Mohon tunggu...
Endita Dian
Endita Dian Mohon Tunggu... Mahasiswa

sebagai mahasiswa memiliki hobi menonton film dan suka menulis sebagai kegiatan tambahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Komersialisasi Budaya Bali dan Pergeseran Identitas Lokal dalam Arus Glokalisasi Pariwisata

21 September 2025   00:53 Diperbarui: 21 September 2025   00:53 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pulau Bali dijuluki sebagai The Island of Paradise karena memiliki keindahan alam, budaya, dan adat istiadat yang menjadi daya tarik utama di sektor pariwisatanya. Keindahan yang menyelimuti Pulau Bali menjadikannya sebagai destinasi pariwisata bagi para wisatawan lokal maupun asing. Perkembangan pariwisata yang begitu cepat memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian Bali. Perkembangan ini tidak terhindar dari dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong kemudahan persebaran informasi lintas negara sehingga Bali menjadi lebih dikenal oleh dunia luar. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Bali (02/05/2025), wisatawan asing yang datang ke Provinsi Bali terhitung pada bulan Maret 2025 berjumlah 470.851, naik 4,47% dari bulan sebelumnya. Peningkatan tren ini menunjukkan permintaan yang meningkat untuk pengalaman perjalanan di berbagai tempat di Bali. Hal ini memicu masalah baru, seperti adopsi budaya asing, baik positif maupun negatif, yang mempengaruhi tradisi lokal. Selain itu, peningkatan pesat industri pariwisata menyebabkan kemacetan, kerusakan lingkungan, dan pembagian aktivitas pariwisata yang tidak merata di seluruh wilayah. Kunjungan turis ke Bali menciptakan standar harapan yang digunakan oleh karyawan pariwisata untuk mengevaluasi pengembangan objek wisata mereka. Ini berdampak pada budaya Bali, yang telah berubah dari warisan kehidupan masyarakat yang ada sejak zaman kuno menjadi produk visual dan bisnis untuk menarik dan memenuhi permintaan wisatawan dari seluruh dunia. Di Akhir tahun 2025 ini mulai muncul pertanyaan serius "Apakah pariwisata di Bali menjadikan budaya lokal sebagai komoditas yang dikemas sedemikian rupa sehingga fungsi spiritual dan sosialnya sering kali tergeser oleh logika estetika dan ekonomi?". Berangkat dari pertanyaan itu harus ada upaya pemecahan masalah yang harus menjadi perhatian khusus, terutama oleh pemerintah dan penduduk di Pulau Bali. 

Pulau Bali Sebagai Simbol Utama Indonesia dalam Promosi Pariwisata Global

Keindahan dan keragaman alam dan budaya yang ada di Pulau Bali menjadikannya tempat yang unik untuk dikunjungi oleh wisatawan. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat bahwa dari Januari hingga Juli 2025, Bali menerima 3.979.854 kunjungan wisatawan langsung, meningkat 12,46% dari tahun 2024. Kunjungan wisatawan terbanyak datang dari Australia, dengan 917.758. Hal itu menunjukkan bahwa industri pariwisata menghasilkan peningkatan signifikan terhadap perekonomian Bali, termasuk peningkatan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan infrastruktur. Perkembangan pariwisata ini juga membawa pengaruh pada sektor industri lainnya. Menurut PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), nilai tambah seluruh aktivitas ekonomi Bali pada triwulan II-2025 sebesar Rp44,75 triliun, lebih tinggi dari Rp41,94 triliun pada triwulan I-2025. Kontribusi tertinggi disumbangkan oleh Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebagai dampak dari adanya peningkatan pada kunjungan wisatawan mancanegara yang membantu mencetak nilai tambah pada aktivitas penyediaan akomodasi dan makan minum. Hal itu terjadi seiring dengan adanya kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar  26,17% dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang mengakibatkan kenaikan tingkat hunian jasa akomodasi, yang tercermin dari indikator Tingkat Penghunian Kamar (TPK) di Bali. TPK hotel bintang meningkat dari rata-rata 52,67 persen pada triwulan I-2025 menjadi 59,97 persen pada triwulan II-2025. Peningkatan juga tercatat pada TPK hotel non bintang dari rata-rata sebesar 35,87 persen menjadi 43,67 persen pada periode yang sama. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya sektor pariwisata bagi masyarakat Bali sebagai sumber utama perekonomian mereka. 

Esensi Glokalisasi dalam sektor Pariwisata Modern

Glokalisasi adalah proses simultan dari universalitas dan partikularitas di mana elemen global disesuaikan dengan konteks lokal dan sebaliknya. Ditinjau dari kondisi saat ini, Bali mengalami glokalisasi karena budaya lokalnya lebih cenderung terserap dalam logika pasar global dan beradaptasi dengan konteks global. Akibatnya, identitas budaya menjadi terancam. Pariwisata dapat mengaburkan batas antara kebutuhan pasar dan keaslian budaya karena globalisasi memiliki pengaruh besar terhadap keberadaan budaya lokal. Penulis, yang dilahirkan dan dibesarkan di Bali, secara langsung menyaksikan bagaimana pariwisata telah berkembang pesat sebagai hasil dari globalisasi dan menjadi daya tarik utama bagi pengunjung domestik dan asing. Ini memiliki dampak dua arah: di satu sisi, situasi ini menjadi sumber ekonomi utama bagi masyarakat Bali karena menawarkan banyak peluang kerja, tetapi disisi lain, menimbulkan tekanan dan tantangan terhadap integritas dan keberlanjutan budaya Bali serta nilai-nilai lokal, yang sering dikorbankan untuk memenuhi keinginan wisatawan. Ini menimbulkan konflik antara kepentingan keuangan dan upaya untuk mempertahankan budaya lokal. Misalnya, banyak area suci yang dulunya sangat sakral kini telah menjadi objek wisata yang bebas dikunjungi oleh turis dan sering berperilaku tidak sopan di area suci tersebut. Dilaporkan dari KOMPAS.TV, pada 7 Agustus 2023, terjadi insiden di mana seorang turis yang berasal dari Korea Selatan diduga melakukan tindakan pengrusakan terhadap sebuah pura di Kabupaten Karangasem, Bali Meskipun pariwisata memberikan manfaat ekonomi yang besar, ketidakseimbangan antara aspek ekonomi dan pelestarian budaya menyebabkan kerentanan identitas lokal. Glokalisasi menekankan pentingnya mengadaptasi budaya lokal dengan kebutuhan global tanpa kehilangan karakteristik aslinya melalui integrasi budaya dalam pengelolaan destinasi wisata.

Persimpangan Jalan Antara Pariwisata Massal dan Warisan Budaya

Melihat data-data diatas sudah sewajarnya penduduk dan pemerintah Bali mengalami dilema nyata antara menjaga eksistensi pariwisatanya atau kelangsungan budaya lokalnya. Kemajuan pariwisata yang sangat signifikan tentunya meningkatkan perekonomian yang luar biasa. Manfaat ini dapat dirasakan langsung bagi mereka yang bermata pencaharian di sektor pariwisata. Namun, seiring berkembangnya pariwisata, budaya lokal bali kian terkikis dari masa ke masa. Hal inilah yang tidak secara langsung dirasakan masyarakat karena dampaknya terjadi secara perlahan-lahan. Beberapa masyarakat akan berpikir untuk rela mengorbankan budaya lokalnya demi kemajuan pariwisata karena sumber pendapatan mereka ada disana. Seperti misalnya, tari sakral, upacara adat, dan pura seringkali dijadikan maskot pariwisata Bali yang mengakibatkan nilai-nilai religius yang terkandung kian memudar. Oleh karena itu, budaya lokal memang tetap sebagai daya tarik utama, tetapi karena pariwisata massal, ia justru menjadi objek yang paling rentan terkikis. Namun, tidak sedikit pula penduduk Bali yang memiliki pengetahuan lebih dalam pelestarian budaya seiring dengan perkembangan pariwisata yang ada. Mereka memahami bahwa perekonomian memang menjadi hal yang sangat penting dewasa ini, tetapi mereka tidak dengan mudah membiarkan budayanya terkikis begitu saja. Mereka bersama-sama mencari cara untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan pariwisata dan kelangsungan budaya lokal. Penduduk lokal seakan-akan berada pada posisi serba salah, apabila menolak pariwisata berarti kehilangan penghasilan, namun menerima pariwisata tanpa kendali berarti kehilangan identitas. 

Harmoni Tri Hita Karana dalam Menyaring Pengaruh Globalisasi

Tri Hita Karana sebagai ajaran agama yang telah lama dikenal oleh masyarakat Bali. Sebuah pedoman yang mengajarkan akan pentingnya menjaga keselarasan hubungan antara pencipta, sesama manusia, dan lingkungan. Melalui ajaran ini, pariwisata yang ada di Bali bisa tetap maju tanpa harus mengorbankan kebudayaan lokal tanpa kendali. Implementasi konsep ini tercermin dengan adanya integrasi budaya dalam pengelolaan destinasi wisata seperti di Desa Penglipuran atau Desa Tenganan dapat menjadi model sinkronisasi antara ekonomi dan budaya. Di desa-desa ini, nilai-nilai tradisional dijaga dengan ketat, tetapi terbuka untuk pariwisata edukatif yang memperkenalkan budaya Bali secara keseluruhan dan otentik. Apabila dimanfaatkan dengan baik, kebudayaan dan kemajuan pariwisata dapat berkembang secara bersamaan. Hal ini akan mendukung perluasan budaya bali supaya lebih dikenal oleh dunia luar. Dengan begitu banyak wisatawan asing yang tertarik untuk berkunjung ke Bali dan pada akhirnya akan membawa dampak positif pada perekonomian yang ada. Oleh karena itu, masyarakat Bali harus menyadari bahwa semua budaya yang dimilikinya mengandung sesuatu yang unik yang menarik wisatawan. Mereka perlu menumbuhkan kesadaran bahwa setiap elemen budaya yang mereka miliki mengandung keunikan dan nilai-nilai sakral yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan. Alih-alih mengubah budaya secara berlebihan hingga menghilangkan keasliannya, pendekatan yang lebih tepat adalah mempertahankan nilai-nilai fundamental budaya tersebut, sambil menyajikannya secara relevan dengan konteks saat ini tanpa mengorbankan substansinya. 

Diversifikasi Ekonomi sebagai Solusi Menjaga Kestabilan Perekonomian

Kondisi pariwisata yang tidak menentu dari tahun ke tahun mengharuskan pemerintah dan penduduk bali untuk mencari solusi untuk menjaga kestabilan ekonomi mereka. Apabila terjadi guncangan global sedikit saja, roda perekonomian Bali langsung terpuruk, seperti saat terjadinya wabah Covid-19 lalu. Ketergantungan pada sektor pariwisata ini menyebabkan keadaan Bali begitu berpengaruh pada kondisi global. Untuk mengantisipasi hal itu diberlakukannya peningkatan diversifikasi ekonomi, yaitu upaya untuk mengembangkan berbagai sektor ekonomi di luar pariwisata, seperti pertanian (terutama organik dan berkelanjutan), industri kecil dan menengah (IKM), serta sektor lainnya, agar perekonomian Bali lebih tangguh, stabil, dan tidak terlalu bergantung pada satu sektor utama. Tujuannya adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, meningkatkan pendapatan masyarakat, serta menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Dengan begitu Bali dapat lebih fleksibel dalam mengelola perekonomiannya dan tidak terlalu bergantung pada perubahan yang ada di negara luar. Produk-produk seperti kain tenun dan endek Bali, kopi Kintamani, olahan cengkeh, hingga ukiran dan topeng apabila dikembangkan dengan baik lalu diperjualbelikan maka akan memiliki potensi besar menjadi produk unggul yang diperjualbelikan di pasar global. Oleh karena itu, kemajuan pariwisata diiringi dengan diversifikasi akan memberikan kekuatan yang lebih pada penduduk Bali untuk menjaga kestabilan perekonomiannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun