Kini aku tahu, kehilangan tidak harus berarti kehancuran. Kadang justru dari kehilangan kita menemukan alasan untuk bangkit. Sosok yang pernah menyebutku sebagai harapan kini telah pergi, tapi semangatnya tidak. Kata-katanya menjadi bekal hidupku. Doanya menjadi pelindung langkahku.
Beliau bukan hanya seorang keluarga. Beliau adalah lentera hidupku. Tanpa beliau, aku tak akan menjadi seperti sekarang.
Akhir Cerita: Untuk Dua Nama yang Tak Pernah KulupaÂ
Kini saatnya kusebut dua nama yang selama ini kusembunyikan dalam cerita:
Sosok yang paling berjasa dan menjadi support system sejati dalam hidupku adalah Pak De Hasim, yang dengan sabar dan ikhlas mendidik, menasehati, dan mendorongku menuju cahaya Al‑Qur’an.
Dan guru yang menuntunku membaca dan mencintai Al‑Qur’an adalah K.H. Asmuni M. Noor, yang dengan kasih sayang mendidikku di pondok pesantren dan menjadi panutan dalam ilmu dan akhlak. Beliau merupakan salah satu ulama terkemuka di Banten, yang dikenal luas karena dedikasinya dalam dakwah, pendidikan, dan pembinaan generasi muda dalam mencintai Al‑Qur’an.Â
Untuk kalian berdua, semoga Allah membalas semua kebaikan dengan surga tertinggi. Untuk semua pecinta Al‑Qur’an, untuk para santri dan pencari ilmu, ingatlah: kita boleh lelah, tapi jangan menyerah. Karena setiap huruf yang kita baca, setiap ayat yang kita hafal, akan menjadi cahaya bagi kita dan orang-orang yang kita cintai.
Teruslah berjuang, karena tak ada hafalan yang sia-sia. Tak ada doa yang tak sampai. Tak ada cinta yang hilang jika ditanamkan dalam Al‑Qur’an.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI