Mohon tunggu...
Abdu
Abdu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Keperempuanan

laki-laki yang berasal dari cirebon, sebuah kota yang dijuluki dengan kota wali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Women and Freedom Of Expression

17 Januari 2023   09:41 Diperbarui: 17 Januari 2023   10:18 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilsutrasi: koleksi penulis

Keribetan dalam hidup sudah menjadi hal yang tak terhindarkan lagi oleh kalangan perempuan. Pelarangan yang dialami oleh banyak perempuan seakan menjadi makanan sehari-hari baginya. 

Hal yang dianggap sepele menurut saya pun kerap kali saya temui ketika berjalan-jalan menyusuri jalanan yang biasa dilewati masyarakat, suatu ketika ada seorang anak kecil perempuan yang sedang bermain mobil-mobilan, seketika orangtuanya melarang dengan alasa "kamu itu perempuan, tidak cocok main mobil-mobilan nak. Jangan maing mobil-mobilan lagi nanti," katanya. Hal ini pun sama dialami oleh anak laki-laki yang ketika itu memakai baju dan celana warna pink, dengan alasan yang sama orangtua itu pun melarangnya.

Seketika Sayan pun bertanya-tanya, kenapa dunia semakin ribetnya? Coba bayangkan jika celana yang cukup dipakai sang bayi hanya ada warna pink, tentu akan mempersulit diri bukan. Lebih tepatnya sejak kapan barang mainan dan warna pakaian memiliki jenis kelamin?

Keanehan dan keribetan yang dialami oleh anak perempuan khusunya menjadi semakin banyak seiring dengan bertumbuh dewanya dia dan lingkungan yang banyak dia lakukan interaksi di dalamnya yang begitu beragam.

Perempuan dan Tubuh Perempuan

Kebanyak perempuan beranggapan bahwa "menjadi sesosok perempuan saat ini rasanya begitu sulit" banyak hal yang membuat dirinya berada dalam kondisi yang tidak mendukung dirinya. Perempuan yang hendak menikah pun harus ada drama terlebih dahulu didalamnya. Factor usia lah, kesuburan yang dimiliki peremuan itulah, dan banyak hal lainnya yang seakan menjadi pertimbangan seseorang untuk menikahi si perempuan.

"Masa subur" adalah hal yang mendasar dan pertimbang yang cukup masuk akal untuk kejenjang pernikahan. Ini hal yang wajar-wajar saja sebetulnya, karena salah satu tujuan menikah adalah terciptanya keturunan.

Seorang public figure pernah ditanya ketika pernikahanny itu masih seusia jagung. "berapa anak yang akan kamu mau dari pernikahan ini?" tanya seseorang. Dia menjawab "sebelas" dengan entengnya tanpa mempertanyakan kesiapan istrinya terlebih dahulu. Hal ini sontak menjadi viral dan menuai kritik dari para aktivis perempuan khsusnya. Perempuan yang secara kodrati mengandung, melahirkan dan

Kasus atau posisi seperti ini seakan-akan menjadi seorang perempuan adalah menjadi manusia yang siap diatur. Bahkan kekuassaan atas tubuhnya sendiri seakan-akan tak memiliki kuasa yang sepenuhnya. Kontruksi dan imagi dunia seakan mengikat perempuan sekencang kencangnya, sehinga keduanya itu menjadi dasar pikiran untuk atau ketika ingin mengekspresikan dirinya diranah public.

Iklan pruduk kecantikan, busana perempuan bahkan iklan makanan yang taka da hubungan secara khusus dengan perempuan pun seorang perempuan dengan tubuhnya menjadi daya jual yang amat laku. Mengkilankan produk kecantikan yang kemudian mengobralnya dengan definisi cantik sesuai dnegan imagi sang pemilik produk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun