Mohon tunggu...
Abang Suher
Abang Suher Mohon Tunggu... Penulis - Tulis yang kamu kerjakan, kerjakan yang kamu tulis

Tinggal di Parepare, kota Pendidikan di Sulawesi Selatan, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Catatan Kritis Sinetron "Dari Jendela SMP"

9 Juli 2020   21:45 Diperbarui: 30 September 2020   16:38 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka tengah diajarkan bagaimana "pacaran" yang setia. Benar-benar setia dan serius, layaknya pacaran orang dewasa. Joko muncul sebagai laki-laki bertanggung jawab dan memperjuangkan cintanya. Wulan menjadi wanita setia dengan cintanya. Kisah cinta Joko-Wulan akan menuai emosi dan empati penontonnya.

Andai sinetron  "Dari Jendela SMP" tidak menyasar orang dewasa, tidak apa-apa. Kisahnya dapat dimengerti dan dipahami sebagai bumbu-bumbu sinetron. Tetapi anak seusia anak SMP, saya mengkhawatirkan, tontonan seperti ini akan membuat anak kita bermental buah karbitan. Kelihatan matang di luar, tapi di dalamnya masih mentah. Karena mereka disuguhkan pengalaman-pengalaman melalui sinetron yang melampaui batas mental mereka.

                                                                                                          ****************

Secara psikologis, usia remaja adalah masa dimana mereka suka mencontoh apa yang dilihat dan mencoba-coba yang dilihatnya. Teori ini dikenal para psikolog, sebagai teori imitasi (meniru). Albert Bandura, ilmuan yang mendalami teori ini mengemukakan bahwa seorang individu cenderung belajar dengan cara meniru perilaku orang lain yang dilihatnya. 

Anak menonton sinetron
Anak menonton sinetron

Dalam faktanya, kebenaran teori ini seringkali dijumpai pada anak-anak, termasuk remaja yang ada disekitar kita. Mereka akan meniru perilaku orang-orang yang disenanginya. Adagium populernya adalah "What they see is what they do".

Salah satu riset yang dilakukan American Psychological Association (APA) tahun 1995 menyebutkan bahwa tayangan televisi yang tidak bermutu akan mendorong seorang anak yang menontonnya berbuat buruk seperti yang disaksikannya. Hasil riset ini membuktikan kekhawatiran kami selaku orang tua cukup beralasan. 

Sinetron remaja dengan kisah-kisah yang buruk akan berdampak buruk bagi perkembangan kepribadiaan anak-anak. Sejatinya, televisi adalah media edukasi bagi anak bangsa. Suguhkanlah anak-anak kita tontonan yang bermutu, berwawasan, inspiratif, mencerahkan dan mencerdaskan.

Bagi generasi milenial hari ini, figur-figur imitasi mereka banyak ditemukan melalui media-media digital. Termasuk yang ditonton melalui sinetron yang ditayangkan diberbagai media digital, seperti televisi, youtube, facebook, instagram, dll., yang menyuguhkan banyak tontonan menarik. 

Tentu saja, kita tidak mungkin menjauhkan anak-anak milenial dari ragam digital. Tidak mungkin kita melarang mereka menonton televisi, menonton youtube atau menjauhkan mereka dari gadget. Mereka hidup di era digitalisasi. Mereka harus tumbuh kembang dan sukses sesuai karakter zamannya.

Tetapi jangan biarkan perangkat digital itu bebas nilai. Kemanfaatan digital harus demi kemanusiaan. Konten-konten digital harus mengokohkan nilai-nilai kemanusiaan yang berketuhanan dan berprikemanusiaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun