Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Penulis Buku Non Fiksi (BNSP)

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dam Tamattu dan Gizi Anak Negeri, Saatnya Menimbang Kembali Tempat Penyembelihan.

22 Juli 2025   07:30 Diperbarui: 22 Juli 2025   07:30 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: H. Abdul Wahid Azar, S.H., M.H.Pengurus Pusat IPHI / Ketua IPHI Peduli Stunting

Setiap musim haji, jamaah Indonesia yang menunaikan haji tamattu atau qiran diwajibkan menyembelih hewan sebagai bentuk dam. Ratusan ribu ekor kambing disembelih di Tanah Haram --- wilayah sekitar Makkah --- sebagaimana diatur dalam Fatwa MUI Nomor 41 Tahun 2011. Fatwa tersebut menegaskan bahwa penyembelihan dam di luar Tanah Haram tidak sah.

Namun dalam keheningan ibadah, ada pertanyaan yang terus mengetuk hati:

"Mengapa daging yang berasal dari biaya umat ini, tak pernah kembali ke kampung-kampung umat itu sendiri?"

Sementara itu di Tanah Air, lebih dari 20% anak Indonesia masih mengalami stunting, dan puluhan juta lainnya hidup dalam ancaman kurang gizi.

Ketika Fatwa Bertemu Realitas Sosial

Kita tidak sedang mempertentangkan hukum dan niat baik. Kita justru sedang mencari ruang tafsir yang lebih menyentuh --- karena Islam tidak hanya membimbing hati ke langit, tetapi juga menggerakkan tangan untuk menyentuh bumi.

Fatwa, sejatinya, adalah hasil ijtihad. Dan ijtihad selalu membuka ruang tafsir baru saat konteks berubah. Maka, dengan penuh hormat, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) mencoba membuka wacana:

Apakah penyembelihan dam dimungkinkan dilakukan di Indonesia, jika hal itu memberi dampak nyata bagi ketahanan gizi nasional?

Gizi Sebagai Bagian dari Ibadah

Jika domba-domba yang dibayar oleh jamaah Indonesia bisa disembelih di Tanah Air, lalu dagingnya disalurkan ke pesantren, panti asuhan, atau wilayah miskin yang terdampak stunting --- bukankah itu bentuk pengabdian yang syar'i dan maslahat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun