Mohon tunggu...
Abiwodo SE MM
Abiwodo SE MM Mohon Tunggu... Bankir - Professional Bankers, Student at UI

Bankers yang selalu fokus terhadap "goal-oriented with an eye for detail, a passion for designing and improving creative processes also expertise in corporate relations" Saat ini sedang menempuh pendidikan S3 di UI.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menyoal Ketahanan Perbankan dan Ancaman Krisis Global

18 Agustus 2022   18:26 Diperbarui: 13 September 2022   12:38 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat". Terus terang, tagline HUT ke 77 Republik Indonesia ini bikin saya bergidik. Kalimat ini bak mantra pembakar semangat dalam upaya pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian global. Bagi kami para bankir, ini semacam panggilan ibu pertiwi untuk terus mengawal ketahanan perbankan kita.

Ya, dampak pandemi Covid-19, kemudian perang Rusia-Ukraina, disebut-sebut sebagai faktor besar penyebab resesi ekonomi, lonjakan harga pangan dan energi yang memicu inflasi, lantas berhasil menggoyang ketahanan perbankan di beberapa negara. Seperti yang dikabarkan sebuah lembaga rating internasional, Moody's Investor Service, sektor perbankan dunia sedang terpukul!

Kenapa perbankan? Jawaban sederhananya, lembaga perbankan adalah kontributor utama dalam menjaga kondisi perekonomian agar tetap kondusif. Perbankan berperan dalam dunia pembangunan dan perdagangan terkait penyediaan modal usaha, termasuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Kabar baiknya, Moody's Investor Service menyebutkan Indonesia dinilai masih memiliki resiliensi atau ketahanan perbankan di tengah gejolak ekonomi ini.

Meski begitu, trauma runtuhnya ekonomi Indonesia saat krisis moneter Asia pada 1997, masih menghantui. Saya ingat, saat itu hampir semua pihak mengatakan ketahanan perbankan kita baik dan kecil kemungkinannya Indonesia terimbas krisis.

Saat itu, hingga Juli 1997, data menunjukkan tingkat inflasi Indonesia rendah, surplus perdagangan lebih dari USD900 juta, cadangan devisa lebih dari USD20 milyar, dan kinerja serta ketahanan perbankan sangat baik. Tapi siapa sangka, sebulan setelah itu ekonomi kita terimbas krisis. Arus kas sejumlah bank terus memburuk dan ekonomi lumpuh. Bank menghadapi kesulitan likuiditas!

Kegelapan 1997 itu menjadi pelajaran berharga. Kini, trauma itu berbuah peningkatan kewaspadaan ekonomi, sembari terus menerus menjaga ketahanan perbankan hingga detik ini.

Ketahanan Perbankan

Dari pelajaran berharga krisis moneter 1997, tatkala alarm krisis berbunyi, pemerintah dan Bank Indonesia selalu proaktif melakukan pencegahan dan menerbitkan kebijakan yang tepat demi menjaga ketahanan perbankan.

Ambil contoh saat Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi di awal 2020, soal ketahanan perbankan, salah satu kebijakan yang diterbitkan adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19, yang kita kenal dengan kebijakan relaksasi, hingga 31 Maret 2021.

Kebijakan relaksasi ini tentu untuk menghindari runtuhnya sistem keuangan dan menjaga ketahanan perbankan. Harapannya, dana nasabah di bank tetap aman dan masyarakat tidak responsif menarik dananya alias rush, untuk meminimalisir ancaman krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun