"Anak setan! Dia memanggil arwah laut!" sahut yang lain.
"Dia pembawa bencana! Pergi kau dari sini! Pergi!"
Cacian dan makian kini menghujani Tirta. Bahkan mereka yang tadinya hanya diam, kini ikut menyuarakan ketakutan dan kebencian mereka. Mereka tak melihat penyelamat dalam diri Tirta, melainkan perwujudan dari semua ketakutan mereka terhadap laut yang tak terduga.
Tirta menatap mereka satu per satu, hatinya terasa pedih. Orang-orang yang dulu adalah tetangganya, teman sepermainannya, kini mengusirnya. Tak ada yang mencoba memahaminya. Tak ada yang melihat bahwa ia hanya mencoba melindungi laut yang mereka semua cintai.
Dengan langkah berat, Tirta berbalik. Ia tidak membantah, tidak mencoba menjelaskan. Apa gunanya? Mereka sudah menghakiminya. Ia berjalan menyusuri pantai, menjauh dari desa, menjauh dari satu-satunya tempat yang pernah ia sebut rumah. Angin laut meniup rambutnya yang gondrong, membawa serta bisikan ombak yang seolah menjadi satu-satunya teman setianya kini.
Ia sendirian. Diasingkan. Pertanyaan tentang jati dirinya semakin menghantuinya: apakah ia manusia biasa yang diberkahi kekuatan aneh, ataukah ia memang jelmaan lelembut laut, seperti yang mereka tuduhkan? Laut yang murka telah menunjukkan kekuatannya melalui dirinya, namun kini Tirta harus menghadapi badai lain: badai dalam jiwanya sendiri. Perjalanannya baru saja dimulai, sebuah perjalanan untuk mencari jawaban di tengah samudra ketidakpastian.
-- BERSAMBUNG ke Bab 5 --
_______
Buku novel ini adalah bagian dari proyek "Lab Histori"Â
https://medium.com/@labhistori
https://www.wattpad.com/user/labhistori