Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku, Kepompong, dan Seribu Patahan Hati

27 April 2018   23:58 Diperbarui: 28 April 2018   00:24 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Steve Greer Photography

"Bukan tidak, tapi belum. Ketahuilah bahwa ikhlas adalah sebuah proses. Mungkin sekarang kamu merasa berat untuk melihat dia memilih yang lain dan memperlakukanmu seperti itu. Tapi esok, siapa yang tahu? Hati manusia sangat mudah terbolak-balik. Maka dari itu, berproseslah..."

Tiba-tiba, suara kepompong itu menjadi lemah.

"...Sama halnya dengan kami, para kepompong. Harus ikhlas dicaci, terjatuh, terbelah, dan bahkan ditinggalkan oleh keindahan kupu-kupu di akhir hayat. Tapi, itulah qadar yang harus kami terima. Maka, berproseslah..."

Kepompong itu bergetar.

"Hei, kamu kenapa?"

"Ti, t-tidak apa... ap.. a... Sudah... Waktu..ku..."

Dari sudut bawah kepompong aku melihat ada sobekan kecil yang lama-lama melebar. Ah, aku tahu! Sudah saatnya dia menjadi indah. 

"Hei, kepompong aneh... Eh, ajaib. Maaf. Dan terima kasih banyak... Terima kasih atas petuahnya... Hei, jawab aku!"

Kepompong itu tidak berbicara lagi. Namun dari dalam dirinya menyeruaklah sayap berwarna emas bercampur hitam yang sangaaat indah. Perlahan-lahan seekor kupu-kupu yang cantiknya tidak bisa didefinisikan keluar dari kulit kepompong ajaib itu.

Kupu-kupu itu terbang anggun memutariku selama beberapa saat. Kemudian ia terbang tinggi, tinggi sekali, hingga menghilang dari pandanganku.

"Selamat tinggal... Dan sekali lagi, terima kasih" aku menyeka mata sambil tersenyum melepas kepergiannya. Kini seribu patahan hatiku rasanya bukan masalah besar. Semua perkataan kepompong tadi begitu membangun semangatku lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun