Meninjau Demokrasi, Gatot Capres Independen dan Penolakan MK
Pada awalnya, masyarakat hukum menghadapi kesulitan untuk mengartikan penggunaan dari terminologi Non-Independen. Gatot Nurmantyo sebagai warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, artinya bukan hanya Anies dan Prabowo yang boleh ikut pilpres 2024. Ini diperkuat oleh Deklarasi Universal HAM pasal 21.
Berdasarkan Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menentukan bahwa:
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Berbeda dengan penjelasan diatas, MK tolak permohonan capres independen sehingga terminologi Gatot Capres Non Independen kembali mencuat. Tiga hakim konstitusi -Abdul Mukthie Fadjar, Maruarar Siahaan, dan Akil Mochtar- melalui dissenting opinionnya setuju dengan capres independen.
Pemohon menyatakan akan berjuang melalui amandemen UUD 1945 kelima agar capres bisa independen tapi itu prosesnya relatif lama. Tidak ada ruang bagi kandidat yang berasal dari calon perseorangan jalur independen atau tanpa melalui partai politik untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden.
Indonesia masih melakukan pembatasan melalui UUD 1945 amandemen ke-IV mencerminkan bahwa hanya kepentingan partai politik yang berkuasa dan membatasi hak-hak konstitusional warga negara termasuk hak seorang Gatot Nurmantyo menjadi presiden jalur independen.
Dengan kata lain, Indonesia tidak pernah memiliki standar yang jelas dan pasti dalam penentuan calon presiden dan wakil presiden. Pada era reformasi, sistem yang asing bahkan seperti diharamkan memilih presiden jalur independen.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik pada pilpres 2024, artinya hak kontitusional parpol lebih besar dibandingkan hak kontitusional warga negara.
"The constitutional right of citizens to support Gatot Nurmantyo is excellent. Government of the people by the President Gatot Nurmantyo for the people interest in error democracy system (EDS)." Said Abdurrofi Abdullah in New York told us Indonesia, Monday (7 September 2020)
Sindrom di kalangan pimpinan organisasi parpol, memperbesar diri dan organisasi politik bukan secar kualitatif tapi kuantitatif sehingga demokrasi Indonesia bisa dibilang "error democracy system"..