Mohon tunggu...
AD Tuanku Mudo
AD Tuanku Mudo Mohon Tunggu... Penulis - aktivis sosial kemasyarakatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lewat Badikie dan Malamang Meneladani Nabi Muhammad SAW

29 Oktober 2020   13:09 Diperbarui: 29 Oktober 2020   13:13 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dengan badikie dan malamang di Masjid Raya Pungguang Kasiak Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Rabu malam. (foto dok facebook rahmat tk sulaiman)

Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang dibungkus dengan tradisi keagamaan di Kabupaten Padang Pariaman terlihat semarak, terutama di masjid raya milik nagari yang selalu melakukan peringatan hari besar Islam itu setiap 12 Rabiul Awal.

Sejak siang menjelang petang Rabu, masyarakat yang di masjid-nya menggelar peringatan maulid telah ramai oleh masyarakat yang mengantar makanan dan minuman. 

Aneka kue dan buah-buahan disusun rapi dengan pernak-pernik yang menarik, tentu bagian dari suka cita menghormati sang pemimpin ummat Nabi Besar Muhammad Saw.

Ada yang susunan buah-buahan serta kue yang ditata berjenjang setinggi dada orang dewasa itu pakai lampu, sehingga saat peringatan maulid malamnya terlihat semaraknya. 

Pemandangan demikian bisa kita lihat di sepanjang Ulakan Tapakis, Lubuk Alung, Sintuak Toboh Gadang, Batang Anai, dan kecamatan lainnya di daerah itu.

Orang siak, yang terdiri dari tuanku, labai, tukang dikie, imam khatib, janang diatur duduknya sesuai ketentuan yang di dudukkan oleh dua tiga orang janang yang mengaturnya. Mereka semua duduk di atas kasur yang dibentang di belakang aneka makanan yang tersusun secara memanjang.

Biasanya, di masjid raya yang nagarinya besar, atau terbilang masjid tua, tukang pandai dikienya lebih banyak pula diundang. Ada lima sampai delapan pasang. 

Tukang dikie yang banyak membaca dan menyanyikan cerita sejarah Nabi Muhammad Saw itu hadir secara berpasangan. Orang kebanyakan pada umumnya sangat tidak mengerti apa yang dibaca tukang dikie itu.

Orang banyak yang cuka mencomooh, kadang berkata, manga urang di musajik tu, basorak-sorak tu. Mungkin tukang dikie itu sendiri juga tak mengerti arti yang dia baca. Yang jelas, mereka mempelajari itu, lalu datang orang mengundangnya untuk badikie di masjid atau suraunya, dia turut.

Namun, yang mereka baca adalah sejarah dan cerita keistimewaan Nabi Besar Muhammad Saw yang patut diteladani oleh ummatnya. Irama dikie itu saling bersahutan antara pasangan tukang dikie yang satu dengan pasangan lainnya.

Para tuanku sebagai ulama dan guru yang dihormati dalam helat itu, di dudukkan di bagian atas atau mihrab masjid. Sehabis membaca awal permulaan maulid, para tuanku ini banyak duduk, dan tentunya saling bicara sesama dia.

Semalaman peringatan maulid ini, mereka yang di dudukkan itu tak perlu keluar pekarangan masjid, semisal pergi minum kopi atau merokok. Ada banyak aneka minuman dan makanan yang diantar sejak siangnya ke masjid untuk dicicipi selama dalam acara.

Menjelang Subuh masuk, irama dikie ini semakin menyayat hati banyak orang. Lagunya kian jelas. Bersadaqa dinamakan. Semua yang duduk di atas kasur itu pada berdiri. Yang sedang ketiduran sambil duduk tiba-tiba terjaga dan terbangun, tanda penghormatan, seolah-olah Nabi Muhammad Saw datang di tengah-tengahnya.

Sementara, kaum ibu-ibu nagari itu juga sibuk di rumahnya. Memasak sebanyak-banyaknya, membuat lamang, dan makanan lainnya. Di samping untuk dibawa ke masjid, ibu-ibu ini juga terbilang baralek di rumahnya. 

Semua ipar besan, andan pasumandan, karib kerabatnya pada datang ke rumahnya. Nabi mengajarkan supaya kita selalu memuliakan tamu. Memasaklah para ibu-ibu itu, untuk menghormati tamunya.

Tamu yang datang tak boleh tidak makan. Pulangnya pun dikasih sebatang atau dua batang lamang, sebagai buah tangan dari balik tempat orang maulid. Lamang, sebuah makanan yang terbuat dari beras pulut yang dimasak pakai bambu.

Sehabis badikie semalaman, besok siangnya diadakan jamuan. Masing-masing masjid beda kampung, beda pula cara yang dilakukannya. Ada yang membuat lamang di masjid. Dan ada pula yang lamang untuk orang siak itu ditumpangkan di masing-masing rumah masyarakat.

Sambil jamuan, para janang berkeliling membagikan sedekah untuk orang siak. Sedekah berupa uang dalam amplop, lamang secukupnya yang dililit dengan sehelai kain sarung baru. 

Untuk mencarikan sedekah orang siak sebanyak itu yang nilai lumayan tinggi, pengurus masjid tak perlu repot. Orang kampung bilang, kabek padi jo daunnya.

Artinya, setiap momen acara di masjid, kegiatan badoncek pun dilakukan. Masyarakat merasa berkewajiban untuk beriur, sesuai kemampuannya. Semangkin terkenal dan hebat tokoh masyarakat itu, biasanya semakin besar pula sumbangan yang dia berikan ke masjid untuk kesuksesan acara maulid.

Pun masyarakat kampung itu yang tinggal di rantau tak ingin ketinggalan. Mereka mengirimkan banyak uang untuk helat tersebut. Hubungan baik ranah dengan rantau ini lumayan terbangun dengan hebatnya di seantero Padang Pariaman. Orang daerah ini terkenal banyak tinggal dan sukses di kampung orang.

Tak salah, dalam bahasa plesetan orang menyebut, lamang itu sama artinya dengan "labo mengaji". Karena setiap habis acara yang pakai orang siak, tuan rumah selalu menyediakan lamang. Baik acara di masjid dan surau berupa maulid, atau di rumah masyarakat mengaji kematian, menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Tingkatan maulid ini ada tiga macam. Mulai dari menyongsong, menduabelas, dan maanta. Ketiga macam itu tetap badikie. Hanya saja lamanya yang berbeda. Kalau menyongsong itu bedikie sekedar orang siak kampung itu. Paling sampai pukul 24.00 Wib.

Kalau menduabelas, itu semalam sehari. Baralek gadang namanya di masjid. Sedangkan maanta, juga sama dengan menyongsong. Tak pakai lama, dan tak mengundang tamu dari luar.

Di tengah pandemi saat ini, peringatan maulid sedikit berkurang. Apalagi pemerintah daerah telah mengeluarkan aturan untuk tidak melakukan perhelatan, baik di rumah maupun di tempat umum. Meskipun demikian, yang telah membuat kesepakatan untuk maulid, tetap saja diadakannya.

Seperti yang maulid malam Rabu, tak ada orang siak-nya yang pakai masker. Jarak duduknya tetap seperti biasa pada saat belum ada pandemi covid-19. Dan memang, kalangan orang siak ini masih kaku memakai alat penutup hidung dan mulut tersebut.

Yang namanya wabah tidak saja zaman sekarang adanya. Sejak zaman saisuak sudah ada. Hanya namanya yang berbeda, sesuai perkembangan ilmu pengetahuan. 

Nabi memang melarang ummatnya untuk datang dan berkunjung ke wilayah zona merah. Begitupun yang berada di zona merah, jangan pergi dan bepergian ke tempat yang belum terkena wabah.

Tentu cerita peringatan maulid dengan cara syarafal anam badikie ini, hanya adat salingka nagari. Artinya, pengunjung dan undangan orang siak pandai dikie di datangkan dari seantero Padang Pariaman.

Inilah cara rang Piaman menghormati Nabi Muhammad Saw. Dari cara itu, tertanam rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan, dan rasa memiliki. Dengan peringatan maulid ini masyarakat bisa membangun rumah ibadah, memperindah bangunan masjid yang masih terbengkalai, serta membuat sarana lainnya untuk kepentingan banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun