Semalaman peringatan maulid ini, mereka yang di dudukkan itu tak perlu keluar pekarangan masjid, semisal pergi minum kopi atau merokok. Ada banyak aneka minuman dan makanan yang diantar sejak siangnya ke masjid untuk dicicipi selama dalam acara.
Menjelang Subuh masuk, irama dikie ini semakin menyayat hati banyak orang. Lagunya kian jelas. Bersadaqa dinamakan. Semua yang duduk di atas kasur itu pada berdiri. Yang sedang ketiduran sambil duduk tiba-tiba terjaga dan terbangun, tanda penghormatan, seolah-olah Nabi Muhammad Saw datang di tengah-tengahnya.
Sementara, kaum ibu-ibu nagari itu juga sibuk di rumahnya. Memasak sebanyak-banyaknya, membuat lamang, dan makanan lainnya. Di samping untuk dibawa ke masjid, ibu-ibu ini juga terbilang baralek di rumahnya.Â
Semua ipar besan, andan pasumandan, karib kerabatnya pada datang ke rumahnya. Nabi mengajarkan supaya kita selalu memuliakan tamu. Memasaklah para ibu-ibu itu, untuk menghormati tamunya.
Tamu yang datang tak boleh tidak makan. Pulangnya pun dikasih sebatang atau dua batang lamang, sebagai buah tangan dari balik tempat orang maulid. Lamang, sebuah makanan yang terbuat dari beras pulut yang dimasak pakai bambu.
Sehabis badikie semalaman, besok siangnya diadakan jamuan. Masing-masing masjid beda kampung, beda pula cara yang dilakukannya. Ada yang membuat lamang di masjid. Dan ada pula yang lamang untuk orang siak itu ditumpangkan di masing-masing rumah masyarakat.
Sambil jamuan, para janang berkeliling membagikan sedekah untuk orang siak. Sedekah berupa uang dalam amplop, lamang secukupnya yang dililit dengan sehelai kain sarung baru.Â
Untuk mencarikan sedekah orang siak sebanyak itu yang nilai lumayan tinggi, pengurus masjid tak perlu repot. Orang kampung bilang, kabek padi jo daunnya.
Artinya, setiap momen acara di masjid, kegiatan badoncek pun dilakukan. Masyarakat merasa berkewajiban untuk beriur, sesuai kemampuannya. Semangkin terkenal dan hebat tokoh masyarakat itu, biasanya semakin besar pula sumbangan yang dia berikan ke masjid untuk kesuksesan acara maulid.
Pun masyarakat kampung itu yang tinggal di rantau tak ingin ketinggalan. Mereka mengirimkan banyak uang untuk helat tersebut. Hubungan baik ranah dengan rantau ini lumayan terbangun dengan hebatnya di seantero Padang Pariaman. Orang daerah ini terkenal banyak tinggal dan sukses di kampung orang.
Tak salah, dalam bahasa plesetan orang menyebut, lamang itu sama artinya dengan "labo mengaji". Karena setiap habis acara yang pakai orang siak, tuan rumah selalu menyediakan lamang. Baik acara di masjid dan surau berupa maulid, atau di rumah masyarakat mengaji kematian, menyambut datangnya bulan Ramadhan.