Oleh H. Abdul Wahid Azar, S.H., M.H.Penulis buku IKN Hanya Butuh Wifi dan Nyali --- Gelombang Ketiga Nusantara: Kajian Hukum dan Narasi Masa Depan Berbasis Data dan Peradaban
Ketika Partai NasDem melempar wacana moratorium pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan meminta Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk menunda proyek tersebut, publik kembali dihadapkan pada tarik-ulur politik yang menguji kesungguhan bangsa ini dalam menatap masa depannya sendiri.
Namun, wacana tersebut langsung dijawab oleh pemerintah. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen penuh untuk menyelesaikan pembangunan IKN. Bahkan, ia menyebut proyek ini dapat rampung dalam waktu tiga tahun jika dikerjakan sesuai rencana. Ini bukan sekadar pernyataan politik, tapi sinyal bahwa negara tidak main-main dalam menata ulang poros peradabannya.
Empat Undang-Undang dan Satu Putusan MK
Pembangunan IKN bukan lagi sekadar ide. Ini adalah kebijakan negara yang telah memiliki dasar hukum kuat:
UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara,
UU tentang Perubahan atas UU IKN,
UU tentang Otorita IKN,
UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Ditambah, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 25/PUU-XX/2022 telah menyatakan bahwa pemindahan ibu kota tidak bertentangan dengan konstitusi. Dengan demikian, dari sisi yuridis, proyek ini telah selesai diperdebatkan. Usulan moratorium tanpa dasar legislasi baru akan menciptakan preseden buruk bagi kepastian hukum di Indonesia.
Narasi Pindah Ibu Kota di Dunia: Penuh Tantangan, Tapi Tidak Mundur