Mohon tunggu...
Abe Shafa
Abe Shafa Mohon Tunggu... Mahasiswa FH

Seorang mahasiswa fakultas hukum yang suka menonton naruto dan membaca berita, bercita cita ingin menjadi profesor di usia 30 tahun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi Pemilu di Indonesia Pasca Putusan MK : Analisis Putusan MK Tentang Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal (Nomor 135/PUU-XXII/2024)

14 Oktober 2025   06:31 Diperbarui: 14 Oktober 2025   06:31 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk menjaga efektivitas dan stabilitas tata kelola pemerintahan, MK juga menetapkan adanya jeda waktu antara Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal, yakni paling singkat dua tahun dan paling lama dua setengah tahun setelah pelantikan Presiden/Wakil Presiden serta anggota DPR dan DPD. Pengaturan jeda waktu ini dimaksudkan agar proses pemilu di setiap level pemerintahan dapat dipersiapkan secara optimal, baik dari aspek penyelenggaraan, profesionalitas penyelenggara, maupun kesiapan peserta pemilu. Dengan demikian, pemisahan dua siklus ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas demokrasi elektoral, memperkuat representasi politik, serta menjamin pelaksanaan pemilu yang lebih tertib, efisien, dan berkeadilan.

Analisis Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024

Putusan ini berakar pada Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan bahwa pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. MK menafsirkan bahwa prinsip "kejujuran dan keadilan" tidak hanya mencakup hasil pemilu, tetapi juga proses dan kondisi penyelenggaraannya. Dengan demikian, pemisahan dua siklus pemilu dimaksudkan sebagai bentuk koreksi terhadap model "Pemilu Serentak Lima Kotak" yang terbukti menimbulkan beban prosedural, kelelahan ekstrem bagi petugas, serta potensi pelanggaran asas proporsionalitas dan kemanusiaan dalam demokrasi.

Dari sudut teori hukum tata negara, putusan ini dapat dikaitkan dengan teori checks and balances dan teori sistem presidensial murni, di mana pemisahan pemilu bertujuan memperjelas legitimasi politik antara lembaga eksekutif dan legislatif di setiap tingkatan pemerintahan. Selain itu, pemisahan ini juga memperkuat implementasi asas desentralisasi politik, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945, yang memberikan otonomi luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Putusan MK ini memiliki konsekuensi hukum yang luas terhadap masa jabatan kepala daerah, sinkronisasi regulasi pemilu, dan desain kelembagaan penyelenggara pemilu. Pemerintah dan DPR perlu melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah untuk menyesuaikan dengan desain dua siklus ini. Selain itu, perlu diatur masa transisi yang adil bagi kepala daerah hasil Pilkada 2024 agar tidak terjadi kekosongan jabatan atau tumpang tindih masa jabatan dengan siklus Pemilu Nasional.

Secara kelembagaan, pemisahan ini juga memberi ruang bagi KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk memperbaiki manajemen elektoral, memperkuat integritas petugas, serta meningkatkan kualitas rekrutmen dan pelatihan penyelenggara di daerah. Dalam perspektif internasional, langkah ini selaras dengan praktik demokrasi di berbagai negara maju---seperti Amerika Serikat dan Brasil---yang memisahkan pemilu nasional dan lokal guna menjaga efektivitas serta akuntabilitas pemerintahan di tiap level.[1]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun