Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Butha Cakil Sang Pengingat Indonesia

9 November 2020   00:33 Diperbarui: 9 November 2020   00:39 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buto Cakhil photo by Aan P/ sumber dari Buddhazine.com

Aku, Butha Cakil, seorang raksasa yang luar biasa.
Aku, cahaya kebanggaan bagi perempuan yang mempertaruhkan untuk kelahiranku. Dia perempuan hebat yang tak pernah akan mencabut cintanya bagiku, sampai kapan pun.

Aku, Butha Cakil memiliki sepasang yang taring berbeda dari kaumku. Namun, hal itu tidak membuat ibu melepaskan pelukan kasihnya padaku. Diriku adalah bukti bahwa cintanya kepada semua anaknya adalah sama.

Mungkin wujud kaumku berbeda dengan rupa bangsa Arjuna, wajahku mungkin tak setampan dan semegah dirinya. Tapi, Butha Cakil adalah bukti keteguhan seorang ksatria yang setia memegang serta mempertahankan kehormatan bahkan sampai ajal menjemput.

Wujudku memang seram, tapi aku tetap Butha Cakil yang jenaka. Bibir tebalku tak pernah lupa untuk tertawa. Jiwaku pantang menyerah.
Kehadiranku di dunia, sebagai jejak nyata bahwa perbedaan merupakan berkah dari-Nya.

Aku, sang Butha Cakil lahir di tanah Indonesia sebagai pengingat dan tanda adanya berkah bahwa ibu bumi melahirkan keberagaman. Lalu memeluk dan mendekap perbedaan itu dengan cinta yang sama.

"Ahh! Aku terlalu pongah!"

"Keangkuhan telah memenjarakan kewaspadaanku, sehingga nyawaku harus terampas karenanya!"

"Kematian merupakan upah yang harus kutelan dari kebodohan sia-sia!" Erangku mengiringi sisa napasku.

Ketika aku menyadari bahwa keris miliku yang telah menikam tubuhku sendiri, ternyata adalah sebuah tamparan keras dari-Nya atas kebodohan dan kesombonganku. Aku lupa ingatan!
Bukankah keberagaman itu adalah pusaka?

Ia tidak boleh hancur,
apalagi musnah!
Tangis semua ibu akan deras membanjiri pertiwi. Bila hanya karena kepicikan, kebodohan dan keangkuhan. Lalu perbedaan harus ditolak dan akhirnya melenyapkan kekayaan keberagaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun