Oleh: Abdullah Adnan Formatur Terpilih Ketua Umum HmI Komisariat Situ Buleud
Pada tanggal 20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mengesahkan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang, meskipun terdapat gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Penolakan ini terutama datang dari koalisi masyarakat sipil, mahasiswa, dan organisasi non-pemerintah yang khawatir bahwa revisi tersebut dapat mengembalikan praktik dwifungsi ABRI yang pernah terjadi di masa Orde Baru.
Kami menolak disah kan nya Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang sedang dibahas karena terdapat sejumlah pasal yang berpotensi melemahkan prinsip demokrasi, profesionalisme TNI, serta supremasi sipil dalam negara hukum dan berdemokrasi.
Pertama, beberapa ketentuan dalam RUU ini memungkinkan TNI untuk lebih terlibat dalam urusan sipil di luar tugas pertahanan negara. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi yang menegaskan bahwa TNI harus tetap profesional dan tidak terlibat dalam ranah politik atau pemerintahan sipil.
Kedua, adanya ketentuan yang memperlonggar batas usia pensiun dan memperluas posisi perwira aktif di jabatan sipil dapat menghambat regenerasi kepemimpinan di dalam tubuh TNI serta mengaburkan batas antara militer dan sipil. Hal ini berisiko mengembalikan pola hubungan sipil-militer ke era sebelum reformasi, yang bertentangan dengan cita-cita demokrasi.
Ketiga, RUU ini juga berpotensi mengurangi akuntabilitas dan transparansi dalam penggunaan anggaran pertahanan serta pengelolaan organisasi TNI. Sebagai institusi negara yang dibiayai oleh rakyat, TNI harus tunduk pada prinsip-prinsip good governance dan pengawasan sipil yang ketat.
Oleh karena itu, demi menjaga profesionalisme TNI, memperkuat supremasi sipil, serta memastikan bahwa reformasi sektor keamanan tetap berjalan, kami dengan tegas menolak RUU TNI ini dan mengutuk segala tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang di cita-citakan reformasi dalam membangkitkan kembali Dwi Fungsi ABRI. Kami mendesak pemerintah dan DPR untuk mendengar aspirasi publik, akademisi, serta para pegiat demokrasi sebelum mengesahkan aturan yang dapat berdampak negatif bagi masa depan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI