Museum adalah bangunan yang difungsikan sebagai lokasi pameran tetap berbagai benda yang memiliki nilai penting bagi masyarakat umum, seperti peninggalan sejarah, karya seni, dan objek ilmiah. juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang-barang kuno. Di kota Banjarmasin, kota yang memiliki julukan kota seribu sungai ini berdiri sebuah Museum yang bernama Waja Sampai Kaputing disingkat Museum Wasaka diresmikan pada 10 November 1991 Pada masa kepemimpinan Gubernur H. Sjarifuddin. Berlokasi di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Museum ini berada di tepi Sungai Martapura, dekat Jembatan 17 Mei.
Gaya bangunan museum ini adalah rumah Bubungan Tinggi. Sebelum jadi museum bangun rumah tersebut adalah milik seorang saudagar kaya bernama datuk Jalal ia membangun rumah tersebut pada 1810 di tepian sungai Martapura Banjarmasin. Kemudian Datu Jalal menetap di rumah itu bersama keluarga besarnya hingga akhir hayatnya. Tempat tinggal tersebut kemudian diwariskan secara turun-temurun hingga sampai pada generasi cucunya. Salah satu cucunya, Hj. Kamesah, yang lahir pada tahun 1860, juga tinggal di rumah tersebut hingga meninggal dunia pada tahun 1977 dalam usia 117 tahun. Setelah wafatnya Hj. Kamesah, rumah itu tidak lagi dihuni oleh para keturunannya. Pada tahun 1988 rumah tersebut dibeli pemerintah atas masukan dari ZA Maulani (Panglima Kodam VI Tanjung pura tahun 1988-1991) terhadap ahli waris.Â
Asal Usul nama waja Sampai Kaputing yang memiliki arti harfiah berarti "baja dari pangkal sampai ujung" pertama kali dikemukakan oleh Pangeran Antasari sebagai seruan perjuangan melawan kolonial Belanda. Frasa lengkapnya adalah "Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing", yang menegaskan tekad pantang menyerah hingga titik darah penghabisan. Dalam konteks kehidupan masyarakat Banjar sekarang masih digunakan dalam mencerminkan nilai keharmonisan dan kejujuran dalam budaya masyarakat Banjar. Dalam berbagai aspek kehidupan, seperti adat, pekerjaan, maupun kegiatan lainnya, terdapat prinsip bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan tuntas. "Waja Sampai Kaputing" menegaskan pentingnya menyelesaikan setiap tanggung jawab hingga akhir, tanpa ada yang ditinggalkan atau diabaikan.
Museum Wasaka, yang terletak di tepi Sungai Martapura, Banjarmasin, bukan sekadar bangunan bersejarah. Ia adalah penyimpan napas perjuangan rakyat KalimantanSelatan dalam menghadapi penjajahan pada masa Revolusi Fisik (1945--1949). Nama "Wasaka" sendiri berasal dari semboyan perjuangan Banjar: "Waja Sampai Kaputing", yang berarti berjuang sampai titik darah penghabisan.
Di dalam museum ini, pengunjung akan disambut dengan ratusan benda peninggalan perjuangan yang penuh makna:
1. Senjata Tradisional & Modern
Parang Bungkul, Mandau, dan tombak: Senjata tradisional yang digunakan oleh para pejuang lokal dalam gerilya hutan dan rawa. Senjata api rakitan dan senapan peninggalan Belanda: Digunakan oleh pasukan ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.
2. Dokumen Sejarah
Surat perintah, maklumat perjuangan, hingga arsip komunikasi rahasia antar pejuang. Peta-peta strategi dan dokumen pergerakan gerilya di pedalaman Kalimantan.
3. Peralatan Perjuangan Rakyat
Radio pemancar: Digunakan untuk mengirim informasi antara pasukan di berbagai daerah. Alat kesehatan dan dapur umum: Mencerminkan semangat gotong royong rakyat mendukung para pejuang.