Mohon tunggu...
Ahmad FurqonBurhani
Ahmad FurqonBurhani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Pluralisme dan Multikultural dalam Perspektif Agama

22 November 2020   17:00 Diperbarui: 22 November 2020   17:41 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebuah sistem nilai yang memandang positif dan optimis terhadap kemajemukan budaya, agama, adat istiadat, dan bahkan pola interaksi dengan menerimanya sebagai kenyataan yang nyata dan berbuat baik berdasarkan konteks kenyataan tersebut tanpa harus mengalami distorsi faham teologis secara pribadi agar spiritualismenya tetap kuat-kuat merupakan suatu pernyataan yang sangat korelatif dalam kajian pluralisme dan multikulturalisme dalam prespektif kerukunan antar umat beragama, yang senantiasa bisa dijadikan sebagai common platform bagi masyarakat Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dengan semboyan Bhineka iunggal ika.

Sebagai sebuah negara yang pluralistik dan multikultur yang mewajibkan untuk masyarakatnya agar bisa hidup bersama dalam sebuah perbedaan sering terjadi konflik antar masyarakat, utamanya yang bernuansa agama cenderung tidak dapat terelakkan. Dalam skala global konflik antar penganut agama yang berbeda semakin banyak ditemukan bentuk yang lebih canggih dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai dampak globalisasi. 

Globalisasi yang ditandai dengan kemudahan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, disamping memang banyak memberikan manfaat positif sebagai tampilan praktis dalam menjalani kehidupan, pada bagian lainnya juga memberikan efek negatif terhadap pola-pola baru merebut supermasi sosial budaya dan politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Konflik antar negara dan antar penganut agama yang berbeda semakin menemukan bentuk yang lebih canggih. Akibatnya muncul musuh bersama yang baru bernama terorisme yang sampai saat ini dalang dari terorisme dalam tataran dunia internasional tidak pernah terungkap secara jelas.

Tudingan beberapa pihak atas keterlibatan komunitas Islam dengan dugaan-dugaan yang bermotif diskriminatif terhadap dunia Islam sungguh telah menimbulkan stigma negatif dimata dunia tentang Islam sebagai sebuah agama dan sistem sosial kemasyarakatan. 

Akibatnya kasus-kasus yang sedemikian sangat propaganda itu, kadangkala muncullah situasi yang menegangkan antar penganut agama-agama yang berbeda seperti di Indonesia, walaupun kasus-kasus yang semacam itu tidak dilatar belakangi pada perang antar agama di negeri yang sangat pluralistik dan multikulturalistik ini.

Dengan demikian, nuansa kerukunan antar umat beragama di Indonesia harus tetap menjadi fokus perhatian yang serius di negeri yang plural ini, supaya dimensi harmoni yang merupakan idaman masif dari masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang plural dapat terwujud. Tentunya perlu adanya langkah visioner yaitu meyakini dan mematuhi ajaran kitab suci dan agamanya, dan pancasila dipandang sebagai common platform dengan sikap mental yang konstruktif dinamis.      

Multikulturalisme secara umum diterima secara positif oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut tentu ada kaitannya dengan realitas masyarakat Indonesia yang majemuk. 

Kemajemukan masyarakat Indonesia terlihat dari beberapa fakta berikut: tersebar dalam kepulauan yang terdiri atas 13.667 pulau (meskipun tidak seluruhnya berpenghuni), terbagi ke dalam 358 suku bangsa dan 200 sub-suku bangsa, memeluk beragam agama dan kepercayaan yang menurut statistik: Islam 88,1%, Kristen dan Katolik 7,89%, Hindu 2,5%, Budha 1% dan yang lain 1% (dengan catatan ada pula penduduk yang menganut keyakinan yang tidak termasuk agama resmi pemerintah, namun di kartu tanda penduduk menyebut diri sebagai pemeluk agama resmi pemerintah), dan riwayat kultural percampuran berbagai macam pengaruh budaya, mulai dari kultur Nusantara asli, Hindu, Islam, Kristen, dan juga Barat modern.

Secara praktis, sampai saat ini pemerintah dan masyarakat Indonesia belum menentukan secara normatif model multikulturalisme seperti apa yang harus diterapkan di Indonesia. Selain membutuhkan kajian-kajian antropologis yang lebih mendalam, tampaknya juga diperlukan kajian filosofis terhadap multikulturalisme itu sendiri sebagai sebuah ideologi.

Berbeda dari yang dipahami orang awam, ternyata multikulturalisme mengandung asumsi-asumsi problematis yang harus sebaiknya dikenali, diakui sepenuhnya atau direvisi sesuai realitas khas setiap negeri, sebelum pemerintah dan masyarakat dapat memutuskan apakah akan memeluk ideologi multikulturalisme dan selanjutnya menormatifkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun