Mohon tunggu...
Haftar
Haftar Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Swasta, penikmat logika jernih, visioner

Saya seorang guru yang dilahirkan di pinggir sebuah teluk yang indah yang bernama TAPAKTUAN yang terletak dibibir pantai Samudera Hindia di Kabupaten Aceh Selatan,Aceh. Sejak kecil menekuni dunia seni teater, melukis dan musik. ternyata setelah saya beranjak dewasa hobi tersebut bermanfaat bagi murid-murid. Maka rutinitas saya selain sebagai guru juga berjualan secara kecil-kecilan membantu usaha istri dan melatih anak-anak lomba bercerita, kaligrafi, melukis,pidato dan menyanyi Juga mengembangkan kreativitas seni saya berupa menulis buku, FB dan merangkai bunga dari tempurung kelapa. . Saya juga selama kuliah di IKIP Medan 1990-1996 saya aktif sebagai pengelola penerbitan kampus "Kreatif IKIP Medan" dan diorganisasi HMI Cabang Medan. Menulis opini di SKH WASPADA Medan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Politik (Cerpol): Bupati Tengku Amri Bukan Sahabatku Lagi

21 Juli 2020   10:25 Diperbarui: 21 Juli 2020   10:32 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebab selama teungku Amri menjadi Bupati. Kesenjangan kehidupan di daerahnya sangat jauh berbeda antara pendukung teungku Amri dengan kehidupan rakyat banyak. Sudah seperti siang dan malam.

Hampir semua tim sukses dulu mendapatkan proyek yang dibagi-bagikan teungku Amri. Kecuali mereka yang benar-benar murni mendukung teungku Amri untuk memajukan Nanggroe. Mereka tidak mau datang ke pendopo menjilat teungku Amri untuk mendapatkan proyek. Mereka murni berjuang memenangkan teungku Amri  sewaktu Pilkada dua tahun lalu.

Sementara rakyat kehidupannya semakin susah. Harga-harga barang kebutuhan poko melonjak tinggi. Mata pencaharian susah di dapat. Mau buka usaha, modal tidak ada. Seharusnya dalam kondisi seperti ini kepemimpinan teungku Amri sangat dibutuhkan rakyat. Sebagaimana ia  dulu melakukan perlawanan menghadapi pemerintah yang sah. Maka ia maju ke depan memimpin bawahannya mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi rakyat.

“Ah...begitu susahnya nasib, saudara-saudaraku..” teriak batin Kadirun.

Belajar dari pengalaman teungku Amri. Kadirun baru menyadari.

Ternyata, menjadi pemimpin di era globalisasi ini, bukan menjalankan roda pemerintahan itu yang berat. Bukan  menghadapi berbagai watak manusia yang susah kita hadapi. Bukan pula menghadapi berbagai krisis ini yang sulit untuk diatasi. Tapi menepati janji pada rakyat itu yang paling sulit dilaksanakan.

Kadirun merasakan itu. Ia hanya bisa berdoa agar kawan dan juga sahabatnya teungku Amri tidak melupakan janji-janjinya. Amiin.

Not: Cerita ini hanya fiktif.

Tutong, 20 Juli 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun