Mohon tunggu...
Annisa R
Annisa R Mohon Tunggu... Mungkin Mahasiswa

Belum tahu mau menulis apa.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pelanggengan Eksploitasi di Balik Ejekan "Aplikasi Kandang Monyet"

15 September 2025   18:30 Diperbarui: 15 September 2025   18:40 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sinilah siklus itu menjadi berbahaya. Bahasa yang awalnya "hanya" mencerminkan eksploitasi sebagai realitas yang telah ada, kemudian justru memperkuat dan melanggengkannya.

Ketika olok-olok "kandang monyet" menjadi viral dan diterima begitu saja, ia mengukuhkan kembali persepsi bahwa monyet adalah makhluk mengganggu, tidak cerdas, hanya bisa meniru, berjoget, dan macam-macam aksi badut lainnya, serta pantas untuk dikurung.

Persepsi yang makin kokoh ini tidak hanya berdampak pada perasaan manusia yang dihina. Pembiasaan ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang permisif terhadap eksploitasi. Sebuah laporan IUCN pada tahun 2022 menunjukkan bahwa monyet ekor panjang, salah satu anggota genus Macaca, adalah salah satu primata yang paling banyak diperdagangkan secara ilegal, di antaranya untuk dijadikan peliharaan dan objek hiburan.

Padahal, sejak 2021, spesies ini masuk daftar CITES Appendix II, yang berarti dapat punah jika tidak ada pengendalian perdagangan. Spesies dengan nama ilmiah Macaca fascicularis ini juga telah tercantum dalam daftar terancam punah oleh IUCN sejak Maret 2022, dan jumlahnya menurun dengan cepat. Meski sayangnya, ia belum diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi bersama kerabat-kerabat Macaca yang sudah lebih dulu dilindungi.

Ini baru satu spesies dan telah terang menunjukkan bahwa monyet dipandang sebagai objek hiburan dan komoditas, bukan sebagai bagian dari ekologi yang sama dengan manusia. Hanya karena ia sebagai spesies belum secara utuh dan tegas diatur perlindungannya di Indonesia, bukan berarti tidak apa-apa untuk mengeksploitasinya.

Betapa normal kedengarannya bahwa monyet berada di kandang, juga tampak dari bagaimana video yang memuat monyet dikenakan pakaian dan dipelihara acap kali mengumpulkan banyak sentimen positif. Tidak sedikit yang gemas dan menyatakan ingin memiliki satu di rumah. Yah, siapa yang bisa menjamin bahwa komentar-komentar itu suatu saat tidak diwujudkan jadi kenyataan? Permintaan, bagaimanapun, tidak jarang mengundang penawaran meski tidak seketika.

Efeknya pada Konflik Manusia dan Macaca

Ejekan ini mencapai titik nadirnya ketika terjadi konflik. Di perkebunan sawit, di daerah wisata, maupun ketika memasuki permukiman, mereka dianggap hama. Di sini kemudian kaitan antara ejekan dan kebijakan menemukan wujudnya.

Ketika pemangku kebijakan dan masyarakat memandang monyet sebagai hama, maka solusi yang diusung cenderung pemberantasan, bukan manajemen konflik yang mengedepankan sains dan hak-hak hidup dari kedua spesies. Pola pikir ini sejalan dengan olok-olok "(aplikasi) kandang monyet".

Penyelesaian cepat itu jelas tidak tepat. Lederman et al. (2021) dalam publikasinya berpendapat bahwa kebijakan kesehatan masyarakat dan satwa liar yang didasarkan pada tindakan reaktif berupa pemberantasan seringkali gagal. Studi yang dilakukan oleh Miguel et. al. (2020) bahkan menemukan bahwa pemberantasan dapat memperburuk zoonosis.

Monyet bukan sekadar aksesori di bumi ini. Mereka memiliki peran ekologis yang penting. Satu di antaranya adalah mereka membantu menyebarkan biji-bijian hutan. Hilangnya mereka berarti rusaknya ekosistem. Lagi-lagi, ejekan "kandang monyet" menunjukkan kebiasaan lama kita: mengabaikan nilai ekologis monyet demi kenyamanan manusia.

Mungkinkah Siklus Ini Diputus?

Akan tetapi, sekali lagi, bahasa tidak pernah netral. Kata-kata mencerminkan realitas dan di saat yang sama mampu membentuk yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun