Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemanusiaan RTC] Rumah untuk J (2)

27 Juli 2016   08:48 Diperbarui: 27 Juli 2016   09:58 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://calligraphyalphabet.org/

Aku pun memulai hariku yang baru sebagai manusia yang merdeka. Namun, semua itu ternyata tidak berlangsung sesuai harapan. Aku mengajukan lamaran pekerjaan, tetapi ternyata semuanya menolakku. Teman-teman yang dulu yang sangat akrab denganku kini pun menjauhiku. Setiap aku lewat di depan rumah tetangga, para tetangga selalu menatapku dengan mata yang penuh curiga. Ibu-ibu sering menggunjingkan kehadiranku. Mereka menjauhkan anak-anaknya dariku. Padahal, aku tidak mempunyai niat jahat sedikit pun. Akhirnya beginilah aku: mantan narapidana, penganggur, dan terisolasi dari pergaulan.

www.bisnis.liputan6.com
www.bisnis.liputan6.com
Lebih parah lagi keluargaku mulai terpengaruh. Istri abangku sudah menunjukkan ketidaksenangannya atas kehadiranku. Bahkan, ia menolak makan satu meja denganku. Namun demikian, abangku membelaku. Ia mencoba meyakinkan istrinya bahwa aku sudah berubah. Namun, prasangka itu seperti virus, yang akan terus menyebar dan menciptakan lebih banyak rasa sakit. Abangku bertengkar hebat dengan istrinya, dan istrinya mengancam akan tinggal bersama orangtuanya kalau aku masih berada di situ.

Aku memahami situasi abangku. Tentu sangat berat kalau kita harus memilih satu di antara dua orang yang kita sayang. Jadi, aku menemui abangku dan berbicara serius dengannya.

“Aku akan pergi,” kataku padanya dan ia tampak kaget.

“Aku bisa menyelesaikan masalah ini,” katanya. “Aku tidak sanggup melihat ibu menderita lagi. Tahukah kau bahwa ibu terus bersedih sewaktu mengetahui kalau kau ditahan dulu? Tinggallah di sini. Jangan biarkan ibu bersedih seperti dulu. Aku akan mencari jalan keluar.”

Mataku mulai berair seperti butiran embun yang hampir menitik di sela daun. “Namun, bukan hanya istrimu, tetangga kita pun tidak lagi mengharapkan kehadiranku,” kataku gemetar dalam kesedihan. “Bagi mereka, kehadiranku adalah sebuah aib.”

Abangku tiba-tiba saja menjabat tanganku. “Semua masalah pasti ada jalan keluarnya,” katanya seraya bangkit meninggalkanku.

Namun, aku tidak bisa menuruti nasihat abangku. Aku menulis surat perpisahan untuk keluargaku. Lalu, pada malam harinya aku pergi meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan siapapun ketika kampung sedang tenggalam dalam tidur dan sunyi.

Dengan langkah berat aku pergi dari rumah.

www.greatplacetowork.net
www.greatplacetowork.net
Aku naik sebuah bis malam, yang membawaku entah ke mana. Aku tidak peduli. Aku duduk di pojok, sambil memandangi jendela, yang tengah basah terkena gerimis. Suara tangisku terbenam dalam suara rintik hujan. Sampai pada titik itu, aku menyadari bahwa penjara sesungguhnya ternyata bukanlah sel di balik tembok lapas. Ada penjara lain yang jauh lebih kasat mata, jauh lebih dingin, jauh lebih kejam dan penjara itu adalah prasangka.

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Bulan Kemanusiaan RTC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun