Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Lima Cara Menjinakkan "Beruang"

7 Oktober 2019   09:01 Diperbarui: 7 Oktober 2019   14:26 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi beruang (sumber: abcnews.com)

Setelah berinvestasi cukup lama, dan tetap saja sulit memperoleh untung, akhirnya saya belajar bahwa cara paling cepat untuk kehilangan uang di pasar saham ialah membeli saham ketika pasar sedang "bearish".

Sebagus apapun fundamental saham yang dibeli, tetapi kalau waktu pembeliannya tidak tepat, boleh jadi, harga sahamnya susah naik. Jangankan naik, stagnan saja sudah syukur. 

Sebab, dalam kondisi pasar yang "diguyur" rasa pesimis demikian, mayoritas saham umumnya kompak mengalami penurunan.

Sewaktu tulisan ini dibuat (06/10), IHSG berada di angka 6061 poin, naik sedikit dari perdagangan sebelumnya. Meskipun begitu, gerak IHSG belum bisa lepas dari bayang-bayang "bearish".

pergerakan IHSG (sumber: dokumentasi Adica)
pergerakan IHSG (sumber: dokumentasi Adica)

Disebut demikian karena sejak awal bulan Oktober ini, IHSG terus turun secara "maraton". Makanya, boleh jadi, penguatan yang terjadi pada saat ini sifatnya hanya sementara. Kalau masih "kering" sentimen positif, bisa saja, tren "bearish" akan terus berlanjut.

Sebelum melanjutkan uraian, sekiranya saya perlu menjelaskan bahwa "bearish" ialah salah satu tren yang kerap muncul di pasar saham. Tren ini disimbolkan dengan hewan "beruang".

Hewan itu dipilih sebagai simbol karena sewaktu menyerang musuhnya, gerakannya cenderung mengarah ke bawah, sama dengan tren penurunan harga di bursa saham. Makanya, kalau ada yang bilang IHSG sedang "bearish", artinya mayoritas harga saham sedang limbung.

Lawan dari tren "bearish" ialah "bullish". Tren ini dilambangkan dengan hewan banteng, karena saat melancarkan serangan, banteng kerap menyeruduk ke arah atas. Hal itu dinilai pas untuk menggambarkan kondisi pasar yang sedang dalam tren naik. Dalam situasi "bullish", optimisme investor meningkat.

Kalau dalam situasi "bearish", investor hobi menjual saham, dalam keadaan "bullish", investor berlomba mengoleksi saham. Makanya, jangan heran, dalam kondisi demikian, harga saham bisa "terbang" melampaui fundamentalnya.

tren bullish vs tren bearish (sumber: https://steemitimages.com)
tren bullish vs tren bearish (sumber: https://steemitimages.com)

Sementara tren lainnya ialah "sideway". Tidak ada simbol hewan untuk mewakili tren ini. Tren ini ditandai dengan posisi bursa saham yang cenderung datar. Permintaan dan penawaran berimbang. Makanya, dalam situasi demikian, harga saham tampak stagnan, tidak naik, tidak juga turun.

Berbeda dengan tren "bullish" yang selalu ditunggu-tunggu, tren "bearish" sering menjadi momok bagi investor. Sebab, dalam kondisi tersebut, portofolio susah berkembang.

Saya pribadi telah merasasakan sendiri betapa sulitnya menuai "cuan" di pasar saham sepanjang bulan September kemarin, ketika tren "bearish" mulai terlihat. Jangankan melaju pesat, saham-saham yang saya beli justru melempem, bahkan terperosok cukup dalam.

Dalam situasi demikian, saya tentu tidak tinggal diam. Sejumlah antisipasi pun saya lakukan. Saya melakukan hal itu demi menyelamatkan dana saya. Berikut ialah langkah yang saya ambil untuk mengatasi keganasan tren "bearish".

1. Menjual saham yang rugi

Melakukan cutloss mungkin adalah sebuah hal yang paling dihindari para investor. Sebab, itu sama artinya dengan merealisasi kerugian. Saya pribadi pun enggan melakukan hal ini.

Namun, hal itu mesti dilakukan, sebelum kerugian yang saya dapat bertambah lebar. Dalam kondisi pasar yang sedang "bearish", tidak ada yang bisa memprediksi seberapa dalam penurunan harganya.

2. Mempertahankan saham yang masih untung  

Saham yang sudah untung lebih mudah dikelola daripada saham yang rugi. Makanya, alih-alih menjualnya, saya memutuskan tetap mempertahankannya. Apalagi kalau saham tersebut punya fundamental yang bagus, harganya bisa pulih dengan cepat.

Hal itulah yang saya cermati dari saham konsumer yang saya pegang. Sudah dua kali harganya turun cukup dalam. Namun, harganya cepat "rebound".

Dalam kondisi "bearish", saham jenis ini menawarkan perlindungan. Dana yang ditanamkan di dalamnya "cenderung" lebih aman. Lebih lagi, suatu saat pasar mengalami tren "bullish", harganya bisa ikut melesat.

Makanya, saham jenis ini menjadi senjata andalan saya ketika situasi sedang buruk. Saya masih menyimpannya selama beberapa bulan ke depan, dan berniat menambahnya kalau beberapa bulan berikutnya terjadi tren "bullish".

3. Menyiapkan uang tunai dalam jumlah banyak

Saat kondisi pasar sedang "bearish", keberadaan uang tunai sangatlah penting. Uang tunai ibarat peluru yang siap ditembakkan manakala saham yang dipegang anjlok harganya. 

Dengan uang tunai yang berlimpah, investor bisa menambah porsi saham di harga yang lebih rendah. Hal itu berpeluang menyelamatkan investasinya dari keganasan si "beruang".

4. Memilih berinvestasi di sektor defensif

Tidak semua sektor akan terdampak tren "bearish". Ada sektor-sektor tertentu yang akan tetap kokoh seganas apapun si "beruang" mengoyak IHSG. Sektor-sektor yang dimaksud ialah perbankan, barang konsumsi, dan layanan kesehatan.

Alasannya cukup sederhana. Dalam kondisi sulit, orang-orang selalu butuh layanan perbankan, konsumsi makanan, dan berobat ke rumah sakit.

Dengan produk yang akan terus dibutuhkan dalam situasi apapun, saham-saham yang terdapat di sektor tadi bisa menjadi pilihan investasi karena penjualannya diprediksi akan tetap kuat.

Alokasi yang digunakan untuk membeli saham pun mesti disesuaikan dengan kondisi pasar. Dalam keadaan "bearish", investor bisa menggunakan 25% dari seluruh dana yang disediakannya. Hal itu dilakukan untuk meminimalkan potensi kerugian yang bisa dialami investor.

5. Mengamati perubahan situasi bursa saham

Suatu saat, tren "bearish" akan berlalu. Tren tersebut akan berganti dengan tren lainnya. Perubahan tren tadi tentu perlu dicermati. Sebab, hal itu akan menentukan keputusan yang akan diambil investor. Apabila terjadi perubahan tren, dan hal itu cukup solid, investor bisa mulai membeli saham.

Membaca situasi bursa saham sebetulnya gampang-gampang susah. Investor bisa menggunakan analisis teknikal untuk mengetahui kecenderungan bursa saham. 

Ada beberapa indikator yang bisa dipakai, seperti MACD, bollinger band, atau bahkan candlestick. Dengan sedikit keterampilan, investor bisa mengetahui perubahan situasi bursa saham.

Kehadiran si "beruang" di bursa saham memang sulit dihindari. Namun, bukan berarti serangan cakarnya yang tajam sukar diantisipasi. Investor bisa melakukan lima hal tadi untuk mengatasi serangan tersebut.

Kondisi "bearish" yang melanda IHSG seyogyanya juga bukan halangan bagi investor untuk terus berinvestasi. Hanya saja, investor perlu meracik kembali strategi investasinya dengan mempertimbangkan kondisi pasar saat ini. 

Dengan demikian, investor dapat meminimalkan risiko yang mungkin saja terjadi akibat serangan si "beruang".

Salam.

Adica Wirawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun