Dunia tanpa kritik adalah dunia tanpa keseimbangan. Bayangkan kalau semua orang memilih diam hanya karena takut dianggap "tidak sopan" atau "mengganggu kenyamanan." Bukankah korupsi tetap merajalela bukan karena kurangnya ibadah, tapi karena kurangnya kontrol sosial?
Dalam Ihya' Ulumiddin, Imam Al-Ghazali mengutip sebuah doa dari Sayyidina Umar ra:
"Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang menunjuki kekuranganku."
Lihatlah betapa seorang pemimpin besar seperti Umar ra tidak hanya menerima kritik, tetapi bahkan mendoakan mereka yang mengoreksi dirinya. Karena bagi beliau, teguran bukanlah bentuk perlawanan, tetapi cermin untuk memperbaiki diri.
Namun, di zaman sekarang, mengkritik pejabat justru bisa dianggap sebagai ancaman. Padahal, jika pemimpin benar-benar peduli pada rakyat, mereka seharusnya bersyukur ada yang mengingatkan. Yang aneh, justru yang mengkritik sering dituduh menyebarkan kebencian, sementara yang menjilat dianggap bijak dan loyal.
Menulis kritis bukan berarti menghilangkan nuansa Ramadhan. Justru, ini adalah cara untuk memastikan bahwa kebaikan bukan sekadar seremonial, tapi juga berakar dalam sistem yang lebih besar. Jika ada pejabat yang membangun masjid tapi masih menggelapkan dana bansos, apakah kita harus diam?
Ramadhan bukan alasan untuk membungkam kebenaran. Justru, di bulan yang suci ini, kita seharusnya lebih peka terhadap kebatilan dan lebih berani untuk berbicara. Bukan dengan kebencian, bukan dengan hujatan, tapi dengan kritik yang membangun dan satir yang menyadarkan.
Menulis di bulan Ramadhan adalah bagian dari ibadah, selama niatnya tetap lurus. Zikir adalah penyucian hati, satir adalah penyadaran akal. Keduanya bisa berjalan beriringan, tanpa harus kehilangan jati diri sebagai seorang yang mencari kebenaran.
Jadi, apakah Ramadhan harus membuat kita berhenti menulis kritis? Saya rasa, justru inilah saatnya pena harus lebih tajam dari sebelumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI