Anggap saja anak anda bermain Pokemon Go. Pada malam hari, dia mulai keluar dari rumah untuk bermain. Menarik memang. Sebab, justru permainan virtual ini memaksa penggunanya untuk bergerak lebih banyak dari biasanya. Dalam perjalanan, dia dan teman-temannya mendiskusikan tentang keberadaan monster yang mereka cari.
Selama bermain, banyak dari mereka akan berkata, “itu ada di sana,” “di pos polisi ada satu,” “eh maju sedikit, di pertigaan itu ada bulbasaur.” Banyak kalimat-kalimat serupa muncul untuk menunjukkan bahwa ada sesuatu di tempat tertentu. Inilah yang saya sedang bahas. Ketika mereka mengujar, apakah arti dari “ada” yang mereka maksudkan?
Pertanyaan saya adalah mengenai eksistensi. Bagi saya, eksistensi adalah status dari entitas tertentu. Status ini bukan menunjukkan “kebagaimanaannya” entitas tersebut. Apa yang menunjukkan kebagaimanaan dari sebuah entitas disebut dengan properti. Eksistensi, yang bukan merupakan properti, adalah keadaan di mana sebuah konsep mengenai entitas tertentu diwujudnyatakan. Saya mengusulkan proposisi berikut.
P1. X dikatakan ada bila konsep mengenai X tersebut terwujudnyatakan dalam realitas.
Contoh, anggap saja ada sebuah konsep mengenai kucing Persia berbulu cokelat, kita sebut X. Konsep mengenai Xjelas ada di pikiran. Tetapi, X, yang mana adalah kucing Persia berbulu cokelat, tidak dapat dikatakan ada bila tidak terwujudnyatakan dalam dunia nyata.
P2. Kucing Persia berbulu cokelat dikatakan ada, bila konsep mengenai kucing Persia berbulu cokelat tersebut diwujudnyatakan dalam realitas.
Bagaimana dengan konsep akan kucing Persia berbulu cokelat itu sendiri? Bukankah itu ada? Jelas ada. Konsep mengenai kucing Persia berbulu cokelat itu terwujudnyatakan dalam realitas, tetapi kucing Persia berbulu cokelat itu sendiri belum tentu.
P3. Konsep mengenai kucing Persia berbulu cokelat dikatakan ada, bila konsep mengenai konsep mengenai kucing Persia berbulu cokelat [bukan typo] tersebut terwujudnyatakan dalam realitas.
Dengan definisi ini, saya jelas mengambil jarak dengan St. Anselm yang mengindikasikan dengan jelas bahwa eksistensi adalah sebuah properti. Bagi saya tidak. Eksistensi memang adalah sebuah status, tetapi bukan properti yang menjelaskan kebagaimanaan dari suatu entitas.
Tapi, bisakah analisa ontologis dari keberadaan sebuah entitas dilepaskan dari kajian epistemologinya? Bukankah menyatakan bahwa sebuah keberadaan terwujudnyatakan dalam realitas juga berarti mengetahui bahwa sebuah keberadaan tersebut terwujudnyatakan? Dari sini, saya bisa menyimpulkan bahwa fakta mengenai eksistensi sebuah entitas tidak berarti apa-apa tanpa pengetahuan akan eksistensi dari entitas tersebut.
Lalu apa yang menjadi penting dalam hidup manusia? Apa yang menggerakkan manusia? Apa yang membuat manusia termotivasi untuk melakukan sesuatu?