletakkan pijakan di atas sanggurdi. 

Seketika semua memori masa kecilnya berputar dan teringat di pikirannya, semua perjuangan yang pernah ia lalui sangat detail terjadi tahap demi tahap. lalu ia tersadar melihat dedaunan pohon apel tadi dan melihat anak serta istrinya yang menanyakan keadaanya, lalu Ares memeluk mereka berdua lalu tersenyum sembari berkata "ternyata ini bukanlah mimpi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun