Sejarah menunjukkan bahwa bangsa yang lupa jati diri akan cepat dilupakan. Sebaliknya, bangsa yang berani menegaskan amanat konstitusinya --- dari Pasal 33 UUD 1945 hingga semangat ekonomi kerakyatan, dari Pancasila hingga konsep Negara Gotong Royong --- akan menjadi teladan bagi dunia yang mencari arah baru. Indonesia, dengan segala tantangannya, memiliki kesempatan untuk menjadi model: negara-bangsa yang tidak hanya bertahan, tetapi juga membentuk aturan main baru, di mana kedaulatan, keadilan, dan peradaban kembali menjadi pusat, bukan margin.
Bung Hatta dan Soepomo mengingatkan bahwa kemerdekaan politik harus disertai kemerdekaan ekonomi. Soekarno menegaskan bahwa kekuatan moral dan sosial bangsa adalah pondasi peradaban. Kini, tugas kita adalah menerjemahkan prinsip itu ke dalam tindakan konkret: membangun sistem ekonomi, hukum, dan narasi yang tidak hanya melindungi, tetapi juga menegaskan identitas bangsa di dunia multipolar yang sedang terbentuk. Indonesia tidak boleh menjadi objek sejarah, tetapi harus menjadi subjek yang menentukan arah peradaban.
Daftar Literatur dan Referensi
Fukuyama, F. (1992). The end of history and the last man. New York: Free Press.
Huntington, S. P. (1996). The clash of civilizations and the remaking of world order. New York: Simon & Schuster.
Schmitt, C. (1996). The concept of the political. Chicago: University of Chicago Press.
Lakoff, G. (1996). Moral politics: How liberals and conservatives think. Chicago: University of Chicago Press.
Piketty, T. (2020). Capital and ideology. Cambridge: Harvard University Press.
Lasch, C. (1995). The revolt of the elites and the betrayal of democracy. New York: W. W. Norton & Company.
Deneen, P. J. (2018). Why liberalism failed. New Haven: Yale University Press.
Stiglitz, J. E. (2012). The price of inequality: How today's divided society endangers our future. New York: W. W. Norton & Company.