Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menjadi Investor Bisa Ikut Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan?

18 Juli 2019   09:01 Diperbarui: 18 Juli 2019   09:17 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: https://img.okeinfo.net

deposito memberi imbal hasil yang lebih besar daripada tabungan biasa (sumber: dokumentasi pribadi)
deposito memberi imbal hasil yang lebih besar daripada tabungan biasa (sumber: dokumentasi pribadi)
Alasan berikutnya, saya bisa "menolong" orang lain. Sebab, bank dapat menggunakan dana deposito tadi untuk menyalurkan kredit kepada nasabah yang sedang menghadapi masalah keuangan.

Pemberian pinjaman tadi tentu tidak diberikan secara sembarang. Ada Kebijakan Makroprudensial yang mengatur mekanismenya. Sebut saja kebijakan Debt-to-Income (DTI).

Kebijakan tersebut membatasi jumlah pinjaman yang bisa diambil seseorang berdasarkan nominal pendapatan yang diperoleh setiap bulan. Lewat kebijakan tadi, seseorang yang berpenghasilan 10 juta per bulan, misalnya, hanya boleh menerima pinjaman dari bank sebesar 3-5 juta alias separuh dari penghasilannya tadi.

Kebijakan itu dilakukan untuk meminimalkan risiko kredit macet, yang sewaktu-waktu mungkin saja terjadi. Dengan adanya kebijakan tadi, bank dapat terus menyalurkan kredit dengan tingkat risiko yang terkendali, sementara nasabah tetap bisa mengajukan pinjaman untuk mencukupi kebutuhannya.

Belum lagi ada kebijakan Loan-to-Value (LTV). Kebijakan ini dikeluarkan untuk mengurangi aksi spekulatif yang bisa dilakukan oleh lembaga keuangan dalam memberikan pinjaman kepada nasabahnya. Kebijakan ini mensyaratkan uang muka yang lebih besar untuk pemilikan aset lebih dari satu.

Misal, jika saya sudah mempunyai sebuah rumah, dan kemudian ingin mengambil rumah lain, saya wajib membayar uang muka yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Jadi, kalau uang muka yang mesti disetorkan untuk memiliki rumah sebelumnya sebesar 15%, untuk rumah berikutnya, nilai tadi akan bertambah jadi 20%. Demikian seterusnya untuk rumah-rumah lainnya.

Kebijakan LTV diberlakukan untuk menghindari kredit macet (sumber: https://asset.kompas.com)
Kebijakan LTV diberlakukan untuk menghindari kredit macet (sumber: https://asset.kompas.com)
Seperti halnya DTI, kebijakan LTV dimaksudkan meredam potensi kredit macet. Lewat kebijakan ini, risiko gagal bayar bisa ditekan tanpa harus membatasi keinginan masyarakat untuk memiliki hunian.

Tak hanya untuk individu, pinjaman tadi juga sering disalurkan kepada perusahaan. Untuk itu, kebijakan yang diterapkan sedikit berbeda dari sebelumnya.

Satu kebijakan yang "hangat" dibahas adalah Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). Kebijakan ini mengatur batasan pembelian obligasi perusahaan dan penerbitan obligasi yang dilakukan oleh bank.

Pada tahun ini, Bank Indonesia melakukan relaksasi RIM. Ketentuan RIM pun diubah dari yang tadinya 80%-92% menjadi 84%-94%. Hal ini diharapkan mendorong perbankan lebih aktif memiliki obligasi korporasi atau menerbitkannya.

Relaksasi ini tentu tidak mengganggu Stabilitas Sistem Keuangan. Dengan risiko yang terukur, aturan ini justru menguntungkan bank-bank, yang mempunyai rasio kredit macet (Non-Loan Performing) yang rendah dan permodalan yang kuat. Berkat relaksasi demikian, laju perekonomian di tanah air diharapkan bisa berputar lebih kencang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun