Tapi di pasar, harga beras tetap membuat kening berkerut. Di gang sempit, ada yang harus memilih antara membeli lauk atau membayar sekolah anak. Kesejahteraan yang dibanggakan terasa jauh bagi mereka yang harus berjuang dari pagi hingga larut malam hanya untuk bertahan.
Keamanan pun tak sepenuhnya terasa. Di beberapa sudut kota, orang masih enggan berjalan sendiri di malam hari. Rasa aman kadang hanya berlaku di area tertentu, sementara di tempat lain, orang hidup dengan waspada setiap saat. Aman di spanduk, tapi belum tentu di jalanan.
Penutup
Empat kata---bersatu, berdaulat, sejahtera, dan aman---terlihat gagah di baliho kemerdekaan. Mereka terdengar indah di mikrofon, memikat di media sosial, dan membanggakan di buku sejarah. Tapi kemerdekaan sejati menguji kita di luar tanggal 17 Agustus, ketika tak ada upacara, tak ada lomba, dan tak ada kamera. Di sanalah, paradoks akan hilang jika kita mau mengubahnya menjadi kenyataan.
"Kemerdekaan hanyalah sebuah jembatan emas. Di seberangnya, ada tugas berat yang menunggu: membangun masyarakat adil dan makmur." --- Soekarno
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI