Tarjo menurut saja membawakan panci berukuran kecil itu hingga ke tempat parkir.
Ia kembali menyerahkan panci ke tangan Sumini saat mulai menghidupkan motor.
Sumini membonceng di jok belakang.
"Mundur to Sum dudukmu." Tarjo mengomel pada istrinya.
"La gimana to mas? Kan memang bokongku besar."
"Makanya diet to, Sum."
"Ndak usah ngece."
"Awas, sayurnya jangan sampai numpahin aku lo," ucap Tarjo khawatir.
Sumini diam saja tak menyahut.
Tarjo mulai mengemudikan motor. Mereka berdua melaju melintasi jalan-jalan di kota pinggiran yang serupa pedesaan. Tanaman padi, kebun singkong serta buah terhampar di kanan dan kiri jalan.
Angin semilir menerbangkan bunga alang-alang di pinggir jalan. Hijau di sepanjang perjalanan.
Tangan kanan Sumini melingkar di pinggang Tarjo. Sementara tangan kirinya menggenggam cangkingan panci di pangkuan.
Tarjo dimanjakan desiran angin. Pikirannya melayang kemana-mana.
Ia membayangkan seorang perempuan cantik, bertubuh tinggi dan ramping duduk di boncengan motornya. Rambut panjang hitamnya tergerai di pundak tertiup angin. Wangi tubuhnya menguar memenuhi hidung Tarjo.
Tarjo tersenyum-senyum sendiri.
Di pertigaan jalan, tiba-tiba sebuah truk melintas. Tarjo hampir saja menabraknya. Dia keburu sadar dari lamunan. Dihentaknya rem tangan dan kaki bersamaan dengan mendadak. Â