Teknologi berkembang sangat pesat di abad ke-21; internet, media sosial, kecerdasan buatan, perangkat pintar, dan lain-lain telah menjadi bagian hampir tak terpisahkan dari kehidupan manusia modern. Namun di sisi lain, kemajuan teknologi menimbulkan sejumlah tantangan etis dan moral, seperti penyebaran informasi palsu, cyberbullying, pelanggaran privasi, disrupsi terhadap nilai-nilai kebudayaan, dan penurunan kualitas interaksi sosial. Pentingnya mempertimbangkan teknologi yang berbudi luhur---yaitu teknologi yang tidak hanya canggih secara teknis, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan moral---menjadi semakin mendesak agar teknologi tidak merusak tetapi membangun kehidupan yang manusiawi.
Berangkat dari keadaan tersebut, muncul masalah bagaimana teknologi bisa dirancang, dipergunakan, dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga nilai-nilai budi luhur tetap terjaga. Tantangan utama adalah memadukan kemajuan teknologi dengan kebudiluhuran serta menemukan strategi yang mampu menjawab persoalan etis di era digital. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memahami peran teknologi yang berbudi luhur, mengeksplorasi gagasan dan solusi berdasarkan teori dari Djaetun dan Universitas Budi Luhur, serta memberikan pendapat pribadi tentang bagaimana teknologi dapat menjadi alat penguat nilai budi luhur dalam masyarakat modern.
Teknologi dapat menjadi sarana untuk menginternalisasi nilai-nilai budi luhur, bukan sekadar alat fungsional. Berdasarkan Menuju Generasi Cerdas Berbudi Luhur (Universitas Budi Luhur, 2014), pendidikan cerdas berbudi luhur menekankan empat nilai utama, yaitu cinta kasih, welas asih, simpati, dan empati sebagai dasar karakter. Nilai-nilai ini tidak hanya harus diajarkan, tetapi juga dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam penggunaan teknologi. Salah satu contoh implementasinya adalah aplikasi berbasis mobile untuk self-assessment dan peer-assessment perilaku berbudi luhur. Teknologi menjadi medium praktis untuk menilai dan menguatkan nilai-nilai tersebut, sehingga meningkatkan kesadaran moral individu melalui alat ukur yang nyata dan reflektif.
Teknologi yang berbudi luhur harus didasari oleh spiritualitas dan etika agar penggunaannya produktif dan membawa kebaikan umum. Menurut Djaetun (2023), budi luhur adalah kesatuan akal, rasa, dan perilaku manusia yang berorientasi pada kebaikan dan kemaslahatan. Artinya, aspek spiritual dan etika tidak bisa diabaikan ketika teknologi berkembang. Universitas Budi Luhur juga menekankan bahwa spiritualitas merupakan benang pemersatu dalam sistem Cerdas Berbudi Luhur, sehingga setiap implementasi, termasuk teknologi, harus melekat dengan komponen spiritual dan etika. Maka, teknologi yang berbudi luhur bukan hanya efisien, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan kemaslahatan umat.
Salah satu fungsi penting teknologi berbudi luhur adalah memperkuat literasi digital dan kesadaran moral dalam interaksi daring. Dengan semakin dominannya media sosial dan komunikasi digital, banyak permasalahan muncul karena kurangnya pendidikan etis dalam penggunaannya, seperti pelanggaran netiket, penyebaran ujaran kebencian, dan hoaks. Hasil penelitian di Kelurahan Krendang menunjukkan bahwa penyuluhan literasi digital berbasis kebudiluhuran meningkatkan kesadaran warga untuk menggunakan media sosial secara etis dan mematuhi netiket. Temuan ini membuktikan bahwa literasi digital yang berlandaskan nilai-nilai budi luhur sangat dibutuhkan agar interaksi daring tidak merusak, tetapi justru memperkaya budaya moral masyarakat.
Selain itu, teknologi perlu dilengkapi dengan regulasi dan kebijakan yang mendukung penggunaan berbudi luhur agar mencegah penyalahgunaan. Tanpa regulasi, teknologi yang seharusnya netral bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan konten negatif, melanggar hak privasi, atau memanipulasi opini publik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kendala dalam komunikasi digital sering muncul bukan hanya karena perangkat, tetapi juga karena lemahnya regulasi etika dalam pemanfaatannya. Karena itu, kebijakan yang menekankan etika dan tanggung jawab sosial sangat diperlukan untuk memastikan teknologi digunakan sesuai nilai kebudiluhuran.
Teknologi berbudi luhur juga berperan penting dalam memperluas akses pendidikan dan pengembangan karakter untuk semua lapisan masyarakat. Salah satu misi Universitas Budi Luhur adalah mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan karakter yang menyeimbangkan kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual. Teknologi pendidikan, seperti pembelajaran daring dan platform interaktif, memungkinkan transfer ilmu sekaligus pembentukan karakter berbudi luhur. Studi pengabdian masyarakat di Desa Mekar Asih, misalnya, membuktikan bahwa sosialisasi teknologi informasi membuka wawasan warga tentang peranan teknologi dalam pendidikan. Dengan demikian, inklusi pendidikan berbasis teknologi dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara pengetahuan, tetapi juga berbudi luhur.
Namun, risiko juga tidak bisa diabaikan karena teknologi bisa menjadi ancaman bagi nilai budi luhur apabila tidak ada kontrol dari individu maupun masyarakat. Teknologi mempermudah penyebaran konten negatif dan membuat batas antara ruang publik dan privat semakin kabur. Jika individu tidak memiliki kesadaran moral, penggunaan teknologi dapat mengikis rasa empati, simpati, dan tanggung jawab sosial. Studi literasi digital di beberapa komunitas mencatat bahwa tanpa penyuluhan, banyak orang menggunakan media sosial tanpa mempertimbangkan dampak etisnya. Oleh karena itu, kontrol internal berupa nilai moral diri, serta kontrol eksternal berupa norma sosial dan regulasi, harus berjalan seimbang agar teknologi mendukung, bukan merusak, kebudiluhuran.
Teknologi berbudi luhur juga perlu diintegrasikan ke dalam pendidikan formal maupun nonformal sebagai bagian dari karakter bangsa. Pendidikan karakter yang berkelanjutan tidak hanya menekankan keterampilan teknis dalam menggunakan teknologi, tetapi juga pemahaman etis tentang bagaimana menggunakannya dengan benar. Universitas Budi Luhur telah memberi contoh nyata melalui mata kuliah kebudiluhuran serta penggunaan instrumen penilaian berbudi luhur dalam kurikulum. Dengan integrasi semacam ini, teknologi dapat membantu membentuk generasi yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga berempati, jujur, dan bertanggung jawab.
Kesimpulannya teknologi memiliki potensi besar untuk memperkuat nilai-nilai budi luhur seperti empati, cinta kasih, kejujuran, dan simpati, asalkan penggunaannya diarahkan dengan kesadaran etika dan spiritual, didukung oleh regulasi, literasi digital, serta integrasi dalam pendidikan karakter. Agar hal ini tercapai, diperlukan program literasi digital beretika, aplikasi yang mengintegrasikan indikator kebudiluhuran, kebijakan yang menegakkan norma moral, serta kurikulum pendidikan yang menyeimbangkan keterampilan teknis dan pembentukan karakter. Dengan langkah-langkah ini, teknologi tidak hanya menjadi alat yang pintar, tetapi juga berbudi luhur, sehingga mampu membangun peradaban manusia yang lebih bermartabat.
Referensi
Djaetun, H. S. (2023). Memahami Hakikat Budi Luhur. Jakarta: Universitas Budi Luhur Press