[caption id="attachment_142272" align="aligncenter" width="620" caption=""] [/caption] Aku ingin melihat Bulan setiap malam, bahkan ketika awan hitam dan saat Hujan, berpayung dedaunan dan angin melambai. Seketika bukan hanya hendakku yang sementara, bukan pula hanya sebersit menghilangkan sekelumit kisah hidup yang rumit. Aku hanya rindu, aku merasa telah jauh. Setiap langkah adalah menghindari salah, aku tak ingin kalah, pernah menghindar namun itu yang membuat sadar. Bulan, Bintang, Awan dan apapun yang sengit di langit adalah wajahMu. Aku hanya rindu. Rindu yang benci, rindu yang tak pernah bisa bertoleransi. Ini belum jauh, walau akan. Ini masih bisa, meski siksa. Lelah. Aku mengumpulkan lelah untuk menjadikannya celah. Agar semua ingar tak lagi terdengar, aku hanya butuh lelah untuk bisa tertidur, pulas, dengan wajah tanpa dosa seperti seorang bayi tertidur dipangkuan Ibu. Menghindari hari-hari rindu, dengan lelah, sampai langit mengalah, memberikan aku rembulan. Aku ingin melihat Bulan setiap malam. Dengan atau tanpa Hujan. Yang memberikan cahaya elok, yang mengimajinasikan berbagai alasan untuk pulang. Ini hati yang sulit untuk berkongsi, tapi hanya untuk Bulan aku rindu. Ini bukan bualan. Malam kian naik pelan-pelan. Lamunku tertuju langit yang menderu, kepak sayap burung malam lenyap, pandangan jauh, emosi merangkak menjadi siksa yang beranak pinak. Di sini, tempat-tempat sepi akrab menari. Jarak selalu mengakrabi dan membuat tersentak, jangan kayuh lagi. Rindu berbisik. Berhentilah peluh. Aku ingin berlabuh sebelum jauh. Bintan @ september 2011
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI