Mohon tunggu...
ADE FITRIA SUSANTI S.Pd
ADE FITRIA SUSANTI S.Pd Mohon Tunggu... guru matematika

saya menyukai hal-hal yang baru yang penuh tantangan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tegar dalam Badai

14 Juni 2025   23:13 Diperbarui: 14 Juni 2025   23:13 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di rumah, anak-anak tahu ibunya bukan ibu biasa. Sari tak hanya memasak dan mengurus mereka, tapi juga membantu pekerjaan rumah, mencuci, dan tetap punya waktu mendengarkan cerita Wina tentang tugas sekolah, atau membantu Akbar menghafal perkalian. Ia mungkin tidak lulus SMA, tapi hati dan jiwanya seolah lulusan universitas kehidupan.

Suatu malam, badai benar-benar datang. Petir menyambar, angin menerpa atap rumah mereka yang sudah tua. Sari menggigil, bukan karena takut akan hujan, tapi takut atap itu roboh dan melukai anak-anaknya. Ia peluk mereka erat, tubuhnya jadi perisai.

Dalam gelap, Wina berbisik, "Mak, kalau Bapak nggak balik, kita gimana?"

Sari diam beberapa saat, lalu menjawab, "Kalau badai datang, bukan berarti kita kalah. Kita cuma harus bertahan sampai matahari muncul lagi."

Jawaban itu membuat Wina diam. Ia tahu, ibunya menangis dalam diam. Tapi tak sedikit pun suara isak keluar. Ibunya perempuan yang kalau dihujani masalah, justru makin kuat mencangkul harapan.

Beberapa bulan kemudian, keadaan tak juga membaik. Tapi rezeki selalu datang dari arah tak terduga. Seorang guru dari sekolah Wina yang pernah membeli kue Sari menawarinya ikut pelatihan UMKM dan bantuan alat produksi.

Awalnya Sari ragu. Ia tak biasa bicara di depan orang banyak. Tapi ia teringat wajah anak-anaknya. Maka ia mengiyakan. Ia belajar membuat kemasan, belajar menghitung modal, bahkan diajari menjual lewat WhatsApp dan media sosial oleh salah satu relawan dari kota.

Pelan-pelan, usaha kecilnya tumbuh. Ia mulai menerima pesanan kue untuk arisan, hajatan, bahkan untuk kantin sekolah. Uang yang awalnya hanya cukup untuk beli beras, kini bisa ia sisihkan untuk cicil sepeda bekas agar Wina tak harus berjalan kaki ke sekolah.

Namanya pun mulai dikenal sebagai "Mak Sari Kue," bukan lagi "istri yang ditinggal suami." Ia menulis kisahnya di buku catatan tua: bukan untuk curhat, tapi agar suatu hari anak-anaknya tahu, ibunya bukan perempuan yang mudah menyerah.

Setahun sejak suaminya pergi, seseorang datang ke rumah. Seorang laki-laki, kurus, kusut, dan tak percaya diri.

"Sari..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun