Seri Substitusi Impor (Bagian 6): Apoteker dan Ekosistem Berkelanjutan
Tulisan ini adalah bagian terakhir dari seri refleksi mengenai strategi substitusi impor obat dan alat kesehatan dari sudut pandang profesi apoteker. Setelah membahas ketergantungan impor, kualitas produk lokal, efektivitas business matching, perencanaan kebutuhan, serta monitoring harga, kini kita sampai pada simpulan besar: bagaimana menciptakan ekosistem kesehatan yang berkelanjutan. Di sinilah peran apoteker tidak hanya sebagai pelaksana teknis, tetapi juga sebagai aktor strategis yang memastikan keberlangsungan sistem.
Ekosistem Berkelanjutan: Apa Maksudnya?
Ekosistem kesehatan yang berkelanjutan berarti sistem yang tidak rapuh oleh guncangan eksternal, seperti fluktuasi kurs, krisis geopolitik, atau pandemi. Ia juga berarti sistem yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dengan adil, tanpa diskriminasi, dan tetap menjaga kualitas serta keterjangkauan. Bagi apoteker, ini adalah konteks kerja sehari-hari yang menentukan apakah pasien bisa mendapatkan terapi yang tepat atau tidak.
Tantangan Menuju Keberlanjutan
Ada beberapa tantangan utama yang membuat ekosistem kesehatan Indonesia masih jauh dari berkelanjutan:
Ketergantungan impor yang tinggi: meski ada upaya substitusi, 90 persen bahan baku obat masih impor.
Kualitas produk lokal belum konsisten: stigma terhadap mutu produk lokal belum sepenuhnya hilang.
Distribusi tidak merata: daerah terpencil sering kekurangan stok meski di kota besar terjadi kelebihan.
Harga tidak transparan: fluktuasi harga membuat pasien dan apoteker kesulitan.
Keterlibatan profesi terbatas: apoteker sering hanya ditempatkan sebagai pelaksana, bukan perencana atau pengambil keputusan.
Peran Apoteker dalam Ekosistem Berkelanjutan
Apoteker dapat mengambil peran strategis dalam mewujudkan sistem yang lebih kokoh: