Bagi orang kecil seperti mereka, uang Rp 50.000.000,- bukan angka yang kecil. Bila diakumulasi dengan gaji yang diperoleh saat ini, bisa bertahun-tahun lamanya mengumpulkan uang sebesar itu. Mau tidak mau, mereka terpaksa melanjutkan kontrak itu dengan berat hati seraya berharap sisa waktu akan cepat berlalu.
Aku pun demikian, tak berani mengundurkan diri sebelum genap dua tahun bekerja di sini. Anehnya, apabila perusahaan memberhentikan karyawan sebelum dua tahun, perusahaan tidak memberikan pesangon.
"Pihak pertama berhak memberhentikan pihak kedua secara sepihak, tanpa memberikan upah pesangon."
Sungguh surat perjanjian kerja yang cacat. Aku hanya bisa menghela nafas setelah menanda tangani surat itu. Beruntung aku bisa bekerja secara maksimal di sini meski tak betah dan sering melakukan aksi demo bersama kawan-kawan.
*****
Sebelum perusahaan memutuskan hubungan kerja denganku, siang hari menjelang waktu istirahat, kepala bagian personalia memanggilku di ruangannya.
"Terima kasih sudah datang menemui saya. Langsung saja tanpa basa-basi, berdasarkan evaluasi kinerja selama dua tahun, pihak perusahaan sepakat..."
Kepala personalia menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan perkataannya.
"Sepakat memutus hubungan kerja dengan anda dengan alasan bahwa anda sering memimpin demo dengan cara yang tidak santun."
"Semua yang saya lakukan sah pak, karena bos tidak pernah menepati janji. Ketika breefing bersama, beliau selalu mengatakan ingin mensejahterakan para karyawan. Boro-boro mensejahterakan karyawan, uang lembur saja tidak dibayar. Asal bapak tahu, semua hak yang kita peroleh dilalui dengan demo. Tanpa demo, mungkin nasib kita seperti romusha. Diperas tenaga, tanpa mendapat upah yang layak." Aku yang terbiasa demo langsung protes.
"Cukup, silahkan anda keluar dari ruangan! Mulai detik ini, silahkan anda mencari tempat kerja baru." Ujar kepala personalia naik pitam.