Mohon tunggu...
adi arbi susanto
adi arbi susanto Mohon Tunggu... -

Ilmu Pemerintahan Undip 2013

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Media Sosial Sudah Diprediksi Sejak Zaman Dahulu??

20 Desember 2014   05:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:54 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih jelas mungkin dalam ingatan kita bagaimana panasnya suasana kampanye pilpres 2014 beberapa waktu silam. Adu argumen dan gagasan terjadi tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya, termasuk media sosial. Masing-masing kubu baik dari Prabowo maupun Jokowi saling lempar pendapat, saling sindir, bahkan saling lempar fitnah di media sosial, seperti facebook dan juga twitter.

Memang tidak dapat kita pungkiri bahwa peran media sosial dalam pilpres kemarin begitu kuat dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Proses kampanye dan penggalangan dukungan melalui media sosial kepada salah satu pihak dari para netizen cukup intens dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap hasil pilpres kemarin.

Di era modern dan majunya teknologi seperti sekarang ini, peran dari media sosial yang dulunya hanya sebagai sarana komunikasi dan berbagi informasi sekarang menjadi semakin luas. Media sosial dapat digunakan sebagai ajang untuk berkampanye dan juga menggalang dukungan seperti yang terjadi pada saat pilpres kemarin.

Semakin meleknya masyarakat terhadap teknologi yang dibuktikan dengan semakin banyaknya pengguna media sosial sekarang ini, seakan dimanfaatkan dengan baik dan maksimal oleh para calon pemimpin dan politisi untuk menggalang dukungan dari masyarakat.

Tidak hanya pada saat pilpres beberapa waktu yang lalu, media sosial pasca pilpres pun tidak kalah ramai dan tetap menjadi pusat perhatian masyarakat luas. Hampir setiap hari selalu ada saja informasi atau berita dari para politisi dan juga petinggi negara kita ini. Mulai dari kicauan anggota DPR mengenai kegaduhan yang terjadi di parlemen, twitwar SBY – Jokowi yang saling sindir pasca kenaikan harga BBM, hingga yang paling menghebohkan yakni mengenai kultweet ketua umum Partai Golkar versi munas Bali, Aburizal Bakrie. Melalui akun twitternya @aburizalbakrie secara mengejutkan ARB membatalkan rekomendasi hasil Munas di Bali yang sebelumnya menyatakan mendukung pilkada tidak langsung atau dengan kata lain menolak perppu pilkada, namun melalui kultweet-nya di twitter, Ical sapaan akrabnya menyatakan jika Partai Golkar sekarang mendukung pilkada langsung dan setuju terhadap perppu pilkada. Hal ini sontak mengejutkan berbagai pihak, Partai Golkar yang merupakan partai tua dan besar di Indonesia serta memiliki sejarah yang panjang di perpolitikan nasional seakan kehilangan jati diri mereka dengan menjilat ludah mereka sendiri. Pertanyaan pun muncul, ada apa dengan Partai Golkar sebenarnya? Bagaimana bisa hasil munas bisa dibatalkan hanya dengan kultweet dari seorang ketua umum partai? Bukankah itu tidak etis?

Dari beberapa peristiwa yang terjadi di media sosial pada saat pilpres hingga pasca pilpres seperti sekarang ini, dapat kita bayangkan bagaimana kekuatan media sosial dan betapa media sosial memiliki daya magis yang luar biasa saat ini. Selain kuatnya kekuatan media sosial, hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana presepsi serta pandangan masyarakat Indonesia terhadap media sosial sekarang.

Data yang dikeluarkan oleh Kemenkominfo mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang, dan dari angka tersebut 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Dari data ini dapat dipastikan jika sebagian besar masyarakat kita sudah memiliki akun di media sosial, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa, pengusaha, elite politik, anggota DPR sampai presiden kita pun memiliki akun di media sosial. Bahkan seorang tukang sate pun tak mau ketinggalan zaman untuk memiliki akun di media sosial juga.

Berbagai macam bentuk dan fitur menarik dari media sosial sukses membius sebagian besar masyarakat, tak hanya di Indonesia, tapi diseluruh belahan dunia pun demikian. Media sosial sekarang seakan dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh semua orang sebagai tanda bahwa mereka tidak tertinggal oleh derasnya arus zaman. Pandangan ini pun seakan menjawab teori politik kuno yang disampaikan oleh Herbert Marcuse, yakni teori One Dimensional Man. Dalam teori tersebut, Marcuse menyatakan bahwa pada masa yang akan datang, seluruh manusia memliki suatu kesamaan dalam hal pola pikir dan imajinasi. Hal tersebut benar terjadi saat ini dimana yang namanya media sosial menjadi sesuatu yang dianggap penting dan seluruh manusia di bumi berpikiran akan hal yang sama.

Teori One Dimensional Man ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk kritik terhadap praktek kapitalisme yang saat itu merajalela di benua eropa, bahkan kini menjadi salah satu ideologi yang paling berpengaruh di dunia. Herbert Marcuse sendiri merupakan salah satu tokoh dari Frankurt School yang memiliki peran penting dalam usaha untuk mengembangkan Critical Theory yang juga bertujuan untuk mengkritisi teori kapitalisme. Dia dan rekan-rekannya yang lain seperti Adurno, Hegel dan juga Habermas merupakan penganut aliran marxisme, jadi tidak mengherankan jika mereka berpendapat bahwa kapitalisme tidak sesusai dengan keadaan saat itu dimana kaum buruh seakan diperas tenaganya oleh kaum kapitalis atau pemilik model. Karena memang pada intinya ajaran marxisme berkembang sebagai upaya untuk melawan paham kapitalisme.

Media sosial hanyalah salah satu contoh kecil dari prediksi yang disampaikan oleh Herbert Marcuse melalui Teori One Dimensional Man-nya yang telah benar-benar terbukti sekarang. Tetapi percaya atau tidak, kembali lagi kepada keyakinan orang masing-masing, apakah memang benar sesuatu yang tengah ramai dibicarakan dan juga digemari oleh masyarakat diseluruh belahan dunia yang bernama media sosial sudah diprediksi keberadaanya sejak zaman dulu?????? Wallahu a’lam.

Oleh: Adi Arbi Susanto

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fisip UNDIP 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun