Mohon tunggu...
Muhammad Afandi Helmi
Muhammad Afandi Helmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Doing better

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030061

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pabrik Gula Jatibarang, Wisata Sejarah yang Wajib Dikunjungi

12 Juni 2021   10:20 Diperbarui: 12 Juni 2021   10:32 2872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://money.kompas.com/

Berkuasanya Belanda di Indonesia selama 350 tahun, membuat banyak peninggalan-peninggalan yang masih tersisa dan bisa kita lihat sampai sekarang ini. Salah satu peninggalan Belanda yang masih bisa kita lihat sampai sekarang ini adalah Pabrik Gula. 

Dahulu, Belanda banyak membangun Pabrik Gula yang tersebar hampir diseluruh Pulau Jawa, karena pada saat itu gula adalah salah satu komoditas ekspor terbesar hindia belanda dan juga maraknya Culturstelsel atau tanam paksa membuat pemerintah atau pun para pengusaha Belanda mendirikan berbagai pabrik gula di Pulau Jawa.

Salah satu Pabrik Gula terbesar yang dimiliki Belanda pada saat itu adalah Pabrik Gula Jatibarang atau Suiberfabriek Djatibarang. Pabrik yang beralamatkan di Jalan Raya Jatibarang - Slawi, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah ini merupakan satu diantara tiga pabrik gula yang berada di Kabupaten Brebes. 

Pabrik Gula yang didirikan pada tahun 1842 bersamaan dengan didirikanya Pabrik Gula Adiwerna di Ujungrusi, Kabupaten Tegal, oleh Otto Carel Holmberg yang bekerjasama dengan Perusahaan NV Mij tot Exploitatie der Suiker Onderneming, termasuk dalam komoditas Culturstelsel yang mana produksi gula di Pabrik Gula Jaitbarang termasuk dalam gula konsumsi dengan jenis proses sulfitasi. 

Stasiun Remise (dokpri)
Stasiun Remise (dokpri)
Pada awal produksinya, pabrik gula ini manjadi jalan terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat jatibarang dan sekitarnya, karena keberadaanya yang luas dan komoditas produksi gula yang sangat besar pada saat itu membuat Pabrik Gula Jatibarang memerlukan banyak karyawan. 

Pabrik Gula Jatibarang ini menggerakan mesin-mesinya menggunakan uap yang dihasilkan dari pemanasan air di stasiun ketel. Karena produksi gulanya yang cukup besar setiap tahunnya, membuat pendirinya  Otto Carel Holmberg, membangun dua pabrik gula lainya di Kabupaten Brebes yaitu Pabrik Gula Banjaratma dan Pabrik Gula Kersana dimana jalur kereta lori Pabrik Gula Jatibarang yang digunakan untuk mengakut tebu ini juga terhubung dengan dua pabrik gula tersebut. 

Hal ini menjadi bagian penting dalam sejarah perindustrian gula dan perkebunan tebu di dunia kala itu, karena Brebes pernah menjadi pengekspor tebu nomer 1 di dunia saat itu, yang membuat pengaruh dalam pembentukan budaya indis bagi masyarakat sekitar pabrik gula yaitu percampuran antara budaya lokal (pribumi) dengan budaya eropa. 

Pabrik Gula Jatibarang sendiri merupakan salah satu pabrik gula dengan fasilitas yang cukup lengkap dimana pabrik ini mempunyai Mbesaran yaitu rumah dinas yang ditempati oleh Administrator besarta para keluarganya sejak masa pemerintahan Belanda sampai saat  penyerahan Pabrik Gula Jatibarang dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan RI di tahun 1957.

Namun pada tahun 2009 rumah Mbesaran ini tidak lagi dijadikan sebagai Rumah Dinas Administrator yang kamudian diubah dan disulap menjadi tempat wisata pada tahun 2010, selain itu juga terdapat Stasiun Remise. 

Stasiun Remise adalah  Stasiun yang berada di dalam kawasan Pabrik Gula Jatibarang yang digunakan sebagai tempat menyimpan atau garasi kereta-kerata uap yang ada di sana. 

Bangunan yang masih berdiri kokoh dari dulu hingga sampai saat ini, konon sejarahnya merupakan salah satu bangunan Stasiun Remise yang terbesar dan termegah dibanding dengan milik Pabrik Gula lain yang ada di dunia, yang mana arsitek bangunan stasiun remise ini hanya ada dua di dunia yaitu di PG Jatibarang, dan di Rusia.  

Mesin Penggiling Tebu (dokpri)
Mesin Penggiling Tebu (dokpri)
Selain Stasiun Remise, terdapat juga beberapa stasiun lainya yang ada di Pabrik Gula Jatibarang yaitu Stasiun Gilingan yang digunakan untuk menggiling tebu, Stasiun Pabrik  Tengah yang mana digunakan untuk memproses dan memasak nira, Setasiun Puteran yang digunakan untuk proses pengkristalan gula, Stasiun Besali yang digunakan sebagai tempat berbaikan mesin-mesin pabrik dan juga tempat untuk menyimpan suku cadang, Stasiun Ketelan yang digunakan sebagai tempat perebusan air sehingga menjadi uap sebagai alat penggerak bagi mesin giling tebu, dan yang terakhir Stasiun Listrik yang digunakan sebagai tempat instalasi listrik bagi pabrik.

Stasiun Ketelan (dokpri)
Stasiun Ketelan (dokpri)
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 45, pengelolaan pabrik gula ini diambil alih oleh PT Perkebunan Nusantara IX yang juga mengelola beberapa pabrik gula lainya yang ada di Pulau Jawa. 

Namun sangat disayangkan, produksi gula PG Jatibarang setiap tahunnya mengalami penurunan sejak pengelolaan diambil alih pemerintah Indonesia. Kereta yang dahulu digunakan sebagai alat pengangkut tebu lama kelamaan keberadaanya mulai hilang digantikan dengan truk. 

Maski begitu, tradisi tahunan yang ada di pabrik gula ini tetap dilestarikan yaitu metikan atau semacam pasar malam adalah acara yang diselenggarakan menjelang penggilingan berupa hiburan untuk masyarakat sekitar. 

Selain itu, ada juga penganten tebu adalah acara yang berupa syukuran untuk memperoleh keselamatan sebelum penggilingan yang berupa mengarak macam-macam jenis tebu dari berbagai wilayah yang kemudian ditutup dengan walimahan oleh para pegawainya.

Setelah eksis cukup lama, akhirnya pada tahun 2017 Pabrik Gula Jatibarang resmi ditutup karena Biaya sewa lahan yang tinggi, ditambah lagi biaya operasional yang sangat besar serta hasil produksi gula yang semakin menurun, yang mana hal ini dianggap tidak menguntungkan bagi pengelola. 

Kemudian karena banyaknya minat masyarakat yang ingin melihat pabrik ini, membuat pengelola membuka pabrik ini untuk umum sebagai tempat wisata. Pabrik Gula ini buka untuk umum setiap harinya. Dengan cukup merogoh kocek sebesar Rp 5000, kita bisa melihat dan menikmati bangunan-bangunan serta mesin raksasa di pabrik gula ini. 

Selain sebagai hiburan dan dapat menghilangkan penat, pengunjung juga dapat berswafoto dengan latar belakang bangunan yang klasik serta instagramable yang menjadikan kesan artistik bagi para kaum milenial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun