Mohon tunggu...
RM TPA II
RM TPA II Mohon Tunggu... Eks, Mahasiswa -

S1 Pendidikan Matematika Unsyiah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perubahan Paradigma terhadap Keberhasilan Belajar

20 Januari 2018   15:16 Diperbarui: 12 Juli 2018   22:19 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IlustrasiIlmu atau Nilai (www.hipwee.com)

Pendidikan adalah salah satu kebutuhan primer bagi semua tingkatan level manusia baik itu tingkatan sekolah hingga perguruan tinggi.Sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia sudah mencakup nilai berkarakter dimana yang bertujuan untuk menciptakan atau menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan yang baik sekaligus memiliki karakter pada diri peserta didik baik tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.

Indonesia sudah melakukan banyak perubahan kurikulum pada sistem pendidikan, dimana saya juga pernah menulis hal tersebut dengan judul Guinness Book Of World Records 2016: Negara Terbanyak Pengganti Kurikulum, 15 Mei 2016 dan hal senada juga pernah saya tulis dengan judul [Dilema] PTN Favorit antara Gengsi, Nepotisme, dan Ilmu dan Ketika Pelajar Menjadi Pelaku Asusila, Siapa yang Bertanggung Jawab ?

Tulisan-tulisan tersebut adalah bentuk kekecewaan pada sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia, karena para pemangku jabatan terlalu tinggi dengan apa yang ingin di capai tetapi tak sesuai dengan apa yang berlaku atau di terapkan pada keadaan nyata.

Peran Orang Tua

Peran orang Tua dalam membimbing anak ( sumber : https://3.bp.blogspot.com/-1LLOYZcNqow/Wfib4wy00xI/AAAAAAAAAMM/7wrMUzc6m48qD0rtCNLrrux0_Rp8MQM7gCLcBGAs/s1600/peran%2Bortu.jpg)
Peran orang Tua dalam membimbing anak ( sumber : https://3.bp.blogspot.com/-1LLOYZcNqow/Wfib4wy00xI/AAAAAAAAAMM/7wrMUzc6m48qD0rtCNLrrux0_Rp8MQM7gCLcBGAs/s1600/peran%2Bortu.jpg)

Peran orang tua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan pertama, para orang tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anaknya. Para orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian pada anaknya.

Pakar pendidikan Bukik Setiawan, dalam bukunya Anak Bukan Kertas Kosong, menuliskan 3 pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yang salah satunya adalah pentingnya peran keluarga dalam pendidikan anak. Keluarga adalah pusat pendidikan. Orang tua mungkin bisa mendelegasikan pengajaran kepada kaum ahli, tetapi pendidikan anak tetaplah menjadi tanggung jawab orang tua. 

Peran orang tua tidak tergantikan oleh sekolah, lembaga pendidikan, ataupun lembaga bakat. Bukik mengingatkan kita pada tulisan Ki Hadjar yang mengatakan, “Pokoknya pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu bapa, karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba pada sang anak dengan semurni-murninya dan se-ikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak terbatas.” (sumber : Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak).

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul : Peranan Orang Tua Dalam Peningkatkan Motivasi Belajar Siswa di MTs Hidayatul Umam Cinere bahwa 25,7049% menunjukkan bahwa kontribusi Peranan Orang tua terhadap Motivasi Belajar Siswa sedangkan sisanya 74,2951% adalah sumbangan dari variabel lain yang juga menunjang Motivasi Belajar Siswa. 

Hal ini menggambarkan adanya hubungan antara peranan orang tua terhadap motivasi belajar siswa di MTs Hidayatul Umam Cinere walaupun kenyatannya hanya memperoleh kategori sedang atau cukup akan tetapi peranan orang tua memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan motivasi belajar siswa di MTs Hidayatul Umam Cinere. 

Peran Guru dalam Membangkitkan Motivasi

Guru Konvensional ( sumber : https://s.kaskus.id/images/2015/04/06/6250106_20150406072418.jpg)
Guru Konvensional ( sumber : https://s.kaskus.id/images/2015/04/06/6250106_20150406072418.jpg)
Peran guru dalam memotivasi belajar siswa,diantaranya :

a) Menjadikan siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Guru Memberikan arahan kepada siswa dengan memberikan ilmu pengetahuan dan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan siswapun mengerjakan tugas dengan baik dengan tujuan untuk menumbuhkan motivasi siswa dalam proses belajar sehingga siswa dapat menyelesaikannya dengan tuntas. Contohnya : setelah guru memberikan ilmu kepada siswa lalu guru memberikan pertanyaan dan siswa menjawab pertanyaan dengan tuntas.

b) Menciptakan suasana kelas yang kondusif.

Kelas yang kondusif disini  kelas yang aman, nyaman dan selalu mendukung siswa untuk bisa  belajar dengan suasana yang tenang dan mendukung proses pembelajaran dengan tata ruang yang sesuai dengan standar yang diharapkan.

c) Menciptakan Metode pembelajaran yang bervariasi.

Metode pembelajaran yang bervariasi ini agar siswa tidak bosan dan jenuh dalam suatu pembelajaran maka diciptakanlah pembelajaran yang bervariasi. Tujuannya  agar siswa selalu termotivasi dalam kegiatan proses pembelajaran.

Contohnya : Dalam proses belajar siswa tidak hanya mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru, akan tetapi proses belajar siswa didapat melalui diskusi, audio visual, studi kasus (praktek)dan sebagainya dengan tujuan agar siswa tidak bosan dan tidak jenuh dalam proses belajar.

d) Meningkatkan antusias dan semangat guru dalam mengajar.

Kepedulian seorang guru dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat penting untuk menumbuhkan motivasi belajar  siswa. Apabila guru tidak antusias dan tidak semangat dalam proses belajar mengajar maka siswa akan tidak termotivasi dalam proses pembelajaran. Untuk itu guru selalu tampil baik, percaya diri dan selalu antusias di depan kelas. 

Contohnya : Seorang guru menjelaskan kepada siswa dengan penuh semangat dan antusias kepada siswanya maka siswa pun akan merespon dengan baik dalam pembelajaran dan akan termotivasi dalam proses pembalajaran sehingga daya serap siswa menjadi efektif.

e) Memberikan reward atau penghargaan.

Pemberian penghargaan ini bisa berupa nilai, hadiah, pujian dan sebagainya agar siswa termotivasi akan belajar dan selalu ingin menjadi yang terbaik. strategi  ini dapat melahirkan motivasi terhadap siswa agar selalu berpacu terus. 

Contohnya : Apabila seorang guru memberikan pertanyaan kepada siswa atau pun tugas kepada siswa, lalu siswa tersebut menyelesaikan dengan baik ataupun kurang tepat maka seorang guru akan memberikan reward berupa acungan jempol atau pujian sehingga siswa termotivasi untuk lebih baik lagi.

f) Menciptakan aktifitas yang melibatkan seluruh siswa dalam kelas.

Ciptakan aktifitas yang melibatkan siswa dengan teman-teman mereka dalam satu kelas. Tujuannya agar satu sama lain akan membagikan pengetahuan, gagasan atau ide dalam penyelesaian tugas individu siswa dengan seluruh siswa di kelas. 

Contohnya : Siswa diberikan tugas oleh guru dalam bentuk latihan lalu siswa tersebut mengungkapkan atau diskusi apa yang mereka kerjakan dan diberi tanggapan oleh teman sejawat atau kelompok lainnya dan diawasi oleh guru.

Dari uraian di atas jelas bagi kita bahwa peran guru dalam motivasi belajar siswa ini sangatlah penting, apabila guru tidak ikut serta dalam motivasi belajar siswa maka siswa kurang kreatif dan tidak terpancing untuk bersikap aktif. Maka dari itu peran guru sangatlah berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa dan tujuan utamanya untuk mencapai prestasi dan meningkatkan mutu belajar dalam proses pembelajaran. (sumber : PERAN GURU DALAM MEMOTIVASI BELAJAR SISWA).

Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dapat dinyatakan secara kualitatif dan dapat pula dinyatakan secara kuatitatif. Secara kualitatif hasil belajar dapat diungkapkan dengan pernyataan sangat baik, baik, sedang, kurang dan sebagainya. 

Sedangkan secara kuantitatif hasil belajar dapat di nyatakan dengan angka-angka. Untuk mencapai hasil belajar yang baik dan memuaskan memang sangat banyak faktor yang mempengaruhinya, di antaranya adalah dari faktor guru dan diri siswa itu sendiri. 

Dalam hal ini guru berkewajiban menciptakan kegiatan belajar mengajar yang mampu menunjang dan mendorong siswa untuk mengembangkan segala potensi yang ada secara optimal, sehingga keberhasilan itu dapat diperoleh siswa. Hasil belajar merupakan umpan balik dari kegiatan proses belajar mengajar, hasil belajar adalah beberapa bentuk prinsip perpaduan pola tingkah laku dan nilai-nilai ideal dalam arti fakta-fakta, kecakapan yang dicapai dan keterampilan.

Seseorang dapat dikatakan berhasil dalam belajar apabila telah terjadi perubahan tingkah laku dalam dirinya. Menurut Djamarah (2000:96) indikator dari proses belajar mengajar itu dianggap berhasil adalah:

  1. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarakan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
  2. Prilaku yang digariskan dalam Tujuan Belajar Khusus (TPK) telah dicapai oleh anak didik baik secara individual maupun kelompok.

Sementara itu Abu Ahmadi (1991:130-139) menyebutkan bahwa prestasi belajar adalah perestasi belajar yang dicapai oleh seorang individu merupakan proses hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar individu, tergolong faktor internal adalah:

  1. Faktor jasmani (psikologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh di lapangan yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran dan struktur tubuh
  2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh di lapangan.
  3. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

Lismawati (2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motifasi dengan hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal ini diperkuat oleh Prayitno (1984:10) bahwa siswa yang memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar akan menampakan minat yang besar dan perhatian yang penuh terhadap tugas-tugas belajar. 

Selanjutnya penelitian Emilda (2002) mengatakan bahwa terdapat kontribusi yang berarti antara cara belajar dengan hasil belajar siswa, hal ini diperkuat oleh Slameto (1995:89) bahwa cara belajar adalah metode atau jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu, untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan dan keterampilan belajar itu sendiri.

Perubahan Paradigma Terhadap Prestasi Belajar

Tulisan ini saya buat untuk merespon atau pandangan saya terhadap moment ujian akhir semester baik tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. Setiap akhir semester peserta didik menerima hasil belajar atau evaluasi dari proses pembelajaran berupa simbol atau nilai yang menjadi tolak ukur kemampuan peserta didik itu yang terkadang memperoleh hasil baik atau buruk.

Ketika peserta didik memperoleh nilai buruk, baik orang tua atau lingkungan sekitar cenderung mendapatkan vonis atau direndahkan ketimbangan mendapatkan motivasi karena nilai rendah yang didapatkan pada mata kuliah atau mata pelajaran. 

Peserta didik pasti juga tidak menginginkan hal itu terjadi padanya namun lingkungan sekitar atau orang tua tidak mau tahu dengan hal itu, karena mereka hanya menuntut nilai bagus tetapi tak mau tahu dengan proses pembelajaran itu sendiri.

Peserta didik yang seharusnya mendapatkan motivasi agar tidak down akan membuat kondisi psikologisnya makin rendah dan cenderung kehilangan motivasi untuk bangkit hingga kehilangan semangat belajar.

Melihat kondisi ini, dibutuhkan perubahan pada paradigma berpikir baik itu dari tataran orang tua, lingkungan sekitar dan umumnya masyarakat luas dalam menilai keberhasilan suatu proses pembelajaran ini. 

Keberhasilan dalam proses pembelajaran bukan selalu di ukur berupa huruf atau simbol yang tertera pada selembar kertas tetapi sebagaimana pendapat Sudjana (2009:  3) " hasil  belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor".

Harapan penulis lewat tulisan ini adalah dimana penulis berharap setiap komponen yang terdapat di dalam sistem pendidikan baik itu pemerintah, tenaga pengajar, lingkungan (masyarakat dan orang tua) haruslah saling sinergi dengan peserta didik sehingga apa yang ingin dicapai oleh peserta didik sesuai dengan keinginan lingkungan sekitar. 

Ketika para peserta didik tidak sesuai dengan harapan keluarga, baik itu peserta didik memperoleh nilai rendah janganlah keluarga serta merta memvonis dan memarahi peserta didik yang dapat menjatuhkan motivasi dalam diri peserta didik melainkan peserta didik membutuhkan motivasi yang lebih dari keluarga pada saat terpuruk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun