Mohon tunggu...
Aan Zaputra
Aan Zaputra Mohon Tunggu... Pemburu dan peramu.

Membaca gejala, literatur serta menulis. Adalah makanan bagi rohani.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gaduh RUU TNI, Tak Kaget Lagi

17 Maret 2025   13:25 Diperbarui: 20 Maret 2025   00:29 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: suarapantau.com

Baru-baru ini gaduh pemberitaan soal pembahasan tertutup RUU TNI yang digelar di sebuah hotel bintang lima, di Senayan, Jakarta (15/03/2025). Pembahasan RUU TNI ini dikecam oleh berbagai kalangan masyarakat sebab seolah mengulang Dwifungsi ABRI zaman Orde Baru yang berpotensi mengancam penegakan prinsip demokrasi, lantaran dahulu kebijakan ini turut melanggengkan status quo oligarki. Selain itu, juga mengancam penegakan HAM. Dilansir oleh BBC[1], ada 3 pokok penting yang menjadi sorotan dalam RUU TNI ini:

"Pasal 3 mengatur soal kedudukan TNI yang berada di bawah presiden dalam perkara pengerahan dan pengunaan kekuatan dan militer; dan di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan dalam hal kebijakan dan strategi serta dukungan administrasi.

Pasal 47 Perluasan keterlibatan TNI dalam instansi sipil. Sebenarnya dalam Pasal 47 UU TNI, para prajurit TNI aktif bisa ditempatkan di 10 kementerian atau lembaga sipil. Namun, dalam draf revisi, instansi yang bisa mereka rambah bertambah lima, menjadi 15 institusi.

Lima lembaga sipil tambahan itu adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.

Pasal 53 terkait dengan perubahan batas usia pensiun. Sebagaimana dilaporkan Kompas.com, dalam draf revisi UU, usia pensiun perwira TNI paling tinggi 60 tahun. Sementara untuk bintara dan tamtama adalah 58 tahun."

Tak kaget lagi dengan kenaifan Bapak Prabowo ini. Seolah mengamini pribahasa "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", lantaran sedari awal menunjukkan gelagat-gelagat kebijakan dan totaliterisme yang mirip dengan mantan mertuanya. Kita tentu tahu keriuhan sebelumnya, soal pelarangan beberapa seniman, hingga yang baru-baru ini adalah band Sukatani terkait lagunya yang mengkritik polisi. 

"Saya punya guru di tentara. Saya anggap mentor saya, yaitu jenderal M Jusuf. Beliau yang membesarkan saya dan saya merasa beliau teladan. Panglima yang banyak dicintai prajurit dan masyarakat", ujar Prabowo, saat mengunjungi Gedung Olahraga Sudiang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan dalam rangka kampanye Pemilu pada 2 Februari 2024 lalu.[2]

Jenderal (Purn) M Jusuf, sosok panglima ke-7 ABRI. Yang belakangan saya sadari punya marga patrilineal yang sama dengan saya jika silsilahnya ditarik dari Raja Bone ke-24: La Mappasessu, Toappatunru, Sultan Ismail Muhtajuddin, Matinroe Rilebbata. Beliau melepaskan gelar kebangsawanannya lantaran muak dengan adab feodalisme, bermula kala menyaksikan orang-orang yang hendak melintas di depan kediaman Raja Bone, yang mesti turun dari sepedanya terlebih dahulu.[3]

Namun, rupanya beliau ini tak sadar, bahwa feodalisme yang menjangkiti iklim sosial-ekonomi-politik, bahkan di era rezim tempat beliau menjabat, hingga sekarang, tentu tak berakhir dengan sekadar melepas gelar "Andi" begitu saja. 

Pula, Bapak Prabowo sepertinya lupa, bahwa M. Jusuf yang ia idolakan ini, pernah menggebrak meja di hadapan Soeharto. Hal itu merupakan salah satu imbas kecil di antara yang besar-besar, dari penerapan Dwi Fungsi ABRI, sehingga merenggangkan hubungan atasan (Soeharto) dan bawahan (M. jusuf) tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun