Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pertimbangkan 5 Hal Ini Sebelum Memberi Kontak Darurat Saat Pengajuan Kredit

9 Juli 2020   00:57 Diperbarui: 10 Juli 2020   16:46 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kartu kredit (Sumber: Shutterstock via money.kompas.com)

Just Sharing....

Hari Minggu lalu tepatnya tanggal 05 Juli 2020, ada telepon masuk ke HP saya. Menilik nomornya dengan kode +6221XXXX86XXXX sepertinya itu kode wilayah Jakarta. 

Panggilan pertama tak diangka, lalu panggilan kedua saya biarkan saja gawai bergetar. Namun pikiran mulai bertanya -tanya. Ini nomor dari kantor mana? 

Karena teman-teman di kantor pusat, bila ada keperluan atau hal urgen, jarang komunikasi via telepon kantor. Seringnya lewat email atau info di grup WA divisi atau regional. Bila dirasa penting sekali, ya japri atau telepon langsung dengan nomor pribadi. 

Dugaan paling kuat, mungkin dari penyedia kartu kredit. Kerap kali ditawari namun ditolak. Belum butuh dan terima kasih sudah menghubungi. 

Kira-kira begitu biasanya jawaban penolakan saya secara halus. Meski sedikit tak nyaman kala dihubungi, lantaran harus meluangkan waktu sekian menit untuk mendengarkan penawaran.

Panggilan ketiga masuk lagi. Mau tak mau, saya harus mengangkatnya. Sekalian menjawab rasa penasaran

"Selamat Siang Pak Adolf. Saya Agus (nama samaran) dari aplikasi kredit bla bla bla...", sapa sang penelpon. 

Dia menyebutkan tak hanya nama depan, tapi nama lengkap beserta nama marga (fam). Seperti nama di akun K. Dalam hati, kok tau ya.

"Bagaimana Mas? Ada yang bisa dibantu?", tanya saya. 

Akhirnya si mas penelpon itu (yang dari suara dan intonasinya, saya taksir usianya sekitaran 20-an hingga 30 awal), memberitahukan perihal kredit online salah seorang sahabat di kota lain (beda provinsi). 

Sahabat saya itu, yang sudah seperti adik kandung memakai nama saya sebagai kontak darurat (disingkat KD) kala mengajukan pinjaman dana online beberapa bulan silam. Dan mereka sulit menghubungi dia untuk mengkonfirmasi soal tunggakan tak terbayar. 

"Bapak punya nomor istrinya ngga? Atau mungkin nomor lain milik nasabah itu?", tanyanya lagi.

"Sering komunikasi namun hanya dengan nomor itu (nomor nasabahnya). Terakhir Bulan Februari, setelah itu jarang. Mereka tak cerita juga soal kredit ini. Memangnya berapa sih kreditnya?", tanya saya balik. 

Aplikasi kredit (Sumber: bankkertiawan.com)
Aplikasi kredit (Sumber: bankkertiawan.com)
Ini pertanyaan memancing. karena saya tahu ada etika tak tertulis di perusahaan pembiayaan. Tak boleh memberitahukan besaran kredit pada orang lain selain nasabah dan pasangannya yang bertanda tangan di PP (Perjanjian Pembiayaan). 

Orang lain itu termasuk KD yang dicantumkan oleh si nasabah atau kontak survei lingkungan yang biasanya dicantumkan di map aplikasi oleh petugas marketing di masa pra kredit (sebelum kontrak berjalan). 

"Maaf, kami tak bisa memberi tahu. Sampaikan saja pada nasabahnya, tolong tunggakannya dibayar di kredit online bla bla bla", jawabnya kemudian mengakhiri telepon. 

Kontak darurat dan pentingnya data itu bagi nasabah dan perusahaan pembiayaan 
KD alias kontak darurat adalah data seseorang beserta nomor teleponnya, direferensikan oleh calon nasabah kepada lembaga pembiayaan manakala nasabah tersebut mengajukan kredit. 

Beberapa lembaga pembiayaan hanya mensyaratkan satu orang, namun ada juga yang lain meminta lebih dari satu KD. Harus ada nama dan nomor teleponnya, termasuk alamatnya (meski alamat tak harus detail). 

Biasanya si marketing (sales) yang menghandling proses di awal akan menanyakan itu dan mengisinya di form pembiayaan. Setelah di kantor, data KD akan di input dalam sistem. 

Beberapa yang lain (termasuk pinjaman online), biasanya meminta nasabah menginput sendiri via form di aplikasi. Lalu setelah terisi dan disubmit, otomatis mengalir ke sistem data di perusahaan pembiayaan itu. 

Pertanyaannya adalah apakah data KD itu wajib dan penting? Jawabannya iya.

Pertama, karena akan dinput di sistem. Bila tak terisi, proses aplikasi by sistem tak akan mengalir ke divisi kredit atau ke petugas yang berfungsi sebagai approval (penyetujui kredit). 

Kedua, bila sudah terisi, secara acak (tak semua ya), si petugas kredit bisa lakukan sampling by aplikasi. 

Menghubungi nomor HP nasabah untuk verifikasi data (usaha, tempat tinggal, tujuan kredit dan lain-lainnya) dari data awal yang diinput oleh Marketing. Ini termasuk bisa saja menghubungi nomor HP si KD untuk konfirmasi kebenaran (kecocokan). Dengan begitu, tak bisa sembarangan alias segampangnya aja memilih seseorang untuk dijadikan KD. 

Fungsi KD juga akan terpakai bila suatu saat nomor HP nasabah dan pasangan tak bisa dihubungi karena satu dan lain hal. Misalnya konfirmasi tunggakkan, perpanjangan asuransi atau bila kontraknya masih aktif, dan kontrak tersebut dijadikan sampling oleh tim audit yang melakukan sidak ke kantor cabang. 

Bila ditemukan KD tersebut tak saling kenal alias tak tahu nasabah tersebut, biasanya akan dicek lagi ke si nasabah atau ke petugas yang menghandling pertama. Ini nomor siapa dan apa hubungannya antara si KD dengan si nasabah tersebut. Atau bisa saja si nasabah memberi nomor sembarangan alias nomor bikin-bikinan di awal lalu diinput oleh petugas. 

Bila itu ditemukan, karyawan internal bisa dikenai sanksi, dianggap lalai dalam pekerjaan. Tak lakukan cross check sesuai SOP terhadap data yang diterima. Bahaya juga. 

Pilih KD yang beretika dengan 5 pertimbangan ini
Berkaca dari pengalaman di atas dan pertanyaan pancingan saya, ternyata petugas kredit online itu tak bocor ke saya soal berapa pinjaman dan sisanya lagi berapa. 

Ini salah satu etika bagaimana mengkonfirmasi dengan KD (manakala terjadi default), tanpa membuka ibaratnya dalaman si nasabah. Cukup luarnya saja. 

Karena dari beberapa pengalaman di kantor dan juga kejadian di masyarakat, KD yang kurang beretika bisa membuat penanganan dan itikad membayar menjadi runyam lantaran petugas "bocor" semua kepada KD. 

Sudah petugasnya bocor, KD-nya adalah orang yang salah menterjemahkan. Maksudnya KD juga orang yang maaf, seperti jerigen minyak yang bocor. Netes dimana-mana dan aromanya k emana-mana. 

Rahasia yang menjadi ranah segitiga bermuda antara si nasabah, si KD dan si perusahaan pembiayaan itu (saya asumsikan kredit online itu sebagai perusahaan pembiayaan), bisa tersebar dan diketahui orang banyak. 

Ini tak pandang KD itu masih hubungan keluarga, hubungan teman atau kenalan. Salah satu hak nasabah kala mengajukan pinjaman (entah online atau konvensional) adalah kerahasiaan. 

Berharap tak diketahui orang lain (kecuali pasangan). Ada hukum dan etika (baik secara tertulis maupun tidak) yang mengikat perihal itu antara si pemberi kredit, nasabah dan orang yang direkomendasikan sebagai KD. Ada faktor trust (kepercayan) seorang nasabah itu mencantumkan nama si KD.

Misalkan contoh 3 baris percakapan di bawah. Bisa jadi tak hanya kebetulan, tapi benaran ada. Entah di kantor, di lingkungan RT, di lingkungan keluarga besar bahkan sampai di grup WA. 

" Kok kreditmu di situ ngga dibayar", ujar seorang rekan kerja pada temannya di kantor, dengan nada bercanda berbalut sindiran

"Hmm...dari mana dia tahu?", kata temannya yang nasabah itu dalam hati sembari merenung dengan muka menahan malu

" Saya dikasitau sama si KD", ujar si teman yang menyindir itu sembari ketawa

Hmm...bila sudah begini, akarnya cuma dua, yaitu pertama bocoran si petugas kredit pada KD dan kedua, si nasabah salah memilih KD. Karena tak bisa dihindari, bisa saja petugas penagihan ngomong terbuka apa adanya, namun bila KD itu beretika, tentunya tak akan koar-koar ke orang lain selain ke nasabah dan pasangannya. 

Dan masalahnya bisa menjadi runyam, lantaran kita hidup di masyarakat yang suka kepo (suka ngomongin) masalah orang lain. Bukan menahan lidah dan menjaga lisan sembari memberi solusi, tapi malah membuat masalah berlipat dengan masalah baru. 

Di satu sisi si nasabah berjuang untuk mengangsur kewajiban. Di sisi lain, teman yang dipercaya sebagai KD, malah bocor ke mana -mana sehingga diketahui banyak orang. 

Well, ini 5 pertimbangan dasar memilih seorang dari sekian banyak yang kita kenal, sebagai KD:

1. Pilih orang yang bisa dipercaya
Kepercayaan terhadap seseorang biasanya berdasarkan rekam jejak. Semakin lama kenal, semakin lama berinteraksi, tahulah model dan perangainya. 

Pilih yang dekat namun tak suka bocor atau tak suka bicarakan orang lain. Jujur dan bisa dipercaya. Tentulah ada orang-orang seperti ini yang dekat dengan kita sebagai sahabat, sebagai rekan kerja atau masih berhubungan sebagai keluarga. 

2. Pilih orang yang tak sering ganti nomor HP dan pulsanya tak sering sekarat
Ini karena nama orang tersebut dan nomornya akan tersimpan di data sistem selama masa kredit berjalan. Bila ada konfirmasi perihal hal-hal yang dituliskan di atas, sangatlah membantu bila nomor itu selalu aktif dan dapat dihubungi. Kadang nomor masih aktif, namun pulsa dan paket senin kamis, hehe. So pilihlah yang terbaik dari yang baik.

3. Pilih orang yang peduli dengan Anda
Sahabat saya yang sudah seperti saudara itu, menghabiskan waktu hampir 15 tahun bersama saya. Dari zaman dia baru pertama kuliah, ngekost bareng waktu masih bujang, hingga menikah dan sudah beranak dua. Saya kenal dia dan istrinya seperti apa, dan mereka dan anak-anaknya kenal saya seperti apa. 

Dia menggunakan nama saya sebagai KD (tanpa sepengetahuan saya) bisa jadi lantaran dia mungkin punya pertimbangan sendiri. Mengapa tak pakai nama saudara sendiri? Bisa jadi sebagian orang tak ingin diketahui keluarga besar. Atau boleh jadi  ada sahabat yang lebih dekat daripada keluarga sendiri. 

Bukankah ada di antara kita yang seperti itu? Sahabat rasa saudara. KD tipe begini mampu memahami bila suatu saat usaha, pekerjaan dan kehidupan Anda berdampak sesuatu (contohnya pandemi corona) atau kesulitan lain berakibat ketidaklancaran angsuran. Respon yang muncul adalah empati, bukan umpatan.

4. Mohon izin dan kerelaan pada orang tersebut
Mereferensikan seseorang sebagai KD berarti melibatkan dia dalam proses kredit orang lain. Meski dia masuk sebagai kriteria nomor 1, 2 dan 3 di atas, ada baiknya minta izin terhadap yang bersangkutan. Mengapa? 

Sudah pasti melibatkan dia dalam proses kredit orang lain. Nama dan nomor HP-nya tersimpan di sistem. Bisa jadi suatu saat akan dihubungi oleh pihak pemberi kredit. Ketidaknyamanannya adalah dia mungkin tak tahu menahu soal itu. So, minta izin dulu kakak. 

5. Pilih orang yang rasa Anda mampu bertanggung jawab terhadap privasinya
Privasi menurut KBBI adalah kebebasan atau keleluasaan pribadi. Nama, nomor HP KD, termasuk alamat tempat tinggal (atau alamat kantor) adalah masuk privasi seseorang. 

Jangan sampai privasi dia terganggu lantaran kontrak kredit kita. Misalkan si KD ditelepon terus menerus oleh pihak pemberi kredit lantaran nomor nasabah (atau pasangannya) tak dapat dihubungi. Sudah pasti menimbulkan ketidaknyamanannya. 

Bila si nasabah yang bermasalah adalah teman baiknya, ada rasa sungkan untuk marah (namun di dalam hati dibaluti rasa dongkol). Intinya adalah dengan menaruh Si KD di sana, timbul rasa tanggung jawab untuk melunasi kewajiban karena tak elok melibatkan orang lain. 

Atau menyarankan kepada pemberi kredit, lebih baik berkomunikasi dengan nasabah dan pasangannya langsung (by phone atau ketemuan langsung), dibanding menghubungi nomor KD.

Mungkin 5 hal di atas bisa dijadikan pertimbangan. 

Semoga mengedukasi, 

Sumbawa, NTB, 08 Juli 2020
22.50 Wita   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun