Mohon tunggu...
Novi Effendi
Novi Effendi Mohon Tunggu... Operator - pedagang

Saling berbagi di ajang forum kompasiana. Silahkan berkunjung ke blog saya https://effendinovi.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Tak Bernilai Gara-Gara Riya

27 Oktober 2011   07:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:27 3167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ

Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia [QS.An-Nisa'(4): 142]

Riya' yang murni hampir selalu menghantui seorang mukmin dalam ibadah wajibnya serta pada amalan yang nyata dan terlihat manfaatnya Tentunya sesoarang muslim tidak ragu lagi bahwa amalan yang murni didasari dengan riya' tidak bernilai dan sia-sia dihadapan Allah subhanahu wa ta'ala. Pelakunya berhak mendapatkan murka dan balasan dari Allah Azaa wa Jalla.

Jika suatu amalan terkotori oleh riya' dari asal niatnya maka batallah amalan tersebut. Namun bila asala amalannya karena Allah kemudian perasaaan riya' muncul ditengah-tengah amalannya, apabila dia berusaha menolaknya maka hal itu tidak membahayakan, tetapi bila ia malah senang dengan riya' maka ulama berselisih akan hukumnya. Imam Ahmad dan Ibnu Jarir ath-Thobari menguatkan pendapat bahwa amalanya tidak terhapus, dia akan dibalas sesuai dengan niatnya yang pertama tadi. pendapat ini diriwayatkan dari hasan al-Basri dan selainnya.

Bila seorang beramal ikhlas karena Allah, kemudian Allah memberikan rasa cinta dan pujian manusia hingga manusia memujinya dan diapun senang akan karunia dan rahmat-Nya kemudian bergembira maka hal tersebut tidak membahayakan dan sah-sah saja. Dasarnya adalaha hadits Abu dzar radhiyallahu 'anhu bahwasanya nabi shallallahu a'laihi wasallam pernah ditanya tentang seorang yang beramal karena Allah kemudian manusia memujinya. Rasulullah shallalallahu 'alaihi wasallam menjawab: "itu adalah berita gembira seorang mukmin yang didahulukan" (HR. Muslim 2642, jami'ul Ulum wal Hikam: 1/79-84)

Syaikh Utsaimin Rahimahullah mengatakan "Ibadah yang terkotori dengan ria ada tiga keadaan:
1. Dorongan dalam ibadahnya dari asalnya hanya untuk riya' kepada manusia. maka jelas ini syirik
2. Asal niatnya ikhlas karena Allah kemudian muncul riya' ditengah-tengah ibadah.apabila ibadah itu tidak ada sangkut pautnya antara awal dan akhirnya maka ibadah yg tidak terkotori riya' tersebut sah dan diterima sedang ibadah yang terkotori riya tertolak. Akan tetapi apabila ibadah itu saling berhubungan antara awal hingga akhir maka ada dua keadaan

Dia berusah menolak riya' tersebut dan tidak senang maka ibadahnya sah dan tidak ada pengaruhnya rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "sesungguhnya Allah memaafakan umatku dari persaan yang muncul pada dirinya selam dia belum berbuat atau berbicara."(HR. Bukhari: 4968 dan Muslim: 127).
Dia tidak berusaha menolak riya' yang muncul bahkan senang dan meras nyaman, maka batal seluruh ibadah yang ia kerjakan karena antara akhir dan awal ibadah tersebut saling berhubungan.

3. Bila riya' muncul setelah selesai ibadah maka tidak ada pengaruhnya sedikitpun kecuali dalam hal sedekah maka tidak boleh kita menyebut-nyebut pemberian tersebut dan menyakiti hati orang yang diberi. Allah subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَّا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(al-Baqarah: 264).

Malapetaka dan Bahaya Riya'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun