Setiap tahun, gema Maulid Nabi Muhammad selalu meriah. Di berbagai masjid, masyarakat tumpah ruah dalam lantunan shalawat, tausiyah, dan rasa syukur. Di balik kemeriahan itu, sebuah pertanyaan penting muncul: suri teladan Nabi sebenarnya untuk siapa?
1. Untuk Mereka yang Mengharap Kedatangan Hari Akhir
Orang yang benar-benar yakin pada Hari Akhir akan hidup dengan kesadaran penuh. Rasulullah memberi teladan dengan selalu mengaitkan setiap amal pada balasan di akhirat. Hidup beliau sederhana, namun kaya makna karena semua diarahkan pada ridha Allah.
Perayaan Maulid seharusnya memperkuat kesadaran kita bahwa setiap langkah akan diperhitungkan. Shalat, sedekah, dan amal kebajikan bukan sekadar rutinitas, melainkan bekal perjalanan panjang menuju akhirat. Dengan cara itu, semarak Maulid menemukan makna sejatinya.
Jika umat Islam hanya meramaikan peringatan tanpa mengingat Hari Akhir, maka semangat itu cepat padam. Tetapi jika Maulid menjadi pengingat akhirat, ia akan menyalakan api ketaatan dalam keseharian.
2. Untuk Mereka yang Merindukan Pertemuan dengan Allah
Kerinduan kepada Allah adalah energi spiritual yang luar biasa. Rasulullah meneladankan cinta itu dalam ibadah malam, doa yang penuh khusyuk, dan hati yang selalu bergantung kepada Tuhannya. Beliau menunjukkan bahwa cinta kepada Allah bukan sekadar kata, melainkan amal nyata.
Bagi orang yang merindukan Allah, shalat Subuh berjamaah adalah bentuk kerinduan yang tak bisa ditunda. Panggilan azan adalah panggilan cinta yang seharusnya segera disambut. Jika cinta hanya terasa saat perayaan, maka kerinduan itu semu.
Dengan mengikuti teladan Nabi, kerinduan bertemu Allah akan tercermin dalam konsistensi ibadah. Setiap sujud adalah perjumpaan kecil yang menyiapkan diri untuk perjumpaan agung di akhirat kelak.
3. Untuk Mereka yang Banyak Berdzikir