Meluncur ke tokonya di tengah kota yang memang menjual beraneka nutrisi hewan.Â
"Tumben Om pelihara kucing...Coba dikasi susu untuk bayi kucing ini Om, " sarannya pada beberapa sachet susu yang terbuat susu kambing, ketika saya ceritakan kronologisnya.
Singkat cerita, kucing tak beribu itu  saya namakan Kupi,kepanjangan dari Kucing Piatu. Kupi tumbuh baik dan makin lincah, meski dengan susu buatan yang dikemas.Â
Makin besar tubuhnya membuat saya memindahkannya ke halaman depan. Karena kerja masuk pagi pulang sore, saya membiarkan nya ada di depan rumah.Â
Namun malang tak dapat dihindar. Di akhir 2018, di minggu pagi saya bangun, Kupi saya sudah entah kemana. Padahal paling setia dia menunggu saya di depan rumah, hingga ke depan kamar, Â karena selalu ada jatah sarapan pagi sepotong ikan goreng.Â
Sejak itu selalu ada rasa kangen pada Si Kupi. Namun namanya kucing kampung, sebesar apapaun rasa cinta pemiliknya, bagi orang lain yang jahil dan berniat jahat, kucing kampung mungkin dirasa tak seberapa berharga di banding kucing ras.Â
Mereka bisa membuang dan menyingkirkan, tanpa seijin Tuannya, seperti hal nya apa yang terjadi pada kucing bawaan dari kantor itu. Hanya 2 bulan bersama Beta....setelah itu entah dimana.Â
Priti, Prito dan Pritu datang tak disangka, pengganti Kupi.Â
Beberapa bulan setelah Kupi tiada, saya belum kepengen mlihara kucing lagi. Saya juga tak mau berpikir negatif sama tetangga kiri kanan. Ndak baik suudzon. Meski ngerasa juga seandainya peliharaan hewan kesayangan mereka yang dilenyapkan sama orang, gimana sih rasanya? ya gitulah...
Hingga Bulan Februari 2019, saat pagi hendak ke kantor, seekor kucing kecil dengan warna bulu hitam putih, ada di teras. Ketika menunduk untuk mengikat tali sepatu, melangkahlah pelan -pelan kucing itu lalu duduk dekat dengan saya.Â
1. Dialah Priti, kucing lucu.
Saya mencoba untuk menggendongnya, dia diam saja. Saya cek kelaminnya, ternyata kucing betina. Dalam hati,ini kucing siapa. Kok bisa main ke sini.Â