Jadi mengapa di tanah air kita orang banyak ingin tampil beda dan dengan cara yang salah kaprah? Apakah dengan melakukan tindakan pemalsuan dan penggandaan nomor pelat kendaraannya itu berarti ia sudah lebih hebat dan kaya dari sejumlah taipan yang disebutkan di atas sehingga merasa mampu membeli apa saja..
Kalau tidak merasa hebat dari para taipan nomor wahid di atas, lalu untuk apakah menggunakan pelat yang bukan diperuntukkan untuknya? Berikut ini sejumlah alasan dan argumen :
- Untuk gaya-gayaan? Buat apa?
- Untuk merasa jagoan? Siapa yang terus menerus menantang?
- Untuk terbebas dan bisa menerobos kemacetan? Dimana tempat yang bisa bebas dari kemacetan di sejumlah kota besar di Indoneisia?
- Untuk mengelabui dan membuat keder Polisi? Razia gabungan yang dimotori Polisi Militer, siapa yang bisa menolak?
- Untuk gagah-gagahan agar dianggap anggota TNI dan ditakuti? TNI sejati tak perlu perasaan untuk ditakuti seperti itu.
- Untuk menakut-nakuti penjahat? Apakah akan selalu membawa kendaraan berpelat TNI sampai ke kamar tidur agar ditakuti penjahat?
Jadi tidak ada alasan yang tepat sama sekali selain semata-mata diakibatkan oleh kebutuhan aktualisasi diri yang salah kaprah.
Aktualisasi diri dalam teori ekonomi Abraham Maslow adalah rangkaian tingkat tertinggi dari kebutuhan manusia yang telah memperoleh berbagai kebutuhan primer, sekunder dan tertier lainnya. Setelah itu, sampailah seseorang pada kebutuhan pengakuan terhadap dirinya (aktulisasi diri) hingga merasa perlu dan penting dianggap sebagai orang yang super dalam segala hal.
Maka dari itu marilah berkaca diri.. Mari berbenah diri ikuti peraturan sekecil apapun untuk kepentingan bersama. Jangan tinggi hati, karena di atas langit ada lagi langit, bukan? hehehehehe..
Salam Kompasiana
abanggeutanyo