Mohon tunggu...
ABDURROFI ABDULLAH AZZAM
ABDURROFI ABDULLAH AZZAM Mohon Tunggu... Ilmuwan - Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, Dan Cinta Indonesia
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah lelah mencintai Indonesia dan mendukung Indonesia bersama Abdurrofi menjadikan indonesia negara superior di dunia. Email Admin : axelmanajemen@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meninjau Demokrasi, Gatot Nurmantyo Capres Independen dan Penolakan MK

7 September 2020   22:22 Diperbarui: 7 September 2020   22:55 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Istana Kepresidenan, Selasa (24/10/2017).(KOMPAS.com/IHSANUDDIN)

Peningkatan kuantitas tersebut menurut Abdurrofi tak akan berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas demokrasi Indonesia. Namun untuk tidak mengatakannya justru berisiko menjegal Gatot Nurmantyo dengan mengalami penyempitan keberagaman capres demi efisiensi dan efektivitas. 

Bukankah Indonesia menjunjung kebhinekaan dan keberagaman tapi itu masih tahap normatif dan perlu diimplementasikan dalam demokrasi agar demokrasi tidak error dengan sistem multi-partai.

Selain itu, dalam sistem multi-partai tidak ada ruang bagi partai baru seperti Partai gelora, PSI, Partai Garuda, Partai Berkarya, Perindo dan Partai kecil lainya seperti PKPI untuk ikut mencalonkan kadernya Pilpres. 

Saat ini ambang batas pencalonan presiden pada parpol adalah 20 persen suara nasional atau disetarakan dengan 25 persen perolehan kursi parlemen dari partai politik. Ambang batas 20 persen mencerminkan bahwa hanya kepentingan  partai  politik  yang  berkuasa dan  membatasi  hak-hak  konstitusional parpol kecil dan parpol baru di Indonesia.

Demokrasi Indonesia belum mengakomodir sebanyak-banyaknya unsur– sama sekali dengan multikulturalismenya. Meskipun tak ada hubungannya dengan peluang memperbesar jumlah dukungan terhadap partai di tengah kepemimpinan eksternal merekrut Gatot Nurmantyo untuk kompetisi Pilpres 2024. 

Masyarakat Indonesia akan menilai partai mana ego tinggi dengan mencalonkan kadernya dan partai mana mencalonkan non-kader demi kepentingan lebih besar dalam bingkai keindonesiaan.

Sang Jendral Gatot tidak kehabisan akal, ia siap bekerjasama dengan partai nasionalis. Dengan kerendahan hati Gatot Nurmantyo mundur sebagai capres independen dan berafiliasi dengan partai nasionalis sesuai jati dirinya. 

Hubungan Gatot Nurmantyo dengan sejumlah partai politik merupakan kontrak sosial yang didasari oleh ex ante pactum (perjanjian yang ada sebelumnya). Peluang ini pun besar bagi Gatot Nurmantyo karena ia orang baik dan berintegritas dengan  kemungkinan munculnya poros ketiga bisa saja ada sebagai kuda hitam perkasa.

Mau tidak mau Indonesia dalam kepentingan elit-elit partai, maka Gatot Nurmantyo harus disalurkan melalui partai politik, Kuda hitam perkasa ini harus meninjau perolehan suara nasional partai pada 2019 sebagai berikut: PDIP 19,33 persen; Gerindra 12,57 persen, Partai Golkar 12,31 persen; PKB 9,69 persen; Nasdem 9,01 persen; PKS 8,21 persen; Demokrat 7,77 persen; PAN 6,84 persen; dan PPP 4,52 persen. Berikut 3 poros skema calon presiden Indonesia tahun 2024:

Poros Pertama : Prabowo memiliki ambang batas 12,57 persen dalam Gerindra, maka ia hanya membutuhkan 12,43 persen agar ia mendapatkan tiket calon presiden dengan mendekat PDIP dengan suara nasional 19,33 persen. Poros ini sebagai terkuat dan beban berat mempromosikan Prabowo-Puan.

Poros Kedua : Anies dengan Nasdem memiliki ambang batas 9,01 persen, Anies membutuhkan 15,99 persen, Anies cukup dekat dengan Pak Kiyai Maruf sehingga ia bisa diplomasi dengan PKB dan PPP serta Surya Paloh dekat dengan PKS sehingga Anies mendapatkan tiket calon presiden. Anies layak dicalonkan dengan khawatir Habib Riziq ikut campur politik tapi beruntung ia belum pulang umroh.

Poros  ketiga : Gatot Nurmantyo dekat dengan SBY baru memiliki ambang batas 7,77 persen, ia membutuhkan 17,23 persen maka Gatot Nurmantyo bisa meminta AHY, Ketum Baru mendekati Golkar perolehan suara 12,31 untuk tiket calon presiden serta tambahan dukungan dari PAN 6,84 persen. Poros ini  didasari oleh ex ante pactum (perjanjian yang ada sebelumnya) minimal ketum PAN, Ketum Demokrat dan Ketum Golkar dapat kursi menteri strategis.

Keniscayaan sebagai sebuah negara demokrasi terlihat dari diberlakukannya pemilihan umum (pemilu) dalam setiap lima tahun. Selain itu, keberadaan Gatot Nurmantyo dan partai politik semakin mempertegas kenyataan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Walaupun itu semua dalam standar minimal atau prosedural sebagai negara demokrasi dan demokrasi Indonesia belum tahap substansial.

"Gatot Nurmantyo is the great choice in Indonesia history. Even though Gatot Nurmantyo is the third axis, he is a mighty dark horse for great Indonesia history. Gatot is the destiny for a victorious Indonesia and superior Indonesian nation in the world." he added

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun